Sejarah Menjadi Indonesia (20): Detik-Detik Serah Terima Kedaulatan Indonesia, Jakarta 3 Januari (1950); Usaha Belum Selesai!
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Pemerintah Kerajaan Belanda tidak pernah benar-benar menunjukkan sepenuhya kedaulatan Indonesia kepada seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah Kerajaan Belanda hanya menunjukkan kedaulatan itu kepada RIS (Republik Indonesia Serikat). RIS sendiri ialah konsep bernegara Indonesia yang nyata-nyata dirancang oleh Belanda. RIS dalam hal ini boleh dikatakan Republik Indonesia ialah Republik Indonesia ala Belanda, bukan Republik Indonesia sebagaimana diperjuangkan oleh p0juang Republik Indonesia selama ini.
Soekarno tiba dari Jogja di Jakarta, 2 Januari 1950 |
Tanggal 27 Desember 1949 ialah tanggal yang diperjanjikan di dalam perjanjian KMB perihal ratifikasi kedaulatan Indonesia oleh Belanda (baca: bukan ratifikasi kedaulatan Republik Indonesia). Sementara itu serah terima juga berlangsung pada tanggal 27 Desember 1949 di Jakarta dan di banyak sekali daerah. Presiden Soekarno dan para Republiken lainnya lebih menentukan berdiam di Jogjakata. Perdana Menteri Mohamad Hattta tiba kembali di tanah air pada tanggal 3 Januari 1950 di Jakarta. Presiden Soekarno dan para tamu negara hadir di bandara Kemajoran menyambut Mohamad Hatta dan rombongan. Peristiwa di bandara Kemajoran ini jarang diperhatikan dalam sejarah Indonesia.
Lalu apakah persoalannya telah selesai? Tidak. Bagi Pemerintah Belanda sudah selesai tetapi usaha Republik Indonesia belum selesai. RIS ialah semacam hub atau mediator. Ibarat transaksi uang elektronik, acount kita tidak eksklusif terhubung dengan account orang lain tetapi hubungannya melalui ‘account’ pihak ketiga. Uang kita sudah keluar masuk ke pihak ketiga, dan pihak kedua mendapatkan uang kita dari pihak ketiga. Pihak ketiga mendapatkan jasa dari layanan ini. Demikian juga Pemerintah Belanda tidak pernah terhubung dengan Pemerintah RI, demikian sebaliknya. Pihak ketiga dalam hal ini sanggup drepresentasikan sebagai RIS, suatu konsep negara yang diinginkan Pemerintah Belanda tetapi tidak disukai oleh Pemerintah RI. Oleh sebab yang merancang ialah Pemerintah Belanda maka akan menerima banyak manfaat di dalam bentuk negara RIS. Satu hal yang dibedakan (dipisahkan) dalam konsep RIS ialah status Irian Barat. Pemerintah Republik Indonesia melihat Irian Barat ialah penggalan integral usaha Republik Indonesia. Bagi Pemerintah Republik Indonesia mulai menyadari RIS ialah penghalang untuk membentuk Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh sebab itu Pemerintah Republik Indonesia masih harus berjuang demi NKRI dengan berusaha membubarkan RIS. Perjuangan Republik Indonesia untuk menyatukan seluruh Indonesia gres tercapai dan diproklamasikan pada tanggal 18 Agustus 1950. Proklamasi ini merupakan proklamasi kedua yang dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia: Tanggal 17 Agustus 1945 ialah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI); tanggal 18 Agustus 1950 ialah Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NK)RI.
Serah Terima Kedaulatan Indonesia (RIS): Den Haag 27 Desember 1949
Di atas langit masih ada langit. Sejak proklamasi Kemerdekaan (Republik) Indonesia pada tangga 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno tidak pernah menciptakan perjanjian dengan (Pemerintah) Belanda. Yang menciptakan dan menandatangani perjanjian ialah Soetan Sjahrir (Linggarjati); Amir Sjarifoeddin Harahap (Renville); Mohamad Roem (Roem-Royen) dan Mohamad Hatta (KMB). Presiden Soekarno seakan mempunyai perjanjian sendiri dengan dirinya, yakni berjanji dengan rakyat Indonesia. Perjanjian Presiden Soekarno dengan rakyat tersebut sanggup ditafsirkan sebagai Perjanjian Republik Indonesia (RI) dan Perjanjian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebaliknya Pemerintah Belanda tidak menginginkan perjanjian dengan Soekarno. Yang diinginkan Pemerintah (Hindia) Belanda ialah mengasingkan Soekarno. Pengasingan pertama tahun 1934-1942 ke Flores dan Bengkoeloe; yang kedua pada tanggal 22 Desember 1948 hingga 6 Juli 1949 ke Brastagi dan Parapat; yang ketiga mulai tanggal 27 Desember 1949 sebagai Presiden RIS.
Hasil perjanjian KMB ialah dibentuknya RIS dan dalam perkembangannya Soekarno diposisikan sebagai Presiden RIS. Untuk menjalankan Pemerintahan RIS, Mohamad Hatta menjadi Perdana Menteri. Dalam perjanjian RIS, Pemerintah Belanda mempunyai susukan eksklusif dengan Pemerintah RIS. Dalam posisi mayoritas Pemerintah Belanda di dalam RIS, Presiden Soekarno sebagai Presiden RIS dalam posisi diasingkan. Sebab Presiden RIS yang dalam hal ini Presiden Soekarno diberikan penghargaan tetapi hanyalah simbol negara (minim campur tangan dalam pemerintahan).
Presiden Soekarno tidak membutuhkan penghargaan dari Belanda dan juga tidak ingin dijadikan hanya sekadar simbol negara tanpa melaksanakan apa-apa. Soekarno ialah Soekarno, berjuang dengan caranya sendiri. Soekarno tidak membutuhkan Belanda, bahkan Soekarno hanya menginginkan Belanda hengkang dari bumi Indonesia. Pemerintah Belanda dalam dilema. Pemerintah Belanda tetap berhadapan dengan Revolusioner sejati.
Sejak dipulangkan dari pengasingan di Parapat, selama proses KMB dan penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Pemerintah Belanda, Soekarno tetap berada di Jogjakarta: wait and see. Dalam proses serah terima kedaulatan Indonesia yang melakukannya di Belanda ialah Mohamad Hatta (Perdana Menteri RIS); di Jakarta ialah Soeltan Hamengkoeboewono (Menteri Pertahanan RIS); di Jogjakarta ialah Pakoe Alam (Pemimpin Daerah); dan di kawasan lain.
Setelah semua serah terima beres, Soekarno yang diposisikan sebagai Presiden RIS berangkat ke Jakarta pada tanggal 28 Desember 1949. Boleh jadi Soekarno berat meninggalkan Jogjakarta, sebab di Jakarta hanyalah sekadar Presiden RIS. Namun setibanya di Jakarta, Soekarno disambut sangat meriah oleh massa bukan sebagai Presiden RIS tetapi sebagai Presiden RI.
Pada detik-detik apa yang disebut penyerahan kedaulatan Indonesia inilah kita bisa membayangkan perasaan Ir. Soekarno, sebagai seorang Revolusioner Indonesia sejati. Ir. Soekarno di Jogjakarta yang mungkin ditemani para pemimpin revolusioner Indonesia lainnya hanya berada di istananya sendiri (eks bangunan utama Belanda di Jogjakarta). Mohamad Hatta di Den Haag mewakili RIS, Soeltan Hamengkoeboewono di Djakarta juga mewakili RIS. Pakoe Alam di Jogjakarta mewakili RIS atau kesultanan Jogja?
Beberapa hari sebelumnya Presiden Soekarno berbicara kepada beberapa ratus pemimpin Mohammad dan memberikan seruan kepada orang-orang Mohammad dan Nasrani untuk bekerja sama membangun Indonesia. Sebagai presiden, katanya, saya mengambil perilaku yang tidak memihak terhadap semua denominasi. Dia menyatakan bahwa tenaga kerja dan kepercayaan diri diharapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Soekarno mengulangi klaim Indonesia terhadap Irian Barat. Sebelum matahari terbenam untuk terakhir kalinya pada tahun 1950, Irian Barat harus berada di dalam kedaulatan Indonesia (lihat Algemeen Handelsblad, 03-01-1950).
Keadaan menjadi terbalik ketika tanggal 3 Januari 1950 Perdana Menteri RIS Mohamad Hatta tiba di bandara Kemajoran. Presiden Soekarno dan para tamu tiba menyambut kedatangan. Setelah mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya, Perdana Menteri Mohamad Hatta mengusut barisan penjaga kehormatan (lihat Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant en Vrije Twentsche courant, 03-01-1950). Presiden Soekarno hanya hadir sebagai penjemput. Setelah upacara penyambutan di bandara usai, Mohamad Hatta dengan kendaraan beroda empat Presiden Soekarno ke istana (Istana Negara atau Istana Rijswijk). Saat sebelum menaiki kendaraan beroda empat pers menanyakan Mohamad Hatta perihal apakah Irian Barat akan segera ditangani. Mohamad Hatta hanya menjawab ‘Ada perkara mendesak lainnya’.
Dalam situasi dan kondiri kritis ini bahu-membahu ada dua matahari di bumi Indonesia. Pemerintah (Kerajaan) Belanda yang diwakili Perdana Menteri Drees dan Ir. Soekarno yang mewakili seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali (termasuk Irian Barat). Mohamad Hatta yang dari sudut pandang Pemerintah (Kerajaan) Belanda hanyalah mewakili RIS dalam posisi terjepit. Kepemimpinan Perdana Menteri Mohamad Hatta menjadi terdevaluasi sendiri, meski dianggap sebagai matahari di mata para kelompok federalis tetapi di mata kelompok Republiken Mohamad Hatta hanya sebagai bulan purnama di tengah gelap gulita (mampu menerangi tetapi tidak sepenuhnya). Lihat (foto di atas) bagaimana sambutan rakyat di Jakarta ketika kedatangan Ir. Soekarno dari Jogjakarta pada tanggal 28 Desember 1949 (segera sehabis Soeltan Hamengkoeboewono mendapatkan kedaulatan Indonesia dari Belanda di Jakarta).
De vrije pers : ochtendbulletin, 16-01-1950 |
Seperti diduga Pemerintah Belanda meski Pemerintah RIS sudah diserahkan tetapi Pemerintah Belanda tetap berusaha mendominasi. Ini teungkap ketika diadakan konferensi di masing-masing kementerian. Ada upaya dari Pemerintah Belanda untuk menghalangi keterlibatan kelompok Republik Indonesia dalam konferensi. Anehnya para pemimpin RIS terkesan tak berdaya.
Dalam kondtruksi Pemerintahan RIS, kepala ialah Presiden yang tidak sanggup diganggu gugat; para menteri pemerintah sentra yang dipimpin Perdana Mentero bertanggung jawab. Parlemen terdiri dari Senat, yang masing-masing sub-regional mendelegasikan dua wakil ke Perwakilan Rakyat (parlemen) yang terdiri dari 150 anggota. Sebanyak 50 anggota berasal dari Republik Indonesia beribukota di Djokjakarta dan 100 anggota ditunjuk oleh orang-orang sub-regional lainnya. RIS mempunyai pasukan, angkatan udara dan armadanya sendiri. Perjanjian khusus memungkinkan Pemerintah Belanda memainkan tugas penting dalam membangun perlawanan ini. Berkenaan dengan statuta Unie, kolaborasi antara Belanda dan RIS dinyatakan dengan perjanjian sukarela yang sanggup diakhiri oleh masing-masing pihak yang akan menetapkan kekerabatan antara Belanda dan Indonesia.
Dalam konferensi Unie yang diadakan pada masing-masng kementerian yang diadakan pada bulan Maret 1950 tidak seorang pun dari anggota DPR (RI) disertakan dan terkesan dihalang-halangi. (Pemerintah) Belanda keberatan dengan anggota DPR dalam konferensi Unie dan protes perwakilan rakyat (parlemen) melalui surat yang pada dasarnya DPR kami benar-nbenar tidak diakui sebagai DPR (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-03-1950). Perbedaan pandangan inilah yang kemudian bergeser dan munculnya mosi integral Republik Indonesia di parlemen.
Di DPR perkara ini dibahas. Protes terhadap konferensi Unie tersebut dibacakan. Sejumlah anggota memberikan pendapat dan meminta ketua DPR (Mr. Satono) sebagaimana disampaikan Djaswadi Soeprapto untuk meminta pertanggungjawaban Pemerintahan RIS terhadap insiden menyedihkan ini. Mohamad Natsir menyatakan bahwa jikalau Majelis (parlemen) harus menanggapi insiden menyedihkan ini, ia harus melakukannya dengan martabat dan kehormatan parlemen. Seseorang seharusnya tidak melebih-lebihkan dan mengambil tindakan kebijakan. Mr. Iwa Kusumasumantri menganggap insiden itu merupakan pelanggaran kehormatan negara. Dengan ini, DPR belum diakui sebagai DPR konkret dan rakyat Indonesia tersinggung oleh ini. Saya mendukung ajuan Pak Djaswadi Soeprapto. Ketua (parlemen) Sartono mengusulkan untuk mengirim surat kepada pemerintah RIS yang berisi protes dari Majelis. Usulan ketua diterima oleh sidang pertemuan. Sebelumnya dari pihak (Pemerintah) Belanda menyatakan bahwa delegasi Belanda (dalam konferenso) berpandangan bahwa: 1. Anggota DPR sanggup berpartisipasi dalam konferensi sebagai penasihat atau sekretaris, tetapi tidak sebagai anggota parlemen; 2. Konferensi ialah perundingan antara dua pemerintah (Belanda dan RIS); 3. Konferensi mempunyai abjad yang sangat berbeda dari RTC [Ronde Tafel Conferentie atau Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag 23 Agustus - 2 November 1949.
Laporan-laporan DPR (berasal dari RI) bermunculan menyerupai Lukman Wiriadinata tidak mempunyai kesempatan untuk menghadiri konferensi yang diadakan di Kementerian Kehakiman sebab ada keberatan dari pihak Belanda sebagaimana yang diinformasikan oleh sekretaris umum kementerian (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 31-03-1950). Mr Moestapha juga menyatakan bahwa beliau tidak sanggup menghadiri konferensi yang diadakan di sekretariat Perdana Menteri sebab ada keberatan dari pihak Belanda. Ketika ditanya apakah ia dihentikan menghadiri pertemuan sebagai pengamat dari parlemen, Tuan Mustapha mendapatkan balasan dari Maria Ulfah Santosa: ‘Anda belum ditolak, tetapi diminta untuk tidak hadir. Mr. Mustapha mendapatkan pernyataan tertulis dari Ny. Maria Ulfah bahwa beliau tidak sanggup menghadiri pertemuan. Mohamad Jamin menyatakan bahwa tidak ada anggota Majelis (aprlemen) yang terlihat di pertemuan Komite Irian. Laporan-laporan inilah yang juga memperkuat Mr. Sartono mengirim surat ke Pemerintah RIS.
Di dalam Pemerintahan RIS, Pemerintah Belanda (paling tidak hingga konferensi di banyak sekali kemernterian) telah membuka front sendiri. Anggota DPR (yang berasal dari RI) menyikapi front (pemerintah) Belanda ini dengan menyatakan rakyat Indonesia tersinggung. Pemerintahan RIS (yang dipimpin Perdana Menteri Mohamad Hatta) harus mempertanggungjawabkan.
Trouw, 03-04-1950: ‘Konferensi Unie, berdasarkan kedua pihak (Belanda dan RIS) berjalan memuaskan. Konferensi tingkat menteri Unie Belanda-Indonesia, yang diadakan di Jakarta pada minggu terakhir, berakhir pada Sabtu sore. Setelah konferensi, Perdana Menteri (RIS) Mohamad Hatta sebagaimana dinyatakan oleh menteri Belanda Van Maarseveen berakhir dalam suasana yang menyenangkan, sebuah komunike bersama telah dikeluarkan perihal hasil yang dicapai yang dicatat secara tertulis dan dikonfirmasi dengan tanda tangan. Sebagian besar pekerjaan yang telah dilakukan masih menghasilkan sejumlah komite untuk dibentuk. Dengan demikian, sebab solusi selesai untuk perkara ini tidak sanggup diselesaikan pada konferensi pertama ini, diputuskan untuk membentuk komite studi bersama untuk Papua. Komite ini (nanti) dimana masing-masing dari dua negara (Belanda dan RIS) mempunyai 3 anggota akan melaporkan karenanya pada tanggal 1 Juli 1959..lebih lanjut diebutkan bahwa dalam (konferensi di Kemeneterian Pertahanan) disepakati untuk segera mendirikan misi militer Belanda sementara di Indonesia yang terdiri dari tidak lebih dari delapan ratus orang. Misi militer permanen akan dibuat sehabis pemulangan pasukan Belanda...Diputuskan bahwa Pengadilan Arbitrase akan diundang untuk segera menyusun rancangan prosedur, organisasi dan pengaturan pekerjaan pengadilan. Draf tersebut akan diserahkan ke konferensi menteri berikutnya, mungkin pada bulan September di Belanda.. Para menteri setuju bahwa solusi selesai untuk perkara Irian Barat tidak sanggup diselesaikan pada konferensi (menteri) pertama ini. Irian Barat hanya akan ditentukan kemudian,.Delegasi Belanda masih akan mempertimbangkan seruan lebih lanjut dari RIS untuk mengirim misi ke Irian Barat’.
0 Response to "Sejarah Menjadi Indonesia (20): Detik-Detik Serah Terima Kedaulatan Indonesia, Jakarta 3 Januari (1950); Usaha Belum Selesai!"
Posting Komentar