√ Sikap Konsumen Di Indonesia Jadi Satu Penyebab 7-Eleven Bangkrut
Baru-baru ini nasib naas dialami oleh raksasa toko ritel 7-Eleven yang di tahun 2009 memulai debut karirnya di Indonesia. Meski PT Modern Internasional Tbk melalui anak usahanya PT Modern Sevel Indonesia (MSI) bisa mencetak penjualan hingga Rp 1 triliun di tahun 2012, nyatanya pada 30 Juni 2017 Gerai 7-Eleven resmi menutup puluhan gerainya di Indonesia.
Sejumlah pihak menilai penutupan ini terjadi sebab aneka macam faktor, mulai dari internal maupun eksternal, salah satunya tanggapan sikap konsumen di Indonesia. Dilansir dari Liputan6.com, Rhenald Kasali, Akademisi dan praktisi bisnis angkat bicara mengenai penutupan gerai 7-Eleven di Indonesia.
Perilaku Konsumen Indonesia, Nongkrong Berjam-jam Modal Sebotol Minuman
Ia menilai ada aneka macam faktor sanggup menciptakan bisnis alami kemunduran. Terkait penutupan gerai 7-Eleven ada kabar yang menyebutkan jikalau bisnisnya terlalu cepat besar, tidak merespons kebijakan, dan konsep nongkrong yang gagal.
“Mereka menyediakan kemudahan wifi, aneka macam macam makanan ringan, dan kopi. Fasilitas ini mendorong sikap konsumen terutama anak muda betah nongkrong di gerai 7-Eleven. Konsep ini pula yang menciptakan sejumlah minimarket lainnya menggandakan model bisnis 7-Eleven, meski kini justru gagal diterapkan oleh pencetusnya,” ujarnya.
Sepaham dengan Rhenald, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani menilai tutupnya 7-Eleven sebab konsep bisnis yang kurang sesuai dengan sikap konsumen di Indonesia.
data-ad-client="ca-pub-6037247388376359"
data-ad-slot="5485024081"
data-ad-format="link">
Apalagi dengan marjin laba yang tipis 1 sampai 3 persen, pembeli bisa nongkrong berjam-jam hanya dengan membeli satu produk. Sementara biaya sewa toko besar dan tidak bisa ditutupi dari hasil penjualan.
“Bisnis modelnya kurang sempurna sebab marjin ritel itu cuma 1 sampai 3 persen, mestinya in-out cepat. Bukan cuma beli roti satu, kemudian duduk hingga berjam-jam. Sedangkan biaya sewa ruangan besar,” papar Rosan.
Bahkan pendapat ini juga diamini oleh Arifin, salah seorang juru parkir di gerai 7-Eleven yang berlokasi di Jakarta. Ia mengungkapkan bahwa toko tersebut memang selalu ramai, namun ternyata pelanggan tidak banyak membeli.
”Mereka tiba hanya untuk nongkrong dan menikmati Wi-Fi. Biasanya pembeli akan membawa laptop dan bertahan berjam-jam dengan hanya membeli sebuah minuman,” ucap Arifin, dikutip Nikkei.com.
Tentu pendpatan yang diterima 7-Eleven tak bisa menutupi biaya operasional ibarat listrik, Wi-fi, dan sewa daerah yang cukup mahal sebab hampir semua gerai 7-Eleven sengaja dibuka dengan bangunan besar.
Sampai pada akhirnya, taktik pemasaran modern ini tak cukup berpengaruh untuk bertahan menghadapi munculnya para pesaing. Khususnya sehabis Alfamart dan Indomaret mulai mengatakan konsep yang ibarat dengan 7-Eleven. Tentu kedua jaringan ritel ini bisa dengan cepat mengalihkan pelanggan 7-Eleven.
Model Bisnis 7-Eleven Masih Terkendala Perizinan
Selain sikap konsumen di Indonesia yang kurang sesuai dengan model bisnis 7-Eleven, Rhenald Kasali juga beropini tugas regulator juga mempengaruhi perkembangan bisnis ibarat 7-Eleven. Pasalnya, 7-Eleven tidak hanya bisnis ritel tapi juga menyediakan makanan cepat saji dan daerah nongkrong. Makara para pelaku perjuangan dalam hal ini administrasi 7-Eleven di Indonesia harus mempunyai izin untuk menjalankan bisnis ritel dan restoran.
“Desain konsep bisnis 7-Eleven menjadi masalah. Kementerian A bilang boleh, tapi kementerian B tidak boleh. Kementerian ini ingin menerapkan hukum dengan lainnya ibarat ritel besar-besar yang tidak ada restorannya,” ungkapnya ketika dihubungi Liputan6.com.
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-6037247388376359"
data-ad-slot="7037953167">
Melihat kasus ini, Rhenald menuturkan semoga kedepannya regulator di Indonesia juga seharusnya lebih terbuka dan mengatakan ruang bagi pemain baru. Ini semoga pemain gres juga mendapat daerah dan membuka peluang usaha. Disamping itu, Rhenald juga mengharapkan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) benar-benar dilaksanakan oleh pemerintah untuk memudahkan proses pengurusan izin usaha.
Kendati begitu, kebangkrutan 7-Eleven di Indonesia bukan menjadi menandakan lesunya bisnis ritel modern. Karena hingga ketika ini bisnis ritel modern yang sesuai dengan huruf masyarakat, justru semakin ramai dikunjungi pelanggan.
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
0 Response to "√ Sikap Konsumen Di Indonesia Jadi Satu Penyebab 7-Eleven Bangkrut"
Posting Komentar