√ Teknologi Awal Masyarakat Indonesia
Versi materi oleh Marwan S
Pada kehidupan berburu dan meramu pada tahap awal, penguasaan insan terhadap teknologi masih sangat sederhana dan berkaitan bersahabat dengan kebutuhan dasar insan pada ketika itu. Setelah insan menetap di goa-goa, mereka memiliki kesempatan untuk membuatkan daya imajinasinya dan keterampilan menciptakan alat-alat.
Pembuatan alat-alat dari materi batu, kayu, maupun tulang-tulang binatang masih sangat sederhana dalam bentuk maupun cara pembuatannya. Hasil budaya fisik pada ketika itu berupa alat-alat dari kerikil oleh para mahir dianggap sebagai tahap awal dari insan menguasai satu bentuk teknologi sederhana yang disebut teknologi paleolitik. Di Indonesia, alat-alat yang terbuat dari kerikil dengan banyak sekali bentuk itu dikelompokkan dalam dua tradisi kapak perimbas dan tradisi alat serpih.
Pada tingkat permulaan budaya, insan menciptakan alat-alat yang sangat sederhana dan bahannya dari batu, tulang, duri ikan, dan kayu. Alat-alat yang terbuat dari materi kayu sukar ditemukan bekas-bekasnya lantaran kayu tidak tahan lama. Alat-alat dari zaman prasejarah itu mula-mula ditemukan di atas permukaan tanah, sehingga para peneliti tidak sanggup memastikan pada lapisan manakah asal alat-alat tersebut.
Dalam sistem berburu dan meramu ini diutamakan cara-cara memburu dan menangkap binatang dengan alat-alat yang diciptakan secara sederhana. Alatalat perburuan yang memainkan peranan penting pada masa itu, tetapi tidak sanggup ditemukan kembali lantaran sudah musnah, contohnya gada dari kayu atau tulang, tombak kayu dan jebakan-jebakan kayu. Cara-cara lain dengan menciptakan jebakan berupa lubang-lubang atau dengan cara menggiring binatang buruan ke arah jurang yang terjal. Perburuan biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil dan jadinya dibagi bersama. Kelompok berburu terdiri dari keluarga
kecil, yaitu orang pria melaksanakan perburuan dan para wanita mengumpulkan masakan (tumbuh-tumbuhan). Di samping itu, para wanita juga memelihara anak-anak. Peranan para wanita penting sekali dalam menentukan (seleksi) tumbuh-tumbuhan yang sanggup dimakan dan membimbing belum dewasa dalam meramu makanan. Setelah ditemukan penggunaan api, maka wanita menemukan cara-cara memasak makanan, memperluas pengetahuan wacana jenis-jenis tumbuh-tumbuhan yang sanggup dimakan dan cara memasaknya.
Dengan melihat ciri-ciri tertentu, alat-alat yang terbuat dari kerikil ini digolongkan menjadi empat, yaitu kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam awal. Kapak perimbas memiliki ciri-ciri antara lain bab tajamnya berbentuk cembung atau lurus dengan memangkas satu sisi pinggiran kerikil dan kulit kerikil masih menempel dipermukaan. Kapak penetak memiliki ciri-ciri ketajamannya dibuat liku-liku dengan cara penyerpihan yang dilakukan berselang-seling pada kedua sisi ketajamannya. Pahat genggam memiliki ciri-ciri tajamannya berbentuk terjal mulai dari permukaan atas kerikil hingga pinggirannya dan dibuat juga dengan cara penyerpihan. Kapak genggam awal memiliki ciri-ciri bentuknya meruncing dan kulit kerikil masih menempel pada pangkal alatnya serta tajamannya dibuat melalui pemangkasan pada satu permukaan batu.
Dari empat jenis utama kapak itu terdapat jenis-jenis lain dengan bentuk dan variasinya sendiri. Hal itu terlihat, contohnya jenis kapak perimbas tipe setrika, kura-kura, dan serut samping di tempat Punung, (Pacitan). Sementara itu, alat-alat serpih yang paling umum ditemukan memiliki ciri-ciri kerucut pukulnya menonjol dan dataran pukulnya lebar dan rata. Ciri-ciri itu digolongkan ke dalam jenis-jenis alat serpih sederhana. Temuan-temuan alat serpih di Indonesia juga menunjukkan variasinya, bahkan terdapat beberapa alat serpih yang menunjukkan teknik pembuatannya yang lebih maju.
Perkakas-perkakas kerikil yang dipakai pada masa berburu dan meramu tingkat awal ini ditemukan tersebar dibeberapa tempat, terutama daerah-daerah yang banyak mengandung materi batuan yang cocok untuk pembuatan alat tersebut. Ini menunjukkan bahwa tradisi kapak perimbas pada masa itu sudah dipakai hampir di seluruh Indonesia.
Ditemukan dua ribu alat kerikil di Kali Baksoko, kabupaten Pacitan, tempat inovasi itu ditentukan sebagai kompleks kapak perimbas dengan sebutan Budaya pacitan. Semua jenis kapak kerikil itu umumnya berbentuk besar dan cara pembuatannya kasar. Kulit kerikil masih menempel pada permukaan alat dan tajamannya berliku atau bergerigi. Sementara itu, satu jenis yang juga penting selain kapak perimbas ialah kapak genggam. Kapak genggam ini pada umumnya dibuat secara kasar, tetapi terdapat beberapa kapak yang diserpih secara teliti dan lebih halus berbentuk lingkaran atau lonjong. Daerah penyebaran kapak perimbas ini ialah di tempat Punung, Gombong, jampang kulon, dan Parigi (jawa). Di Sumatera kapak perimbas ditemukan di tempat Tambangsawah, Lahat, dan Kalianda. Di Sulawesi kapak ini ditemukan di tempat Cabbenge. Di Bali kapak ini ditemukan di tempat Sembiran dan Trunyan. Di Sumbawa kapak tersebut ditemukan di tempat Batutring. Di Flores kapak tersebut ditemukan di tempat wangka, Soa, Maumere, dan mangeruda, dan di Timor kapak perimbas ditemukan di tempat Atambua dan Ngoelbaki.
Jenis kapak perimbas ini juga ditemukan di negara-neara Asia yang lain, ibarat Pakistan, Birma, Malaysia, Cina, Thailand, Filipina dan Vietnam. Ada pula alat-alat serpih yang berukuran kecil yang diduga dipakai sebagai pisau, gurdi atau penusuk. Dengan alat itu insan purba sanggup mengupas, memotong dan mungkin juga menggali umbi-umbi.
Kapak genggam Sumatera atau pebble ditemukan tersebar di pantai timur Sumatera terutama di tempat Lhok Seumawe, Tamiang, Binjai, di bukit-bukit kerang di Aceh, dan di Sangiran Jawa Tengah. Bahan-bahan yang dipakai biasanya dari kerikil andesit yang dibuat melalui pemangkasan satu sisi atau dua sisi. Para mahir menganggap bahwa kapak genggam Sumatera ini mengikuti tradisi pembuatan kapak genggam di daratan Asia.
Dilihat dari cara pembuatannya, alat-alat kerikil yang dipakai pada masa berburu dan meramu tingkat awal digolongkan menjadi dua. Pertama, disebut tradisi kerikil inti, pembuatan alat dilakukan dengan cara pemangkasan segumpal kerikil atau kerakal untuk memperoleh satu bentuk alat, contohnya kapak perimbas, kapak genggam, atau kapak penetak. Kedua, disebut tradisi serpih yaitu alatalat kerikil yang dibuat dari serpihan atau pecahan-pecahan batu. Alat-alat serpih ini ditemukan bahu-membahu dengan kapak perimbas atau alat-alat kerikil lainnya dan ditemukan secara terpisah. Di beberapa tempat ibarat Sangiran (Jawa Tengah) atau di Sagadat (Timor) alat-alat serpih menjadi unsure pokok perkembangan budaya masyarakat waktu itu.
Tradisi alat-alat serpih yang berkembang pada masa berburu dan meramu tingkat awal bentuk alat-alatnya masih sederhana. Pada masa berikutnya, terutama ketika insan sudah menetap sementara di goa-goa, tradisi alat serpih menjadi penting dan menjadi perkakas utama dalam kehidupan seharihari. Bentuknya pun beraneka ragam dan teknik pembuatannya lebih maju dibanding masa sebelumnya. Ketika materi dasar dari alat serpih yang berupa batuan obsidian mulai digunakan, alat-alat ini memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia.
Tradisi alat serpih ini persebarannya juga luas. Di Jawa misalnya, alat serpih ditemukan di tempat Punung, Gombong, Jampangkulon, Parigi, Sangiran, dan Ngandong. Sedangkan di Sumatera, alat serpih hanya ditemukan di tempat Lahat. Di Sulawesi alat serpih tersebut ditemukan juga di satu tempat Cabbenge. Di Sumbawa alat serpih tersebut ditemukan di tempat Wangka, Soa, dan Mangeruda. Di Timor alat serpih tersebut ditemukan di tempat Atambua, Ngoelbaki, Gassi Liu, dan Sagadat.
Pembuatan alat dengan memakai materi tulang dan tanduk agaknya pada masa berburu dan meramu tingkat awal ini masih sangat terbatas. Hal itu terlihat dari temuan alat-alat yang hanya ada di satu tempat, yakni di Ngandong. Alat-alat dari tulang ini biasanya dipakai untuk sudip atau mata tombak yang bergerigi di kedua sisinya. Sedangkan alat-alat dari tanduk menjangan kemungkinan dipakai untuk mengorek tanah lantaran di bab ujung terdapat runcingan. Pembuatan alat dari tulang dan tanduk ini terus berlanjut ketika insan sudah menetap di goa-goa. Bahkan dari beberapa temuan terdapat alat tanduk yang sudah dihaluskan.
Sumber http://www.ssbelajar.net/
0 Response to "√ Teknologi Awal Masyarakat Indonesia"
Posting Komentar