Sejarah Yogyakarta (9): Yogyakarta Jelang Pendudukan Jepang; Belanda Takut Sekali, Rangkul Madjelis Rakjat Indonesia Di Jogja
* Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Indonesia dan sejarah kota-kota di Indonesia cenderung memisahkan insiden sejarah menjadi dua: era kolonial Belanda dan masa pendudukan Jepang. Padahal ada satu sepotong masa sejarah yang kerap terlupakan yakni pada masa transisi antara era kolonial Belanda dan masa pendudukan Jepang. Pada masa transisi ini kedudukan Madjelis Rakjat Indonesia (MRI) menjadi penting bagi Belanda. Dalam suasana ketakutan Belanda meminta proteksi kepada MRI di Jogjakarta, suatu bentuk organisasi yang semenjak dari awal dimusuhinya. Belanda telah merendahkan dirinya.
Sejarah Indonesia dan sejarah kota-kota di Indonesia cenderung memisahkan insiden sejarah menjadi dua: era kolonial Belanda dan masa pendudukan Jepang. Padahal ada satu sepotong masa sejarah yang kerap terlupakan yakni pada masa transisi antara era kolonial Belanda dan masa pendudukan Jepang. Pada masa transisi ini kedudukan Madjelis Rakjat Indonesia (MRI) menjadi penting bagi Belanda. Dalam suasana ketakutan Belanda meminta proteksi kepada MRI di Jogjakarta, suatu bentuk organisasi yang semenjak dari awal dimusuhinya. Belanda telah merendahkan dirinya.
Panama Maru, 1933 |
Bagaimana bisa Belanda merangkul MRI? Itu semua alasannya yakni ketakutan Belanda yang hanya menunggu waktu untuk invasi ke Hindia Belanda. Ketakutan Belanda yang bersama-sama yakni kehilangan Hindia Belanda (baca: Indonesia) yang telah lebih dari tiga kala menjadi rumah bagi mereka. Belanda berpikir hanya MRI yang bisa melawan Jepang untuk menjaga kepentingan mereka. Lantas apakah Belanda berhasil merangkul MRI? Bagaimana selanjutnya dan apa perilaku kraton/Sultan Jogjakarta? Mari kita telusuri.
Invasi Jepang ke Hindia Belanda: Nama Indonesia Dimuliakan
Nama Indonesia alergi bagi orang Belanda. Oleha alasannya yakni itu nama Indonesia tetap mereka pertahankan dengan nama Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), suatu nama kompromi, percampuran nama usang Hindia dengan Belanda. Nama Hindia yang gres yakni Indonesia tidak diinginkan Belanda. Nama Indonesia yakni suatu nama yang ditakutkan. Sebab nama Indonesia menyatakan semangat penduduk Hindia dimana Belanda tamat. Orang Belanda sangat takut invasi Jepang, tetapi yang lebih ditakutkan yakni kehilangan Nederlandsch-Indie, kehilangan segala-galanya sehabis memilikinya berabad-abad.
Invasi Jepang sudah berada di pintu gerbang Indonesia. Warga Kota Soerabaja telah mengetahuinya ketika putri Radjamin Nasution, seorang dokter yang tengah bertugas di Tarempa, Riauw bersama suaminya mengirim surat ke Soerabaya yang dimuat surat kabar Soeara Oemoem yang dikutip oleh Indische Courant, 08-01-1942.
Tandjong Pinang, 22-12-194l.
Dear all. Sama ibarat Anda telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang kala hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi saya tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.
Hari Kamis, daerah kami dievakuasi….cepat-cepat saya mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang tiba kembali. Mereka tiba setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, alasannya yakni pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.
Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan daerah insiden dengan memakai sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut….. Di Tanjong Pinang akhirnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya...Saya menerima telegram Kamis 14 Desember biar menuju Tapanoeli...Saya mempunyai Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.
Penyerangan oleh Jepang dimulai dengan pengeboman di Filipina dan Malaya/Singapura. Pemboman oleh Jepang di Tarempa merupakan cuilan dari pengeboman yang dilakukan di wilayah Singapura. Tarempa sangat akrab dari Singapura. Orang-orang Belanda di Indonesia mulai panik. Perang Dunia II di Eropa telah bergeser ke Asia-Pasifik dan hanya menunggu waktu di Indonesia.
Bataviaasch nieuwsblad, 29-01-1942 |
Untuk tetap mempertahankan Nederlandsch-Indie hanya satu-satunya cara yakni dengan merangkul MRI. Suatu tindakan yang sangat rendah dan merendahkan diri. Namun bangsa Indonesia sudah sangat muak dengan Belanda. Kedatangan Jepang yakni cara gampang bagi Indonesia untuk mengentaskan Belanda. Para revolusioner Indonesia telah mempersiapkannya semenjak 1933.
Tunggu deskripsi lengkapnya
0 Response to "Sejarah Yogyakarta (9): Yogyakarta Jelang Pendudukan Jepang; Belanda Takut Sekali, Rangkul Madjelis Rakjat Indonesia Di Jogja"
Posting Komentar