Sejarah Yogyakarta (15): Kota Gede, Kota Kecil Dalam Kota Yogyakarta; Malioboro, Nama Ibukota Pada Masa Kerajaan Mataram
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Kota Gede di Kota Yogyakarta sudah banyak ditulis. Namun tetap masih ada hal yang tercecer dan bahkan ada hal yang terabaikan. Perihal yang tercecer dan terabaikan itu yang akan diuraikan dalam artikel ini. Satu hal yang tidak pernah ditulis ialah Malioboro sendiri. Pada era VOC, Malioboro dicatat sebagai area kraton, area yang menjadi ibukota Kerajaan Mataram. Dari Malioboro inilah Kota Gede berkembang.
Sejarah Kota Gede di Kota Yogyakarta sudah banyak ditulis. Namun tetap masih ada hal yang tercecer dan bahkan ada hal yang terabaikan. Perihal yang tercecer dan terabaikan itu yang akan diuraikan dalam artikel ini. Satu hal yang tidak pernah ditulis ialah Malioboro sendiri. Pada era VOC, Malioboro dicatat sebagai area kraton, area yang menjadi ibukota Kerajaan Mataram. Dari Malioboro inilah Kota Gede berkembang.
Pasar Gede, 1876 |
Bagaimana jalan ceritanya? Itulah yang menjadi soal. Suatu soal yang sanggup dijawab yang sanggup diselesaikan berdasarkan data-data. Data-data inilah yang di dalam artikel ini dianggap tercecer sehingga terabaikan dalam analisis asal undangan kota. Mari kita mulai dari nama Malioboro.
Satu hal yang saya kagumi perihal Kerajaan Mataram ialah visi dan keberanian Soeltan Agoeng menyerang VOC/Belanda di Batavia tahun 1628. Memang tidak berhasil, tetapi Soeltan Agoeng tidak kalah. Secara defacto, VOC/Belanda tidak pernah menaklukkan (kerajaan) Mataram. Hanya saja Kerajaan Mataram pecah kongsi menjadi dua kerajaan: Kesunanan Soeracarta dan Kesultanan Jogjakarta. Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Jogjakarta berani melawan Pemerintah Hindia Belanda. Memang tidak berdaya dan kalah, tetapi harga diri tetap terjaga. Soeltan Agoeng dan Pangeran Diponegoro hidup dalam dua era yang berbeda: era Mataram dan era Jogjakarta.
Situasi di area kraton Mataram (lukisan 1676) |
Kraton Mataram (lukisan 1676) |
Hasil-hasil dari ekspedisi ke Mataram tahun 1681 dinarasikan dan dipetakan sebagai dokumen pemerintah (VOC/Belanda). Dua peta pertama yang diterbitkan pada tahun 1695 mengindikasikan rute yang dipakai oleh Command. Couper dari benteng Missier di Tegal dan rute yang dipakai oleh Majoor Govert Knol dari Semarang ke wilayah timur di Soerabaja.
Peta ekspedisi Jacob Couper (1695) |
Nama Marbongh, area Kraton Mataram (Peta 1700) |
Malioboro, Cikal Bakal Kota Gede
Pada peta ekspedisi VOC/Belanda hanya diidentifikasi Mataram dan Marbongh. Pada peta-peta selanjutnya (kraton) Mataram masih eksis. Area kraton Mataram tampak lebih luas jikalau dibandingkan dengan area kraton Cartasoera. Pada Peta 1724 area kraton Mataram digambarkan berbentuk melingkar. Gambaran melingkar ini sesuai dengan yang digambarkan pada peta hasil ekspedisi pertama (Peta 1700).
Malioboro, Kota Mataram (1724) |
Pada tahun 1745 VOC/Belanda dan kraton Cartasoera secara tolong-menolong memindahkan ibukota dari Cartasoera ke lokasi yang gres di arah timur. Lokasi gres ini kemudian disebut Soeracarta (Solo). Pada Peta 1724 terlihat sudah ada benteng VOC/Belanda di Cartasoera. Antara Semarang dan Cartasoera terdapat jalur lalulintas yang dibeberapa daerah terdapat benteng-benteng kecil menyerupai di Oengaran, Toentang dan Salatiga.
Peta jalur Semarang-Cartasoera (1724) |
Dalam perkembangannya Sultan Jogjakarta memindakan kraton dari Mataram ke daerah yang gres yang kemudian namanya disebut Jogjakarta. Kraton Jogjakarta ini dirancang sedemikian rupa sehingga tampak lebih modern jikalau dibandingkan dengan lanskap kraton di Mataram.
Area kraton Jogjakarta (1771) |
Pohon beringin kembar di aloon-aloon Jogajakarta (1910) |
Jogjakarta dan Jalan Malioboro
Setelah VOC/Belanda dibubarkan dan diambil alih oleh Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintahan Hindia Belanda (1800), pulau Jawa dibagi ke dalam beberapa provinsi. Dua diantaranya Provinsi Soeracarta dan Provinsi Jogjakarta. Program pemerintah yang dilakukan pertama ialah membangun jalan trans-Java antara Anjer dan Panaroekan pada era Gubernur Jenderal Daendels. Jalan trans-Java ini termasuk ruas jalan Semarang ke Soeracarta dan Djogjakarta. Namun tidak usang kemudian terjadi pengabilalihan kekuasaan oleh Inggris tahun 1811.
Dalam pemerintahan gres Inggris yang berpusat di Buitenzorg (pulau) Jawa dibagi ke dalam 16 residentie, yaitu: Bagelen, Bantam (Banten), Banyumas, Basoeki (Besuki), Buitenzorg (Bogor), Tjirebon (Cirebon), Batavia (Jakarta), Karawang, Kediri, Kedoe (Karanganyar), Madioen (Madiun), Madoera (Madura), Pasoeroewan (Pasuruan), Djapara (Jepara), Preanger (Priangan), Pekalongan, Rembang, Samarang (Semarang), Soerabaja, Soerakarta dan Jogjakarta. Dalam era pendudukan Inggris sempat terjadi perlawanan Djogjakarta pada tahun 1812 namun berhasil diredakan oleh militer Inggris.
Pendudukan Inggris tidak berumur panjang dan kembali diambilalih oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1816. Hubungan yang intim antara kraton Soeracarta dengan orang Eropa/Belanda semenjak era VOC/Belanda memudahkan pemulihan kekerabatan antara Pemerintahan Hindia Belanda dengan kraton Soeracarta. Lalu kemudian Gubernur Jenderal tiba ke Soeracarta dan diterima dengan baik oleh Soesoehoenan (lihat Middelburgsche courant, 10-02-1820). Sejak kedatangan Gubernur Jenderal di pedalaman Jawa, secara sedikit demi sedikit dan secara perlahan-lahan Pemerintah Hindia Belanda mulai melaksanakan pemerintahan secara efektif. Tetapi tidak di Jogjakarta.
Peta Pasar Gede dan Kraton Tua (1830) |
Pemerintahan di Residentie Djogjakarta dimulai kembali sehabis usai perang 1830. Namun pemerintahan masih bersifat militer. Kolonel Cohius membangun markas besar di bersahabat kraton Jogjakarta. Markas tersebut tidak di dalam benteng Vredeburg, melainkan di suatu daerah di sebelah barat benteng. Area antara benteng (Vredeburg) dengan markas militer (garnisun) mulai didirikan sejumlah bangunan sipil. Sementara di dalam benteng difungsikan untuk pertahanan. Barak-barak militer dibangun di belakang benteng.
Peta Jogjakarta dan Pasar Gede (1890) |
Dalam perkembangannya di seputar benteng Vredeburg dan kantor Residen menjadi ramai dan membentuk kota. Pasar yang berada di utara benteng yang telah eksis semenjak era VOC/Belanda semakin ramai sehubungan dengan kedatangan orang-orang Tionghoa dan Arab (dari Semarang). Area di utara pasar (kini Pasar Beringhardjo) tumbuh menjadi perkampungan Tionghoa. Sementara perkampungan orang Arab dan Melayu berkembang di bersahabat kraton yang dikenal sebagai Kaoeman. Dengan semakin kondusifnya keamanan, para investor Eropa/Belanda mulai berdatangan dimana kraton menyewakan lahan-lahan dalam bentuk konsesi untuk pengembangan perkebunan (plantation).
Jalan Malioboro (1920) |
Kota Gede Sebagai Heritage
Sesungguhnya warisan sejarah yang paling penting di Kota Jogjakarta bukanlah kraton Jogjakarta. Juga bukan benteng Vredeburg dan juga bukan kantor Residen. Akan tetapi, warisan terpenting ialah Kota Gede.
Pada masa ini situs yang paling terkenal di Kota Jogjakarta ialah Jalan Malioboro, suatu jalan yang namanya disebut Malioboro semenjak 1910. Malioboro sendiri ialah area (pusat) kraton Mataram tempo dulu yang menjadi sentra (ibukota) Kerajaan Mataram. Tanpa kita sadari, Jalan Malioboro kini ini ialah wujud gres sentra Kerajaan Mataram tempo dulu.
Kota Gede haruslah dipandang sebagai warisan sejarah terpenting. Namun lantaran letak Kota Gede yang terkesan berada di pinggir kota, sering terlupakan sebagai warisan sejarah terpenting di Jogjakarta. Para wisatawan hanya mengenal Jalan Malioboro sebagai warisan sejarah penting. Itu tidak salah, lantaran kita sendiri salah memposisikan Kota Gede di dalam Kota Jogjakarta. Keutamaan Kota Gede lantaran di masa lampau Kota Gede disebut sebagai Malioboro, ibukota Kerajaan Mataram.
Lantas kapan nama Kota Gede muncul? Nama Kota Gede tidak dikenal di masa lampau. Yang dikenal ialah Pasar Gede. Nama Kota Gede diduga besar lengan berkuasa gres muncul pada awal tahun 1950an. Inilah kronologis nama Kota Gede.
Terbentuknya Kerajaan Mataram (Ki Gede Pamanahan).
Penembahan Senapati memperkuat Kerajaan Mataram dan terbentuknya Kraton Mataram sebagai ibukota (malyabhara atau Malioboro).
Ibukota Kerajaan Mataram dipindahkan ke Pleret (Kraton Mataram atau Malioboro tetap eksis).
Ibukota Kerajaan Mataram dipindahkan ke Cartasoera (Kraton Mataram atau Malioboro tetap eksis). Jalan raya terbentuk antara Mataram dan Cartasoera. VOC/Belanda berkolaborasi dengan Kerajaan Mataram di Cartasoera dan kemudian membangun jalur penghubung antara Semarang dengan Cartasoera. Kraton Cartasoera dipindahkan tahun 1745 dan namanya menjadi Soeracarta (Solo).
Kerajaan Mataram pada tahun 1755 dibagi dua berdasar Perjanjian Giyanti): Kesunanan Cartasoera dan Kesultanan Jogjacarta.
Ibukota Kesultanan Jogjacarta berada di Kraton Mataram atau Malioboro.
Ibukota Kesultanan Jogjacarta dipindah dengan dibangun gres Kraton Jogjacarta (hingga sekarang).
Pemerintah Hindia Belanda pada era Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811) membangun jalan trans-Java antara Anjer da Panaroekan. Jalan trans-Java diperluas dari Semarang sampai ke Soeracarta dan kemudian diperluas dari Soeracarta melingkar gunung Merapi melalui wilayah Jocjacarta dan Magelang kemudian kemudian tersambung di Ambarawa menuju Semarang.
Pasar Gede semakin penting.
Pada era pendudukan Inggris (1812-1816) dibangun loji di Jogjakarta. Kantor Residen berada di Boeloe (di belokan jalan Trans Java Soeracarta-Magelang).
Setelah pendudukan Inggris, Pemerintah Hindia Belanda mengubah loji menjadi benteng (Vredeburg).
Pasar gres muncul di sisi utara benteng (kelak disebut Pasar Beringhardjo). Pasar Gede secara perlahan meredup dan Pasar Beringhardjo semakin terkenal (sehubungan dengan masuknya pedagang-pedagang Tionghoa dan Arab dari Semarang).
Perang Diponegoro (1825-1830).
Pasca perang, Kantor Residen dibangun di seberang jalan benteng Vredeburg.
Selain sudah ada pasar, muncul penginapan pertama di Jogjakarta yang diberi nama Loge Malioboro tahun 1865.
Pada tahun 1872 dibuka jalur kereta api ke Jogjakarta dan stasion Toegoe dibangun. Jalur kereta kemudian diperluas sampai ke Tjilatjap.
Pada tahun 1910 jalan utama antara kraton Jogjakarta dengan stasion Toegoe disebut jalan Malioboro (mengambil nama dari loge/losmen pertama di Jogajkarta Losmen Malioboro)
Pasar Beringhardjo menjadi pasar terbesar di Jogjakara. Pasar Gede masih eksis. Nama jalan Malioboro semakin populer, nama Pasar Gede semakin meredup.
Pada tahun 1950an nama Kota Gede muncul sebagai nama lain Pasar Gede.
Kini, Kota Gede atau Pasar Gede atau Malioboro menjadi heritage Jogjakarta.
0 Response to "Sejarah Yogyakarta (15): Kota Gede, Kota Kecil Dalam Kota Yogyakarta; Malioboro, Nama Ibukota Pada Masa Kerajaan Mataram"
Posting Komentar