#Kerjaitumain Menulis Lebih Baik – Astri Apriyani
Bagi yang tidak suka menulis, pekerjaan menuangkan pikiran dalam kata-kata menyerupai hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Bagi para penulis sendiri, bahkan, ada masa ketika pandangan gres tidak muncul, kebuntuan melela, dan di simpulan hari, lembaran putih tetap kosong tidak ada isinya.
Buat Pramoedya, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis yaitu bekerja untuk keabadian.” Menulis menyerupai membuat prasasti ihwal diri kita yang jejaknya bisa dilihat bertahun-tahun kemudian. Membuat kita merasa ada.
Saya pribadi, jauh sebelum tahu Pram, sudah gemar menulis. Sejak SMA, pelajaran Bahasa Indonesia jadi salah satu studi favorit. Mengarang, terutama. Hingga kemudian, saya berguru menulis lewat sekolah di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Menulis kemudian menjadi vitamin jasmani dan rohani. Bagi jasmani, menyebabkan badan bergerak terus selama mencari ide, hingga otak berputar alasannya mencerna kreativitas, kemudian jantung berdebur alasannya adrenalin yang terpacu setiap kali semangat menulis menumpuk. Sementara, bagi rohani, menulis apa yang ada dalam pikiran dan dalam hati membuat jiwa lebih tenang.
Menulis kemudian jadi napas bagi saya. Menjadi sumber pendapatan. Menjadi sofa empuk kawasan mengadu. Menjadi apa pun yang menenangkan. Seperti hidup, ilmu pun sebisa mungkin jangan berhenti tumbuh dan berkembang.
Saya selalu percaya, kita ini sebenarnya yaitu murid seumur hidup. Tidak akan pernah berhenti belajar. Soal menulis pun begitu. Karena itu, saya mengikuti aneka macam kursus, banyak ngobrol dengan orang-orang hebat, juga banyak membaca, sehingga jadi menyerupai diri saya kini.
Nah, alasannya menyebarkan itu menyenangkan, saya akan menyebarkan beberapa tips biar kemampuan menulis kita semakin membaik.
Menulislah Sering-sering dan Selalu
Salah satu mitra #AcerExplorer dari jadwal #KerjaItuMain-nya Acer Indonesia dan Intel Indonesia pernah sekali bertanya pada saya,, bagaimana cara supaya tulisannya bagus? Langkah-langkahnya bisa jadi panjang, tapi yang terpenting yaitu menulislah, mulai dari sekarang, detik ini juga.
Menulis, berdasarkan saya, menyerupai mempelajari bahasa. Jika tidak dilatih, akan kaku, kemudian terlupakan. Oleh alasannya itu, menulislah setiap hari atau dalam waktu yang berkala. Bukankah latihan pangkal kesempurnaan?
Jika merasa tidak tahu hendak menulis apa, saya biasanya menulis apa saja yang muncul di otak saya. Bisa hanya goresan pena xxxxshhhgashashjshjkahskjatehuhahhak, atau jikalau ketika itu sedang kepikiran komik favorit, saya bakal menuliskan nama-nama karakternya saja; Monkey D. Luffy, Roronoa Zoro, Nami, Chopper, Sanji, Nico Robin, Franky, dan lain-lain.
Kadang-kadang, ketika tiba pandangan gres yang membuncah ihwal sebuah topik, saya akan eksklusif saja menuliskannya hingga habis. Menulis terus, tanpa dilihat-lihat. Jika sudah selesai, gres dilihat kembali dari atas dan diedit atau ditambah-tambahkan.
Outline, Outline
Sebelum menulis, buatlah outline dari pandangan gres yang hendak kita realisasikan dalam tulisan. Outline membantu kita untuk tetap dalam jalur pembahasan, dan tidak melebar ke mana-mana.
Sama menyerupai kerangka karangan, outline menjabarkan satu per satu potongan dalam tulisan. Mulai dari apa yang ingin kita tulis dalam pembukaan, apa isinya (mengenai konflik dan permasalahan), dan apa yang ingin kita masukkan dalam penutup. Outline juga membuat kita selalu sadar akan angle yang kita pilih.
Tulis Ide Segera
Bicara soal ide, ketika ia muncul di benak, segera tuliskan. Entah tulis di buku jurnal kesayangan, atau di ponsel. Lalu simpan. Ide-ide sebrilian apa pun kerap terlupakan, dan ketika ingin diingat-ingat, tidak lagi bisa kembali. Maka itu, eksklusif tulis begitu muncul di kepala. Jangan tunda-tunda.
Perhatikan Kalimat
Saya pribadi kerapkali terjebak pada kalimat yang berbunga-bunga dan panjang. Banyak yang mengatakan, diksi indah jadi kekhasan saya. Tapi, banyak juga yang bilang, bahasa berbunga-bunga ini harus diefektifkan. Selama menjadi jurnalis, kalimat berbunga-bunga memang bukan anak emas. Kalimat panjang membuat pesan yang ingin disampaikan jadi rancu atau bias. Tidak sangkil, dan tidak mangkus.
Karena itu, ini menjadi salah satu poin penting bagi saya pribadi dan bagi kau yang ingin menulis lebih baik lagi. Gunakanlah kalimat pendek, lagi kuat.
Kalimat Naratif
Saya bukan orang yang gemar pada tulisan=tulisan kaku. Oleh alasannya itu, saya menyempatkan diri untuk berguru menulis dengan gaya jurnalisme sastrawi. Kalau masih absurd dengan frase “jurnalisme sastrawi”, mungkin bisa mengintip tulisan-tulisan karya Truman Capote atau Andreas Harsono.
Jurnalisme sastrawi memakai cara penulisan menyerupai dalam karya sastra. Alih-alih memakai kalimat yang kaku menyerupai dalam jurnal penelitian, kita bisa menulis dengan kalimat naratif yang lebih menarik dibaca.
Buat Jadwal Rutin
Jika kau yaitu penulis fulltime di kantor, jadwal menulis sudah tidak bisa diganggu gugat. Semua sudah terencana sesuai sasaran goresan pena setiap harinya. Yang berbahaya justru para penulis lepas. Berbahaya alasannya kita tidak mempunyai deadline yang menekan, semenekan bos, katakanlah. Hal yang seringkali terjadi pada para penulis lepas yaitu penyerahan pekerjaan yang molor alasannya tidak bisa mengatur waktu dengan baik.
Bagi saya, untuk bisa membuat segala deadline terpenuhi tepat waktu, yaitu mempunyai jadwal menulis harian. Tidak menulis di saat-saat terakhir atau di ketika jatuh tempo. Semakin menumpuk pekerjaan, semakin tidak maksimal hasil simpulan pekerjaan kita. Karena itu, biasakan bekerja (menulis) setiap hari sesuai waktu yang paling nyaman berdasarkan tiap kita. Ada orang yang lebih nyaman dan produktif untuk menulis di pagi hari. Ada yang bahkan lebih fokus menulis di tengah malam. Bebas saja. Asalkan jadwal tersebut ditaati.
Grammar Nazi
Bukan, bukan alasannya saya lulusan Sastra Indonesia lantas begitu peduli terhadap ketentuan penulisan yang sesuai dengan Ejaan yang Disempurnakan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, atau SPOK. Tulisan tidak akan pernah lezat dibaca jikalau grammar-nya berantakan. Dalam bahasa Indonesia, misalkannya, sudah bukan lagi zamannya kita salah menuliskan kata peduli dengan perduli, di depan dengan didepan, atau kapan memakai koma, titik, titik koma, apostrof, dan sebagainya.
Baiklah, mungkin tidak semua orang memahami grammar mana yang benar dan salah. Atau, beberapa orang terlalu menggantungkan diri pada editor bahasa yang akan mengedit goresan pena mereka, sehingga mereka merasa sah saja untuk menulis berantakan. Tapi, sekali lagi, bukankah kita yaitu murid seumur hidup? Jika tidak tahu, maka cari tahu. Dan, jikalau malas, maka binasa.
Tidak perlu menjadi grammar nazi. Setidaknya, kita mau berguru untuk tahu mana yang salah dan benar, kemudian mengaplikasikannya dalam goresan pena kita.
Menyingkirkan Gangguan
Saya pribadi tahu diri kalau sedang banyak pekerjaan, tidak bakal memulai atau bahkan memikirkan untuk membuka file di folder berjudul Grey’s Anatomy di laptop. Saat ini, serial tersebut yaitu distraksi terbesar saya. Yang semula berniat hanya ingin menonton satu episode, berakhir dengan satu musim, lengkap dengan mata sembap dan wajah bengkak-bengkak alasannya sedih.
Kenali diri sendiri. Jangan pernah mendekat dari hal-hal yang menjadi gangguan untuk diri kita. Apa pun itu bentuknya. Sebab, di simpulan hari, bisa jadi lembaran kertas putih akan tetap putih, dan deadline tidak terpenuhi.
Banyak Baca
Belajar tidak hanya dari kamus, tapi juga dari para penulis lain. Oleh alasannya itu, banyak-banyaklah membaca. Tidak hanya mendapat banyak ilmu tambahan, pengetahuan kita juga semakin kaya seiring dengan semakin banyak kita membaca. Baik itu ihwal rujukan kata, hingga gaya penulisan. Hanya saja, kita harus hati-hati. Jangan hingga terjebak pada plagiarisme.
Hindari Kesalahan yang Biasa Dilakukan
Saya sudah mengakui sebelumnya, bahwa kelemahan saya yaitu kalimat yang kerapkali berbunga-bunga. Untuk penulisan fiksi, gaya ini mungkin malah menjadi kelebihan saya; dengan detail, perasaan, dan kalimat yang berjiwa. Tapi, untuk goresan pena jurnalistik, kalimat yang terlampau panjang itu tidak efektif.
Saya menyadari hal ini. Karena itu, yaitu kiprah saya untuk tidak mengulangi kesalahan yang biasa saya lakukan. Caranya, pertama, terperinci sadar apa yang saya tulis; apakah karya fiksi atau jurnalistik. Kedua, lebih peka ketika pengeditan. Ya, setiap kali selesai menulis, penulis yang baik akan membaca lagi tulisannya, kemudian mengedit ejaan, tanda baca, hingga efektivitas kalimat. Biasanya, ini ketika saya memotong banyak bunga-bunga pada kalimat saya.
Sekian tips dari saya untuk bekal meningkatkan kemampuan menulis kamu. Semoga bermanfaat. Selamat menulis!
Sumber https://www.acerid.com
0 Response to "#Kerjaitumain Menulis Lebih Baik – Astri Apriyani"
Posting Komentar