Sejarah Yogyakarta (16): Dr. Groneman Di Jogjakarta, Pembela Kraton; Kf Holle Di Preanger, Pembela Kebudayaan Sunda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Tidak semua orang Indonesia baik, tidak semua orang Eropa/Belanda jahat. Yang baik yakni baik, yang jahat yakni jahat. Meski demikian, tetap ada perbedaan antara orang baik Eropa/Belanda dengan orang baik Indonesia yakni mereka orang absurd Eropa.Belanda yang menjajah terhadap orang Indonesia yang terjajah. Perbedaan esensial diantara orang Eropa/Belanda yakni soal rasial. Sementara perbedaan esensial diantara orang Indonesia yakni penghianatan, suatu penghianatan yang berkolaborasi dengan penjajah untuk menjajah bangsanya sendiri.

Dr. Isaac Groneman, 1879
Sejarah kolonial Belanda di Indonesia berakhir pada ketika legalisasi Belanda terhadap kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Memasuki era penuh kedaulatan Indonesia mulai disusun siapa yang pantas dan siapa yang tidak pantas untuk ditabalkan sebagai nama situs. Penabalan nama seseorang dalam nama jalan apakah Belanda atau Indonesia mengindikasikan siapa yang dimaafkan dan dihargai di sisi Indonesia yang gres berdaulat. Ada beberapa nama Eropa/Belanda diantaranya Edward Douwes Dekker alias Multatuli di Medan; Louis Pasteur di Bandoeng; dan Dr. Ernest Douwes Dekker alias Setiabudi di Jakarta. Pada masa sekarang juga nama-nama orang Indonesia sebagai nama jalan di Belanda, sebut saja Pattimura, Martha Ch. Tiahahu, RA Kartini, Irawan Soejono, Soetan Sjahrir dan Mohamad Hatta. Tentu saja tidak perlu mempertanyakan nama Soekarno sebagai nama jalan di Maroko dan Mesir.

Lantas mengapa nama Dr. Groneman tidak muncul di Yogyakarta, paling tidak sebagai nama situs. Tentu saja ada pertimbangannya. Akan tetapi nama Dr. Groneman masih menarik untuk diperhatikan sebagai seorang tokoh Eropa/Belanda di Yogyakarta pada masa lampau. Dr. Groneman yakni seorang mantan dokter Sultan, pembela kraton dan pencinta kebudayaan Jawa sebagaimana KF Holle sebagai seorang planter di Preanger, pencinta kebudayaan Sunda, pembela pendidikan.

Dr. Groneman, Seorang Pelukis

Groneman lahir di Zutfent pada tanggal l2 Agustus 1832, lulus studi kedokteran di Belanda. Pada tahun 1858 Dr. Groneman izin praktik kedokteran, bedah, dan kebidanan di Batavia disetop dan Dr. Gronemen diberikan praktik kedokteran, praktik umum dan profesional Preanger Regentships dan di Bandong khususnya (De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 21-11-1859).

Dr. Groneman yakni dokter pertama di Preanger. Pejabat tertinggi di Bandoeng ketika kedatangan Dr. Groneman yakni controleur (Residen sendiri masih berkedudukan di Tjiandjoer). Dr. Groneman juga mempunyai keahlian melukis. Sejumlah lukisan Dr. Groneman yang bertahun 1859-1861 antara lain Telaga (meer) Bagendit nabij Garoet; Goenong Malabar bij Bandoeng Toewa; Tjioeroeg Tjikapoendoeng nabij Bandoeng; Goenoeng Patoeha met Telaga Kowah Patoeha; Goenong Malabar en de vlakte van Bandoeng;

Dr. Groneman kehilangan rekan kerjanya di Preanger, FW Jung Huhn meninggal dan dimakamkan di Lembang pada tanggal 24 April 1864. Ir. FW Jung Huhn, seorang geolog dan botanis yang mengintroduksi tanaman kina di Preanger. Sebelum ke Preanger, Ir. FW Jung Huhn tahun 1840 ditugaskan Gubernur Jenderal Pieter Merkus untuk melaksanakan penelitian geologi dan botani ke Tanah Batak. Selama penelitian, Ir. FW Jung Huhn juga ditugaskan pemerintah sebagai pejabat sipil di Padang Lawas (Mandailing en Ankola, Tapanoeli) tahuan 1841 hinngga 1843. Salah satu buku FW Jung Huhn yakni Die Battaländer auf Sumatra (Tanah Batak di Sumatra) yang diterbitkan tahun 1847. Salah satu inovasi yang populer di Sipirok, Angkola yakni pohon tusam yang diberinya nama Pinus Merkusi, Jung (kombinasi nama Gubernur Jenderal dan namanya sendiri).

Makam FW Jung Huhn (lukisan Groneman, 1865)
Sebagai rekan dan oleh alasannya jasa-jasanya yang banyak dalam penelitian geologi dan botani di Jawa dan Sumatra, Dr. Groneman memimpin pembangunan tugu di makam FW Jung Huhn. Dr. Groneman mengirm surat kepada Rochussen mengabarkan meninggalnya FW Jung Huhn dari Bandoeng tanggal 25 September 1865. Rochussen yakni Geubernur Jenderal Hindia Belanda (1845-1851), Menteri Koloni (1858-1861) dan Perdana Menteri Belanda (1858-1860). Makam FW Jung Huhn diabadikan Dr. Gronemen dalam sebuah lukisan (1865).

Dr. Groneman juga mempunyai seorang rekan di Preanger, KF Holle. Bersama dengan Ir. FW Jung Huhn yakni tiga orang yang mempunyai imbas besar di Preanger. KF Holle yakni seorang pengusaha perkebunan (planter) yang mempunyai perhatian terhadap kebudayaan Sunda terutama sastra dan bahasa Sunda. KF Holle mempelopori pendirian sekolah guru (kweekschool) di Bandoeng yang dibuka pada tahun 1866.

Kweekschool Bandoeng yakni sekolah guru ketiga di Hindia Belanda. Sekolah guru pertama dibuka di Soerakarta tahun 1851 dan yang kedua di Fort de Kock pada tahun 1856. Sekolah guru yang ketiga dibuka di Tanobato, Afdeeling Mandailing en Angkola, Tapanoeli pada tahun 1862. Selain sekolah guru, perguruan (bagi pribumi) yang dibuka di Hindia Belanda yakni sekolah kedokteran di Batavia yang dimulai tahun 1851. Sekolah kedokteran ini lalu disebut Docter Djawa School.

Pindah ke Jogjakarta

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap menurut sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang dipakai lebih pada ‘sumber primer’ menyerupai surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya dipakai sebagai pendukung (pembanding), alasannya aku anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi alasannya sudah disebut di artikel aku yang lain. Hanya sumber-sumber gres yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Sumber http://poestahadepok.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Sejarah Yogyakarta (16): Dr. Groneman Di Jogjakarta, Pembela Kraton; Kf Holle Di Preanger, Pembela Kebudayaan Sunda"

Posting Komentar