√ Perspektif Dalam Sosiologi




Versi materi oleh Bondet Wrahatnala


Dalam masyarakat tentunya sering ditemukan beberapa pandangan yang berbeda satu sama lain. Dalam melihat kenyataan sosial atau biasa disebut dengan realitas sosial dalam masyarakat juga demikian. Penalaran atau evaluasi atas sebuah realitas umumnya dimulai dengan perkiraan (assumption), yaitu dugaan individu yang belum teruji kebenarannya. Dari asumsi-asumsi tersebut berubah menjadi perspektif, pandangan, atau paradigma. Berikut ini beberapa perspektif dalam sosiologi.


1. Perspektif Evolusionis

Perspektif ini merupakan perspektif teoretis yang paling awal dalam sosiologi. Penganutnya ialah Auguste Comte dan Herbert Spencer. Perspektif ini menawarkan keterangan yang memuaskan perihal bagaimana masyarakat insan tumbuh dan berkembang.

Para sosiolog yang memakai perspektif ini mencari referensi perubahan dan perkembangan yang muncul dalam masyarakat yang berbeda untuk mengetahui apakah ada urutan perubahan yang berlaku umum. Dalam perspektif ini secara umum sanggup dikatakan bahwa perubahan insan atau masyarakat itu selalu bergerak maju (secara linear), namun ada beberapa hal yang tidak ditinggalkan sama sekali dalam referensi kehidupannya yang gres dan akan terus dibawa meskipun hanya kecil hingga pada perubahan yang paling baru.


2. Perspektif Fungsionalis

Dalam perspektif ini, masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi dan teratur, serta mempunyai seperangkat hukum dan nilai yang dianut sebagian besar anggota masyarakat tersebut. Jadi, masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil, selaras, dan seimbang.

Dengan demikian berdasarkan pandangan perspektif ini, setiap kelompok atau forum melakukan kiprah tertentu secara terus-menerus, alasannya hal itu fungsional. Sehingga, referensi sikap timbul alasannya secara fungsional bermanfaat dan apabila kebutuhan itu berubah, referensi itu akan hilang atau berubah. Hal ini juga berarti bahwa perubahan sosial akan mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil tersebut. Namun tidak usang kemudian akan tercipta kembali keseimbangan.

Perspektif ini lebih menekankan pada keteraturan dan stabilitas dalam masyarakat. Lembaga-lembaga sosial menyerupai keluarga, pendidikan, dan agama dianalisis dalam bentuk bagaimana lembaga-lembaga itu membantu mencukupi kebutuhan masyarakat. Ini berarti lembaga-lembaga itu dalam analisis ini dilihat seberapa jauh peranannya dalam memelihara stabilitas masyarakat.

Perspektif fungsionalis menekankan pada empat hal berikut ini.
a. Masyarakat tidak bisa hidup kecuali anggota-anggotanya mempunyai persamaan persepsi, sikap, dan nilai.
b. Setiap bab mempunyai bantuan pada keseluruhan.
c. Masing-masing bab terintegrasi satu sama lain dan saling memberi dukungan.
d. Masing-masing bab memberi kekuatan, sehingga keseluruhan masyarakat menjadi stabil.

Beberapa sosiolog pendukung perspektif ini ialah Talcott Parsons, Kingsley Davis, dan Robert K. Merton. Seorang antropolog yang juga sangat mendukung perspektif ini, bahkan sanggup dikatakan sebagai pelopornya ialah Bronislaw Malinowsky (Polandia).


3. Perspektif Interaksionisme

Perspektif ini cenderung menolak anggapan bahwa fakta sosial ialah sesuatu yang determinan terhadap fakta social yang lain. Bagi perspektif ini, orang sebagai makhluk hidup diyakini mempunyai perasaan dan pikiran. Dengan perasaan dan pikiran orang mempunyai kemampuan untuk member makna terhadap situasi yang ditemui, dan bisa bertingkah laris sesuai dengan interpretasinya sendiri.

Sikap dan tindakan orang tidak dipaksa oleh struktur yang berada di luarnya (yang membingkainya) serta tidak semata-mata ditentukan oleh masyarakat. Jadi, orang dianggap bukan hanya mempunyai kemampuan mempelajari, memahami, dan melakukan nilai dan norma masyarakatnya, melainkan juga bisa menemukan, menciptakan, serta membuat nilai dan norma sosial (yang sebagian benar-benar baru). Karena itu orang sanggup membuat, menafsirkan, merencanakan, dan mengontrol lingkungannya.

Singkatnya, perspektif ini memusatkan perhatian pada interaksi antara individu dengan kelompok, terutama dengan memakai simbol-simbol, antara lain tanda, isyarat, dan katakata baik verbal maupun tulisan. Atau dengan kata lain perspektif ini meyakini bahwa orang sanggup berkreasi, menggunakan, dan berkomunikasi melalui simbol-simbol. Tokoh-tokoh yang populer sebagai penganut perspektif ini ialah George Herbert Mead dan W.I. Thomas.


4. Perspektif Konflik

Perspektif ini melihat masyarakat sebagai sesuatu yang selalu berubah, terutama sebagai akhir dari dinamika pemegang kekuasaan yang terus berusaha memelihara dan meningkatkan posisinya. Perspektif ini beranggapan bahwa kelompokkelompok tersebut mempunyai tujuan sendiri yang bermacam-macam dan tidak pernah terintegrasi.

Dalam mencapai tujuannya, suatu kelompok seringkali harus mengorbankan kelompok lain. Karena itu konflik selalu muncul, dan kelompok yang tergolong berpengaruh setiap dikala selalu berusaha meningkatkan posisinya dan memelihara dominasinya.

Ciri lain dari perspektif ini ialah cenderung memandang nilai dan adab sebagai rasionalisasi untuk keberadaan kelompok yang berkuasa. Dengan demikian kekuasaan tidak menempel dalam diri individu, tetapi pada posisi orang dalam masyarakat. Pandangan ini juga menekankan bahwa fakta sosial ialah bab dari masyarakat dan eksternal dari sifatsifat individual. Singkatnya, pandangan ini berorientasi pada studi struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial.

Ia memandang masyarakat terus- menerus berubah dan masing-masing bab dalam masyarakat potensial memacu dan membuat perubahan sosial. Dalam konteks pemeliharaan tatanan sosial, perspektif ini lebih menekankan pada peranan kekuasaan. Tokoh yang menganut perspektif ini ialah Karl Marx dan Frederich Engles.

Sumber http://www.ssbelajar.net/

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "√ Perspektif Dalam Sosiologi"

Posting Komentar