Sejarah Yogyakarta (14): Sejarah Surat Kabar Di Jogjakarta, Surat Kabar Pertama Mataram 1877; Kini, Masa Kedaulatan Rakyat
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini
Pertumbuhan dan perkembangan surat kabar tempo dulu merupakan citra pertumbuhan dan perkembangan kota-kota di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Sebelum muncul surat kabar di Djokdjakarta (baca: Yogyakarta), surat kabar sudah berkembang di Batavia, Soerabaja, Semarang dan Padang. Di kota-kota tersebut surat kabar yang muncul pertama kali ialah surat kabar berbahasa Belanda. Demikian juga halnya di Djokdjakarta. Surat kabar pertama di Djokdjakarta ialah surat kabar berbahasa Belanda yang diberi nama Mataram, terbit perdana tanggal 15 Januari 1877.
Pertumbuhan dan perkembangan surat kabar tempo dulu merupakan citra pertumbuhan dan perkembangan kota-kota di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Sebelum muncul surat kabar di Djokdjakarta (baca: Yogyakarta), surat kabar sudah berkembang di Batavia, Soerabaja, Semarang dan Padang. Di kota-kota tersebut surat kabar yang muncul pertama kali ialah surat kabar berbahasa Belanda. Demikian juga halnya di Djokdjakarta. Surat kabar pertama di Djokdjakarta ialah surat kabar berbahasa Belanda yang diberi nama Mataram, terbit perdana tanggal 15 Januari 1877.
Java-bode, 27-03-1879 |
Lantas bagaimana perkembangan surat kabar selanjutnya di Jogjakarta? Setelah surat kabar berbahasa Belanda (Mataram), menyusul kemudian surat kabar berbahasa Jawa dan surat kabar berbahasa Melayu. Namun surat kabar berbahasa Jawa dan surat kabar berbahasa Melayu tidak gampang untuk bertahan. Hanya surat kabar berbahasa Belanda, Mataram yang bisa eksis untuk waktu yang lama. Baru sehabis kala kemerdekaan Indonesia muncul surat kabar berbahasa Melayu yang tangguh yaitu Kedaoelatan Rakjat yang terbit perdana 27 September 1945. Surat kabar ini bisa eksis sampai ini hari.
Surat kabar Mataram, 1877
Kabar gosip akan terbitnya surat kabar di Djokdjakarta sudah diketahui umum dikala surat kabar Mataram akan terbit pada tangga 16 Januari 1877 sebagaimana diberitakan surat kabar di Semarang (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-01-1877). Surat kabar berbahasa Belanda, Mataram benar-benar terbit sesuai yang dijanjikan sempurna pada tanggal 15 Januari 1877 (lihat Bataviaasch handelsblad, 20-01-1877).
Disebutkan dalam editorial surat kabar (blad) Mataram surat kabar yang gres terbit akan mengunjungi pelanggan dua kali dalam sepekan. Surat kabar ini di bawah pimpinan editor Mr. W Halkena. Penerbitan ini dilakukan sehubungan bahwa akhir-akhir ini semakin meningkatnya jumlah orang-orang Eropa/Belanda di wilayah pedalaman di Vorstenlanden (baca: Soeracarta dan Jogjacarta). Editor menyebutkan bahwa surat kabar ingin membuka semua kolom tanpa perbedaan apa pun untuk membahas semua hal kepentingan umum dan semua yang promosinya bermanfaat, perlu dan perlu. Surat kabar akan menahan diri untuk tidak membahas hal-hal yang bersifat pribadi. Surat kabar lebih ditujukan untuk menciptakan publik dan secara umum untuk mendukung semua pihak berwenang dan seluruh warga dimana pun mereka bisa, mungkin atau harus, sama ibarat mereka akan mengungkapkan pendapat mereka tanpa disembunyikan.
Surat kabar pertama di Djokdjakarta telah terbit dan kala gres di wilayah Mataram dimulai, suatu kala dimana Djokdjakarta dan wilayah sekitar menerima porsi pemberitaan yang cukup, yang selama ini hanya gosip kecil pada surat kabar yang terbit di Semarang, Soerabaja dan Batavia. Surat kabar Mataram akan mendampingi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, sosial dan budaya di seputar Mataram khususnya di kota Djokdjakarta.
Wilayan Mataram di eranya ialah wilayah maju tempo doeloe, tetapi kota Djokdjakarta ialah sebuah kota kecil di kala modern, suatu kota yang masih bayi tetapi dengan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Era perang telah usang berlalu (1825-1830), perkembangan moda transportasi khususnya kereta api telah membuka isolasi kota Djokdjakarta. Para pejabat pemerintrah semakin banyak yang ditempatkan di Djokdjakarta, demikian juga para investor dan para pelancong terus berdatangan. Ini bermula dikala tahun 1865 tempat penginapan pertama dibuka di Djokdjakarta yang disebut Logement Malioboro. Lalu kemudian menyusul dibuka logement.hotel Mataram pada tahun 1869. Pada tahun-tahun 1870an kanal kereta api dioperasikan jalur Semarang ke Djokdjakarta via Soeracarta. Ekonomi wilayah Mataram yang berpusat di Djokdjakarta semakin berkembang. Itulah lantaran mengapa muncul surat kabar di Djokdjakarta, suatu kala gres dalam dunia jurnalistik dan kala gres Djokdjakarta untuk mempromosikan wilayah Mataram ke dunia luar, khususnya di Semarang, Soerabaja dan Batavia, serta negeri Belanda. .
Bersamaan dengan terbitnya surat kabar berbahasa Belanda, Mataram di Djokdjakarta, surat kabar berbahasa Melayu terbit di Padang yang diberi nama Bentara Melajoe dengan editor Arnold Snackey (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-01-1877). Surat kabar berbahasa Melayu di Padang akan mendampingi surat kabar berbahasa Belanda Sumatra courant yang terbit pada tahun 1859. Oplah surat kabar ini masih terbatas di pantai barat Sumatra termasuk Tapanoeli.
Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 26-12-1862: ‘Empat tahun kemudian oleh ajudan residen Godon sekembalinya ke Belanda, salah satu dari Sumatra, seorang cowok Mandailing, Tapanoeli, Soetan Iskander, juga dibawa. Hal ini di Belanda dilatih pendidikan guru dan gres saja kembali sebagai orang bijak dan beradab di kampong halamannya. Guru sekolah, sebuah bukti gres dari pengembangan orang pribumi bahkan dari tempat paling beradab. Iskander kini bangkit sebagai kepala sekolah di Mandailing dan dewan akan berada disana semoga mampu, lantaran pendidikan di atas cara dimaksud yang tentunya ialah mengharapkan hasil yang terbaik’.
Soetan Iskander dengan nama lain Willem Iskander ialah pribumi pertama studi ke Belanda, berangkat tahun 1857 dan selesai studi tahun 1861. Pada tahun 1862 Willem Iskander membuka sekolah guru (kweekschool) di Tanobato, Afdeeling Mandailing en Ankola. Sekolah guru ini menjadi sekolah guru yang ketiga di Hindia Belanda. Sekolah guru pertama didirikan tahun 1851 di Soeracarta dan yang kedua di Fort de Kock tahun 1856. Sekolah guru Tanobato asuhan Willem Iskander berbeda dengan dua sekolah guru sebelumnya. Sekolah guru Tanobato juga mengajarkan ilmu fisika dan matematika. Bahasa pengantar juga unik, memakai tiga bahasa: Belanda, Melayu dan Batak. Willem Iskander, dalam kekerabatan (stambuk) ialah kakek buyut Prof. Andi Hakim Nasution, rektor IPB 1978-1987.
Setelah dua tahun terbitnya surat kabar Mataram di Djokdjakarta, Mr. H Buning, penerbit surat kabar berbahasa Belanda diberitakan kembali menerbitkan surat kabar baru, bukan berbahasa Melayu tetapi surat kabar berbahasa Jawa (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-03-1879).
Pada bulan Mei 1879 sekolah guru (kweekschool) dibuka di Padang Sidempoean. Sekolah guru ini menggantikan sekolah guru Tanobato. Seperti sekolah guru di Tanobato, sekolah guru di Padang Sidempoean juga memakai tiga bahasa pengantar: Belanda, Melayu dan Batak. Salah satu guru populer di Kweekschool Padang Sidempoean ialah Charles Adrian van Ophuijsen.
Surat kabar Darmowarsito boleh jadi merupakan surat kabar berbahasa Jawa yang pertama. Di kota-kota lain, sejauh yang sanggup ditelusuri semuanya surat kabar berbahasa Melayu atau adonan dengan bahasa Belanda dan Tionghoa. Surat kabar berbahasa Melayu pertama terbit tahun 1856 di Surabaya yakni Soerat Kabar Bahasa Melaijoe yang diterbitkan oleh E. Fuhri & Co. Lalu pada tahun 1858 di Batavia terbit Soerat Chabar Batawie yang diterbitkan oleh Lange en Co. Surat kabar ketiga berbahasa Melayu terbit tahun 1860 di Batavia berjulukan Selompret Malajoe (lihat Java bode, 28-12-1859), Sejak itu surat kabar berbahasa Melayu terus bertambah dan berkembang.
Surat kabar berbahasa Jawa Darmowarsito di Djokdjakarta tidak berumur panjang. Surat kabar De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-06-1880 memberitakan bahwa surat kabar (mingguan) Darmowarsito dihentikan. Tidak diketahui sabab musabab mengapa dihentikan, padahal gres berumur satu tahun. Besar dugaan bahwa pemberhentian surat kabar Darmowarsito kurang menerima pertolongan finansial dari iklan.
Surat kabar berbahasa Melayu sedikit lebih usang bertahan. Hanya saja, surat kabar berbahasa Melayu ibarat di Batavia, Soerabaja, Semarang dan Padang segera muncul penggantinya. Pada tahun-tahun terakhir ini bahkan di Batavia terdapat lima buah surat kabar berbahasa Melayu, yakni Bintang Barat, Betawi, Pembrita Betawi, Hindia Olanda dan Chabar Barang Dagang.
Setelah sekian lama, gres muncul kembali surat kabar berbahasa Jawa yang diberi nama Retno Doemilah. Kali ini tidak di Djokdjakarta, tetapi di Soerakarta. Surat kabar ini segera akan terbit (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-05-1895). Disebutkan surat kabar ini memakai bahasa Jawa dan bahasa Melayu di bawah editor Mr TH Winter, spesialis bahasa dan jurnalistik. Di Soerakarta sendiri disebutkan sudah mempunyai dua buah surat kabar pribumi, Bromartani dan Djawa Koedo. Namun tidak disebutkan apakah memakai bahasa Jawa dan bahasa Melayu.
Pada tahun 1895 di kota Padang kembali terbit surat kabar berbahasa Melayu yang diberi nama Pertja Barat yang diterbitkan oleh Paul Buiner & Co. Pada tahun 1897 surat kabar Pertja Barat diketahui editornya berjulukan Dja Endar Moeda (lihat Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 04-12-1897). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda ialah seorang pensiunan guru yang sehabis pulang dari Mekkah hijrah ke Padang dan membuka sekolah swasta pada tahun 1895, Dja Endar Moeda ialah alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean tahun 1884. Sejauh yang sanggup ditelusuri, Dja Endar Moeda ialah orang pribumi pertama yang menjadi editor surat kabar.
Dalam perkembangannya, surat kabar Retno Doemilah diketahui terbit di Djocjakarta (lihat De Preanger-bode, 12-08-1898). Besar dugaan bahwa surat kabar Retno Doemilah telah pindah dari Soerakarta ke Djocjakarta. Ini berarti kota Djocjakarta kembali mempunyai surat kabar berbahasa Jawa sehabis semenjak diberhentikannya surat kabar Darmowarsito tahun 1880. Surat kabar berbahasa Jawa juga dikombinasikan dengan bahasa Melayu. Hal ini boleh jadi efek bahasa Melayu di Djocjakarta semakin kuat.
Pengaruh bahasa Melayu di Djocjakarta semakin berpengaruh sehubungan dengan semakin banyaknya orang-orang Tionghoa dan orang-orang Arab dari pantai utara Jawa khususnya dari Semarang memasuki wilayah Vorstenlanden untuk berdagang, lebih-lebih sehabis dioperasikannya kereta api awal tahun 1870an. Sementara itu, orang-orang Eropa/Belanda juga mengadopsi bahasa Melayu sebagai bahasa kedua. .
Pada tahun 1900 diberitakan bahwa surat kabar dwibahasa Jawa Melayu, Retno Doemilah akan beralih kepemilikan ke Firma Buning (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-12-1900). Disebutkan yang akan menjadi editor yang akan dimulai tanggal 1 Januari 1901 ialah dokter Djawa, [Wahidin] Soediro Hoesodo. Sebagaimana diketahui ibarat disebut di atas Firma Buning dimiliki oleh H Buning yang menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda, Mataran yang juga pada waktu sebelumnya juga menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa, Darmowarsito.
Langkah yang dilakukan oleh Dr. Wahidin Soediro Hoesodo dalam hal ini telah mengikuti langkah yang dilakukan oleh Dja Endar Moeda empat tahun sebelumnya di Padang. Pada tahun 1900, Dja Endar Moeda diketahui telah mengakuisisi surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat beserta percetakannya. Ibarat poepatah first in first out, Dja Endar Moeda ialah editor pribumi pertama dan Dja Endar Moeda juga menjadi pemilik surat kabar dan pemilik percetakan dari kalangan pribumi. Dja Endar Moeda tidak hanya mempunyai surat kabar Pertja Barat tetapi juga telah mendirikan dua surat kabar gres berbahasa Melayu yaitu Tapian Na Oelie (harian) dan Insulinde (bulanan) (lihat De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 02-05-1901).
Pada tahun 1902 di Medan muncul surat kabar berbahasa Melayu yang diberi nama Pertja Timor. Surat kabar ini diterbitkan oleh percetakan yang menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda, Sumatra post. Yang menjadi editor surat kabar Pertja Timor di Medan ini ialah Hasan Nasution gelar Mangaradja Salamboewe. Ini berarti bertambah lagi editor surat kabar yang berasal dari kalangan pribumi. Mangaradja Salamboewe ialah alumni Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1892 (adik kelas Dja Endar Moeda).
Pada tahun 1903 di Batavia diberitakan surat kabar berbahasa Melayu, Pewarta Betawi mengangkat seorang pribumi menjadi editor. Surat kabar Pewarta Betawi telah beralih milik kepada WJ Wijbram (mantan editor Sumatra post). Editor pribumi yang diangkat tersebut ialah Tirto Adhi Soerjo. Jumlah editor pribumi bertambah satu lagi.
Boedi Oetomo
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kedaulatan Rakjat
0 Response to "Sejarah Yogyakarta (14): Sejarah Surat Kabar Di Jogjakarta, Surat Kabar Pertama Mataram 1877; Kini, Masa Kedaulatan Rakyat"
Posting Komentar