Sejarah Jakarta (48): Sejarah Istana Negara Dan Istana Merdeka Di Koningsplein; Istana Gubernur Jenderal Di Lapangan Monas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
 

Banyak istana di Indonesia tetapi hanya beberapa buah istana negara (istana kepresidenan) dan hanya satu buah Istana Merdeka. Kembaran Istana Negara yang berada di Lapangan Monas inilah yang disebut Istana Merdeka, tempat Presiden Republik Indonesia bekerja. Apakah sebab fungsinya yang berbeda, kemudian letak Istana Negara menghadap ke utara di sisi jalan Veteran, sementara Istana Merdeka menghadap ke selatan di sisi Lapangan Monas (dulu disebut Koningsplein). Istana Negara ini dulu di periode Pemerintah Hindia Belanda disebut Hotel (istana) Gubernur Jenderal.

Istana Gubernur Jenderal di Koningsplein (Rijswijk-Noordwijk, 1740)
Bayangkan di masa lampau di periode VOC, dibangun dua benteng (fort) di selatan stad (kota) Batavia yakni fort Rijswijk (di sisi timur sungai Kroekoet) dan fort Noordwijk (di sisi barat sungai Tjiliwong). Dalam perkembangannya antara dua benteng ini dibangun susukan dengan menyodet sungai Tjiliwong dan airnya diteruskan menuju sungai Kroekoet. Kanal tersebuat pada masa ini dikenal sebagai kali yang berada diantara jalan Juanda dan jalan Veteran yang sekarang. Di sisi jalan Veteran yang kini menghadap ke utara pada masa lampau sebuah bangunan glamor yang disebut Hotel Rijswijk yang menjadi kediaman Gubernur Jenderal. Sementara pekarangan belakang hotel (istana) tersebut dijadikan ruang terbuka yang disebut Koningsplein.

Sejarah awal Istana Negara di Lapangan Monas ini sudah sangat banyak ditulis. Namun bagaimana Istana Gubernur Jenderal (Palace of  Governor General) ini bermula dan bagaimana dinamika yang terjadi di area sekitarnya kurang terperhatikan. Tidak terlalu menarik memang, tetapi justru disitulah menariknya mengapa perlu mendeskripsikannya. Untuk itu, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang dipakai dalam artikel ini yakni ‘sumber primer’ ibarat surat kabar sejaman, lukisan, foto denah dan peta. Sumber buku hanya dipakai sebagai pendukung (pembanding), sebab saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi sebab sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber gres yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini untuk sekadar lebih menekankan saja*

Hotel Rijswijk dan Koningsplein

Hingga berakhirnyaVOC (1799), arah pengembangan kota yakni dari Noordwijk ke Pasar Senen (Weltevreden). Atas dasar itulah pada periode Pemerintah Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) membeli semua lahan berserta bangunan di Weltevreden untuk dijadikan ibukota (stad) yang baru.

Hotel Rijswijk, 1870 (renovasi)
Stad (kota) Batavia sudah usang ditinggalkan. Gubernur Jenderal Johannes Siberg (1802-1805) tidak lagi tinggal di stad Batavia tetapi lebih menentukan tinggal di Molenvliet. Rumah yang ditempati Sieberg ini yakni rumah peniggalan Gubernur Jenderal  Reinier de Klerk (1777-1780). Stad (kota) Batavia dianggap tidak nyaman dan tidak sehat. Pertumbuhan ekonomi (perdagangan) dan peningkatan keamanan telah memungkinkan para pejabat pemerintah keluar dari Stadhuis di Batavia. Dimana Daendels bertempat tinggal tidak diketahui secara jelas, apakah di Molenvliet, Rijswijk atau Weltevreden. Hotel Rijswijk, 1870 (renovasi)

Rumah Reinier de Klerk di Molenvliet (1760-1780)
Pada ketika itu sudah banyak rumah-rumah mewah. Selain rumah Reinier de Klerk juga di Weltevreden terdapat rumah glamor yang dibangun Gubernur Jenderal Jocob Mossel (1750-1751) dan kemudian dibeli dan diperkaya oleh Gubernur Jenderal van der Parra (1761-1775), Tentu saja masih ada rumah Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777) di Antjol. Akan tetapi itu semua rumah-rumah glamor itu jauh dari stad (kota) Batavia. Rumah Reinier de Klerk yakni rumah glamor yang berada di erat stad (kota) Batavia. Rumah Reinier de Klerk di Molenvliet yang ditempati Gubernur Jenderal Sieberg kini menjadi gedung Arsip Negara.

Di lahan yang gres dibeli ini, sementara bangunan-bangunan eks peninggalan Jacob Mossel dan van der Parra di Weltevreden dipertahankan, Daendels mulai membangun Istana Gubernur Jenderal dengan lapangan yang luas. Lapangan luas ini disebut Waterlooplein (kini Lapangan Banteng). Di kedua sisi lapangan dan istana ini dibangun dua jalan poros, jalan yang kemudian disebut jalan Senenweg dan jalan Hospitalweg. Namun semuanya harus tertunda sebab terjadinya pendudukan Inggris tahun 1811.

Rijswijk, 1750
Pada tahun 1811 Pemerintah Hindia Belanda harus menyerahkan kekuasaan kepada Inggris. Oleh sebab istana yang dibangun Daendels belum selesai, Letnan Gubernur Jenderal Raffles lebih menentukan beribukota di Buitenzorg dan Semarang. Sebelumnya, Daendels yang menganggap stad (kota) Batavia tidak layak lagi, Raffles juga sepertinya sependapat. Meskis demikian, sejumlah fungsi pemerintahan masih tetap dipertahankan di stad Batavia. Ini mengindikasikan, mudah Weltevreden secara teknis belum bisa dipakai sebagai ibukota baru. Namun pendudukan Inggris ini tidak lama, pada tahun 1816 dikembalikan kepada Belanda.

Kembalinya Belanda berkuasa untuk menggantikan Inggris, Gubernur Jenderal van der Capellen (1816-1826) awalnya tinggal di Weltevreden (suatu kota yang dirintis oleh Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811). Namun dalam perkembangannya Capellen lebih menentukan menyewa rumah di Rijswijk sebagai tempat tinggal. Boleh jadi sebab pembangunan di Weltevreden masih terkendala. Disamping itu menentukan tinggal di Rijswijk memungkinkan terhubung dengan baik dengan hotel-hotel yang sudah ada di Molenvliet dan keberadaan Societeit Harmonie di Rijswijk. Rumah Gubernur Jenderal ini disebut Hotel van Zijne Excellentie den Heere Gouverneur Generaal.

Bataviasche courant, 25-11-1820
Rumah yang disewa Pemerintah Hindia Belanda untuk tempat kediamaan Gubernur Jenderal yakni milik  Jacob Andries vab Braam, seorang anggota Raad van Ned. Indie. JA van Braam besar dugaan yakni sisa-sisa pedagang dari periode VOC. Selain anggota Raad, JA van Braam juga menjadi ketua kebajikan untuk penanganan kesejahteraan orang Belanda pasca pendudukan Inggris, Hoofd Komissie av Weldadigheid (lihat Bataviasche courant, 22-04-1820). Namun tidak usang sesudah berita-berita wacana JA van Braam ini, pada tanggal 12 Mei JA van Braam dikabarkan telah meninggal dunia (lihat Bataviasche courant, 20-05-1820). JA van Braam yakni pemegang medali tertinggi dari Kerajaan Belanda. Dari sumber-sumber terkini diketahui JA van Braam lahir pada tanggal 26 Januari 1771. Itu berarti JA van Braam meninggal pada usia 49 tahun dengan meninggalkan empat orang anak. Sebelum meninggal, pada tahun 1819 putra van Braam menikah di Batavia yang sanggup dibaca pada sebuah iklan keluarga. Pada tahun 1833 putri almarhum van Braam menikah dengan Jean Chrétien Baron Baud (Gubernur Jenderal 1833-1836). JA van Braam sendiri mulai membangun rumah di Rijswijk pada tahun 1796 (rumah yang diakuisisi Pemerintah menjadi Hotel Gubernur Jenderal).

Sebuah rumah di Rijswijk, 1770-1785
Pada bulan September keluarga Braam menjual sejumlah properti peninggalan JA van Braam (lihat Bataviasche courant, 14-10-1820). Rincian properti peninggalan JA van Braam yang dijual terlihat pada iklan bulan November (lihat Bataviasche courant, 25-11-1820). Properti yang dijual tersebut yakni dua persil lahan dengan rumah dan perabotannya di Stad Batavia, satu estate di Land Laanhoof (Pedjompongan); dan estate di land Badar Petee di Buitenzorg. Selain itu sebuah lahan dan rumah yang berada di jalan Koningsplein di belakang Hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk.       

Rumah yang dimiliki oleh JA van Braam di Rijswijk kemudian dibeli oleh Pemerintah. Lahan milik JA van Braam yang berada di belakang Hotel Gubernur Jenderal juga dibeli oleh Pemerintah. Hotel dan lahan yang menghadap Koningsplein itu menjadi menarik bagi pemerintah untuk pengembangan lebih luas.

Kota renta Batavia, Kota gres Weltevreden
Bangunan swasta di Rijswijk yang telah diakuisisi Pemerintah letaknya menghadap ke utara di jalan Veteran yang sekarang. Status hotel yang sebelumnya sewa telah menjadi milik Pemerintah. Gedung glamor inilah yang kemudian dikenal kemudian sebagai Istana Negara yang sekarang. Sementara itu, pembangunan Istana Gubernur Jenderal yang digagas Daendels di Weltevreden tetap terkendala. Sebelum pendudukan Inggris, Gubernur Jenderal Daendels sejatinya ingin membangun sebuah kota gres dimana di dalamnya dibangun Istana Gubernur Jenderal yang baru. Namun pendudukan Inggris telah mengakibatkan tertundanya pembangunan ibukota gres dan juga bergesernya orientasi dimana sentra pemerintah digeser ke Rijswijk. Pembelian rumah di Rijswijk seakan telah mempertegas orientasi gres pemerintah dalam menentukan ibukota gres di Rijswijk.

Rijswijk, 1775
Meski demikian, acara-acara kenegaraan ibarat peringatan yang terkait dengan raja tetap dipusatkan di Weltevreden. Hanya saja yang tetap menjadi problem yakni jalan dari Stad Batavia atau Rijswijk (hotel Gubernur Jenderal) ke Weltevreden masih kerap banjir di waktu hujan. Dalam perkembangannya diketahui bahwa untuk mengurangi dampak banjir di Weltevreden, susukan di Kwitang (yang airnya disodet dari sungai Tjuiliwing menuju Soenter) diperbesar dan juga dilakukan pembangunan susukan gres di belakang Istana Weltevreden dengan cara menyodet sungai Tjiliwong di barat eks bangunan Jacob Mossel/van der Parras yang airnya diteruskan ke susukan Goenoeng Sahari.

Dalam penetapan Rijswijk sebagai tempat untuk membangun Istana/Hotel Gubernur Jenderal, keberadaan lahan luas di belakang Riswijk yang masih berair (di sana sini terdapat rawa-rawa) memunculkan gagasan untuk merevitalisasi lahan luas Koningsplein yang diintegrasikan dengan keberadaan Hotel Rijswijk. Ini dengan sendiri telah memperkuat positioning Istana/Hotel Rijswijk sebagai ibukota baru. Gubernur Jenderal van der Capellen cukup usang di istana (hotel) Rijswijk ini. Selama periode van der Capellen inilah rencana penataan Koningsplein dilakukan. Dalam penataan ini, area kosong yang berada di belakang istana/hotel diproyeksikan sebagai kepingan dari pengembangan Istana/Hotel Rijswijk. Sebelum akuisisi hotel Rijswijk, Pemerintah telah memfungsikan eks Fort Rijswijk sebagai markas kaveleri (tidak jauh dari Hotel/Istana Rijswijk yang berada sempurna di seberang jalan gedung Societeit Harmonie).

Bataviasche courant, 11-07-1818
Pada tahun 1818 Pemerintah Hindia Belanda mulai menata Koningsplein dengan meminta swasta untuk mengerjakannya sebagaimana diiklankan pada surat kabar Bataviasche courant, 11-07-1818. Disebutkan menurut persetujuan pemerintah, untuk outsourcing dalam peningkatan Koningsplein. Rancang bangkit Koningsplein akan diterbitkan dalam waktu erat ini. Jenis pekerjaan yang ditawarkan yakni pembuatan jalan-jalan di seputar Koningsplein yang menjadi alun-alun kota yang disiapkan dengan nyaman, yang sebagian besar lapangan ditutupi oleh padang rumput. Jalan kuno (sejak periode Padjadjaran) di sisi timur lapangan digeser mengikuti tata ruang baru. Kereta dan pedati akan mengikuti jalur yang akan dibangun.

Setelah selesainya penataan Koningsplein, secara perlahan-lahan mulai bermunculan bangunan-bangunan di sisi luar jalan-jalan yang mengitari Koningsplein. Di sisi utara Koningsplein (di belakang Rijswijk) lahan kosong telah diplot dengan blok-blok penggunaan lahan. Di sisi barat sejumlah bangunan telah berdiri semenjak periode VOC dan semakin banyak sesudah penataan Koningsplein. Jalan yang menuju ke barat dari Risjwik yakni jalan utama menuju Pasar Tanah Abang. Di sisi timur, terutama di ruas jalan kuno sudah bermunculan bangunan baru, Jalan kuno ini ke arah selatan  bertemu jalan gres dari Pasar Senen ke Pasar Tanah Abang (persilangan jalan ini disebut Prapatan), demikian juga di sisi selatan Koningsplein yang awalnya land Kebon sirih sudah dplot dengan blok-blok peruntukan yang di sejumlah titik sudah berdiri bangunan baru.

Istana Gubernur Jenderal di Koningsplein (Peta 1825)
Sementara area di sekitar Koningsplein berkembang pesat, pembangunan juga terjadi secara intens di Weltevreden. Istana Gubernur Jenderal Daendels dan lapangan di depannya (Waterlooplein) menjadi titik sentra pengebangan Weltevreden. Di blok lahan di Weltrebreden yang berada erat dengan jalan Pasar Baroe sudah terbentuk semenjak periode VOC. Di sisi samping dan sisi belakang Istana Daendel berdiri bangunan militer. Di sisi jalan yang lebih erat Pasar Senen, eks bangunan dari periode van der Parra telah dijadikan sebagai rumah sakit militer (kini RSPAD).  

Pada Peta 1825 terlihat di sisi utara Koningsplein (di sisi selatan kanal, jalan Veteran yang sekarang), selain lahan kosong yang telah diplot untuk bangunan yang berada erat jalan sisi utara Koningsplein, terdapat dua buah struktur bangunan utama: Istana Gubernur Jenderal dan gedung societeit Harmonie (yang berada di huk jalan Veteran dan jalan Majapahit yang sekarang). Istana Gubernur Jenderal di Rijswijk ini terlihat menghadap ke arah utara di sisi jalan Veteran yang sekarang.

Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden, 1880
Dengan semakin intensnya pembangunan di sekitar area Koningsplein dan di area Weltevreden, secara spasial telah terintegrasi dan membentuk tempat ibukota (stad) yang gres yang sangat luas (Rijswijk, Noordwijk, Weltevreden dan Koningsplein). Pusat ibukota tidak di Weltevreden, melainkan di Koningsplein. Stad (ibukota) Batavia yang jauh berada di erat pantai yang dibangun semenjak awal VOC dengan sendirinya telah menjadi kota renta (oud Batavia).

Pembangunan Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden pada kesudahannya sanggup diselesaikan. Istana Weltevreden ini adakalanya disebut Istana Gubernur Jenderal Daendels (merujuk pada penggagasnya). Dengan demikian Pemerintah Hindia Belanda telah mempunyai dua istana yang berdekatan (di Rijswijk dan di Weltevreden). Untuk pengoptimalan penggunaannya, Istana Rijswijk sebagai rumah Gubernur Jenderal dan Istana Weltevreden sebagai kantor pemerintahan. Sejak inilah area Noordwijk dan area Koningsplein sudut timur berkembang pesat.

Javasche courant, 11-04-1829
Untuk menawarkan indentitas pada Istana Weltevreden dibangun suatu monumen di lapangan (aloon-aloon) yang berada di depan istana yang baru, yang pondasinya belum usang dilakukan (lihat Javasche courant, 11-04-1829). Di atas bangunan monumen ini diletakkan patung Jan Pieterszoon Coen (pendiri stad Batavia, 1619). Pembangunan monumen ini bersamaan dengan pembangunan jalan dan jembatan gres di atas sungai Tjiliwong yang menghubungkan Weltevreden dengan Koningsplein dan kebun (taman) botani di belakang Istana Weltevreden. Lapangan ini diberikan namanya Waterlooplein; jembatan gres tersebut diberi nama Willembrug, jalan diberi nama Alliance; gedung diberi sebutan dengan Paleis; taman disebut Du Bus. Kelak nama jalan Alliance diubah menjadi jalan Willemweg (yang pada masa ini dikenal sebagai jalan Pejambon).

Koningsplein dan Weltevreden menjadi menyatu. Istaan Weltevreden menjadi simbol kekuatan pemerintah, istana Rijswijk menjadi simbol kehormatan pemerintah. Dua tempat ini tidak terpisahkan lagi. Pemerintah Hindia Belanda seakan berada di atas angin, lebih-lebih ketegangan dalam Perang Jawa yang sudah mulai usai memb uat lebih rileks. Namun itu tidak usang sebab energi yang tersisa telah mulai dialihkan ke Sumatra’s Westkut (Pantai Barat Sumatra) dalam menghadapi perang (Perang Bondjol berakhir 1837 dan Perang Tambusai berakhir 1838).

Peta 1897
Istana Rijswijk telah menua. Lebih-lebih Istana Weltevreden tampak sangat besar dan semakin bagus. Untuk menghindari kesalahan persepsi, Istana Rijswijk tetap disebut sebagai Hotel van den Gouverneur General sedangkan Istana Weltevreden tetap disebut Paleis Gouverneur Generaal. Meski area Koningsplein dan Weltevreden sudah ditetapkan sebagai ibukota tetapi di dua area ini masih sering terjadi banjir kiriman yang berasal dari wilayah hulu di sungai Tjiliwong dan sungai Kroekoet. Luapan banjir memasuki dataran yang lebih rendah yang menimbulkan jalan-jalan tergenang bahkan mencapai rumah-rumah yang dihuni oleh orang Eropa/Belanda. Di sudut barat daya Koningsplein di Gang Scott (kini jalan Budi Kemuliaan) air bahkan sanggup mencapai ketinggian tiga hingga empat kaki (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 26-04-1847).

Willemkerk di Koningsplein
Gambaran lain di seputar Koningsplein terdapat satu-satunya situs yang ada di tengah lapangan yakni race balap kuda yang diselenggarakan oleh Societeit Wedloop. Societeit ini didirikan pada tahun 1845 (lihat Javasche courant, 08-03-1845). Sementara di sekitar Waterlooplein di Weltevreden dan di Koningsplein terdapat dua gereja yang telah didirikan. Gereja pertama yakni gereja Kristen Roma yang berada erat dengan Waterlooplein (kini dikenal sebagai Katedral) dan gereja kedua yakni gereja Protestan yang didirikan di jalan Allianceweg (telah berganti menjadi Willemweg) di erat Koningsplein (juga disebut gereja Willem, kini berada di jalan Pajambon). Kelak di seberang jalan gereja Katedral didirikan masjid besar Istiqlal.

Pada tahun 1869 seseorang mengomentasi di surat kabar bahwa Hotel Rijswijk tempat dimana Gubernur Jenderal tinggal tidak nyaman (lihat Bataviaasch handelsblad, 31-03-1869). Penulis tersebut menyatakan benyak kecoa dan tempat tidur tidak nyaman. Untuk sekadar dicatat, Hotel Rijswijk selain tempat Gubernur Jenderal juga tempat perjamuan untuk program besar ibarat perayaan atau penyambutan keluarga kerajaan Belanda. Jauh sebelumnya disebutkan tempat Gubernur Jenderal pernah disarakan pada tahun 1849 untuk dipindahkan ke sebuah gedung (yang kemudian menjadi gedung Gymanasium W. III). Alasan mengapa disarankan pindah sebab boleh jadi hotel Rijswijk juga rentan terhadap kebakaran.

Banjir di Koningsplein, 1872
Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 21-12-1849: ‘Pada pagi hari tanggal 18 Oktober, jam sembilan pagi, talang di sisi selatan bangunan utama hötel Gubernur Jenderal, di Rijswijk, terbakar akhir dari kompor meleduk yang mengakibatkan kanopi yang ditutupi dengan linen dan disatukan dari ranting bambu dari kayu disanmbar api. Ini yakni konsekuensi materi yang gampang terbakar, sebagai akhir dari kekeringan yang terus-menerus, didorong oleh angin darat, tanpa penundaan ke tirai dan pintu kayu bangunan utama, yang di belakang luar tiba ke galeri; serta kayu bangunan utama; sehingga pintu dan jendela bangunan itu hancur, langit-langit di kepingan belakang dua galeri, punggungan atap dan genteng kayu terancam untuk terbakar. Beberapa pegawai negeri dan penduduk bergegas ke tempat untuk penyelamatan, untuk menghindari api menjalar, kemudian merobohkan atap dan menghancurkan pintu-pintu bangunan sehingga api tidak menemukan makanan lebih lanjut; setibanya tim kebakaran bertanggung jawab; hanya sebagai tindakan pencegahan mereka dibawa ke dalam operasi. Berbagai kerusakan telah terjadi sebagai hasil dari upaya pegawai negeri dan penduduk untuk mencegah lebih lanjut untuk menghancurkan atap, beberapa pintu dan jendela dan perabotan’.  

Komentar di surat kabar itu ternyata telah menggelinding ke mana-mana. Akhirnya Hotel Rijswijk dilakukan renovasi. Untuk sementara, selama masa renovasi, Gubernur Jenderal akan menempati rumah Residen Batavia (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-09-1869). Setelah selesai renovasi Gubernur Jenderal kembali menempati Gotel Rijswijk (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-01-1870).

De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-09-1869
De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-09-1869: ‘Diberitahukan bahwa Residen Batavia telah diinstruksikan untuk membawa pemerintahannya untuk menyediakan tempat tinggal dalam kondisi yang tepat, dan semoga bangunan luarnya menjalani perbaikan yang diperlukan, sehingga bangunan itu sanggup ditempati oleh Gubernur Jenderal ketika sesudah dimulai renovasi untuk beberapa bulan hotel Gouvemements di Rijswijk dan sementara itu tidak ada rumah lain yang cocok untuk Gubernur Jenderal yang mungkin telah ditemukan’.

Pada tahun 1873 Pemerintah menganggarkan kebutuhan tahun 1874 untuk perabotan di hotel-hotel pemerintah di Rijswijk, Buitenzorg dan Tjipanas yang secara keseluruhan sebesar f100,000 yang separuhnya untuk pembangunan hotel gres di Rijswijk (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 31-10-1873. Pada tahun ini juga pembangunan jalur kereta api Batavia-Butenzorg selesai. Hubungan antara istana Butenzorg dan Istana Koningsplein semakin lancar.

Java-bode, 28-04-1877
Hotel gres ini dibangun di belakang Hotel Rijswijk menghadap ke Koningsplein. Hotel ini disebut Het Nieuwe Hotel van Zijne Excellentie den Gouverneur Generaal. Hotel ini ditempati oleh Gubernur Jenderal pada bulan April 1877 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-04-1877). Disebutkan bahwa dengan ini diumumkan bahwa Yang Mulia Gubernur Jenderal, yang berada di Batavia, mulai kini akan tinggal di hotel gres di Koningsplein. Acara penempatan hotel gres ini akan dimeriahkan dengan tarian dan musikal di Hotel Koningsplein pada acara-acara khusus, sedangkan makan malam, audiensi bulanan dan resepsi para pemimpin abnormal dan asli, ibarat sebelumnya, akan berlangsung di Hotel Rijswijk.

Hotel Koningsplein (1877)
Dengan demikian pemerintah telah mempunyai dua hotel di satu area yang sama yakni Hotel Rijswijik dan Hotel Koningsplein. Mengapa hotel gres dibangun dijelaskan pemerintah sebab alasan efektivitas (lihat  De locomotief, 29-11-1877). Disebutkan bahwa melihat pembangunan hotel Gubernur Jenderal di Batavia, pentingnya keuangan negara telah dikompromikan secara memadai. Sulit membayangkan mengapa hotel yang ada di Rijswijk, jikalau diperlengkapi dan diperbesar dengan baik, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan, dan mengapa sebab itu benar-benar diharapkan untuk membangun hotel kedua yang sepenuhnya gres di Koningsplein. Untuk melengkapi hotel gres Hotel Koningsplein ini dibangun rumah jaga di erat hotel baru. Dalam proses pembangunan rumah jaga ini dilakukan tender dengan nilai maksimum f18.980 (lihat Bataviaasch handelsblad, 22-05-1878). Hotel Koningsplein ini kelak disebut Istana Merdeka dan Hotel Rijswik disebut sebagai Istana Negara atau kini lebih dikenal sebagai Wisma Negara.

Satu pembangunan yang penting pada tahun 1879 yang boleh jadi terkait dengan pembangunan hotel gres pemerintah di Koningsplein yakni pembangunan susukan dengan menyodet sungai Kroekoet di Pedjompongan kemudian disalurkan ke barat ke arah Angke. Kanal ini efektif untuk mengurangi dampak banjir dari sisi barat Koningsplein.

Koningsplein, 1908
Dua istana yang berada di persil lahan yang sama tersebut tetap disebut dengan nama Hotels van der Gouverneur Generaal (oleh karea terdapat dua istana disebut hotels), padahal secara teknis bahwasanya terdapat tiga istana yang cukup berdekatan. Istana di Weltevreden tetap disebut dengan nama Peleis Gouverneur Generaal. Sejak itu ketiga istana tersebut relatif tidak berubah. Peta 1908

Pada tahun 1900 sentra pemerintahan mulai dipindahkan dari Weltevreden ke Koningsplein. Nama Istana di Koningsplein yang sebelumnya disebut Hotels van der Gouverneur Generaal diganti menjadi Palace of Governor General. Secara perlahan-lahan Koningsplein semakin populer dan Weltevreden sedikit memudar. Pergeseran ini sesuai dengan perubahan politik Pemerintah Hindia Belanda yang sebelumnya lebih represif (sejak periode Daendels) beralih dengan politik etik. Gambaran Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden yang sangat militeristik telah berubah dengan citra gres Istana Gubernur Jenderal di Koningsplein yang lebih humanis (kemuliaan Raja/Ratu Belanda).

Istana dan Koningsplein, 1880 dan Peta 1915
Area Koningsplein lambat laun semakin ramai. Empat sisi luar jalan yang mengitari Koningsplein semakin padat dengan bertambahnya bangunan-bangunan baru. Koningsplein (Lapangan Raja) secara spasial menjadi sentra kota Batavia yang baru. Meski demikian, nama wilayah yang dipakai mengikuti nomenklatur Weltevreden. Pembagian manajemen di Residentie Batavia sudah usang dibagi ke dalam tiga wilayah yakni Stad (kota) Batavia merujuk kota lama, Weltevreden dan (Regenschappen) Meester Corbnelis. Koningsplein masuk ke dalam wilayah Weltevreden. Peta 1915

Di beberapa titik di dalam Koningsplein muncul sejumlah bangunan dan taman. Yang pertama yakni stasion kereta api semenjak 1873. Stasion ini saling dipertukarkan antara nama stasion Koningsplein dan stasion Weltevreden. Koningsplein telah menjadi sentra sosial yang baru. Tidak hanya terdapat bangunan sipil, juga terdapat beberapa taman. Namun problem banjir di Koningsplein tetap menjadi persoalan. Pada tahun 1918 sungai Tjiliwong disodet di Manggarai dengan membangun susukan Menteng menuju susukan sungai Kroekoet di Tanah Abang. Sejak adanya susukan di Menteng ini perkara banjir di Weltevreden dan Koningsplein sudah teratasi sepenuhnya.

Suasana rimbun dan sejek di Koningsplein (1910)
Sebelumnya pembangun susukan sungai Kroekoet di Tanah Abang (1879) sedikit banyak telah menolong banjir terutama di area sisi barat Koningsplein dan area Harmonie. Namun dengan dibangunnya susukan Manggarai-Menteng-Tanah Abang (1918), problem banjir di Weltevreden dan Koningsplein sudah sepenuhnya sanggup diatasi. Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden dan hotel-hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk dan Koningsplein sudah jarang diberitakan terjadi banjir. Demikian juga di tengah Koningsplein semakin kering. Lebih-lebih sesudah dibangunnya sistem drainase di sepanjang sisi jalan yang mengitari Koningsplein. Berbagai bangunan di dalam Koningsplein juga muncul. Taman-taman yang dilengkapi dengan kolom penampungan air di Koningsplein menciptakan tempat semakin terjaga dari kemungkinan banjir. Lambat bahari acara sosial semakin banyak dilakukan di Koningsplein ibarat permainan kriket, sepak bola dan sepeda. Tentu saja lapangan pacuan kuda (race) yang telah ada semenjak lampau semakin aman untuk penyelenggaraan balapan kuda kapan pun dilaksanakan.

Demikianlah situasi dan kondisi di Koningsplein hingga berakhirnya periode kolonial Belanda. Wujud dari hotel Rijswijk sesudah renovasinya yang terakhir tidak banyak berubah, juga hotel/istana Koningsplein semenjak pembangunannnya juga tidak banyak berubah. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) dua hotel/istana ini dipakai pemerintah militer Jepang sebagai kantor pemerintah. Tidak usang sesudah Proklamsi Kemerdekataan Indonesia 17 Agustus 1945 Belanda kembali dengan menjalankan Pemerintahan Hindia Belanda/NICA. Istana/hotel Gubernur Jenderal di Koningsplein ditempati Belanda kembali.

Istana Negara dan Istana Merdeka

Pada tanggal 27 Desember 1949 di istana/hotel Koningsplein diadakan program penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda yang mana Soletan Hamengkoeboewono mewakili Indonesia dan Mr. Lovink mewakili Belanda. Lalu diadakan penurunan bendara tri-color Belanda yang kemudian disusul menaikkan bendera dwi warna merah putih. Saat-saat bendera merah putih hingga dipuncak meledaklah sambuatan masyarakat dengan meneriakkan merdeka, merdeka, merdeka.

Beberapa jam kemudian di Den Haag Perdana Menteri RIS Mohamad Hatta mewakili Indonesia mendapatkan kedaulatan Indonesia dari Kerajaan Belanda. Esok harinya, di Djakarta pada tanggal 28 Desember 1949 Presiden Soekarno tiba di Djakarta dari ibukota RI di Jogjakarta. Presiden Soekarno kemudian mendiami istana negara. Akta penyerahan kedaulatan ini dimaklumkan dalam Stadblad No. J 600 yang dibuat dalam dua bahasa yang sanggup dibaca pada  Nederlandsche staatscourant, 23-12-1949.

Lantas kapan istana/hotel Koningsplein diubah namanya menjadi Istana Merdeka? Besar dugaan itu terjadi sesudah Presiden Soekarno berada di Djakarta dan menempati istana-istana Negara di Djakarta (eks istana/hotel Rijswijk dan Koningsplein). Namun tidak segera penabalannya menjadi Istana Merdeka.

Dalam hal ini istana/hotel Koningsplein disebut menjadi Istana Merdeka dan istana/hotel Rijswijk menjadi Istana Negara. Lapangan Koningsplein diubah namanya menjadi Lapangan Merdeka. Satu taman yang berada diantara Weltevreden dan Koningsplein yang sebelumnya disebut Wilhelmina Park dibongkar dan didirikan masjid Merdeka atau masjid Istiqlal.

Penamaan Istana Merdeka secara resmi terbaca dalam sebuah pengumuman Pemerintah (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-08-1950). Saat ini, Indonesia tidak lagi berbentuk negara federal (RIS) tetapi RIS telah dibubarkan dan dibuat negara kesatuan (NKRI).

Java-bode, 14-08-1950
Sebuah pengumuman pada surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-08-1950 yang berisi maklumat untuk semua warga tiba berduyun-duyun untuk memperingati Hari Proklamasi RI yang juga disertai amana Presiden yang diadakan pada tanggal 16 Agustus 1950 di Medan Merdeka Utara di depan Istana Merdeka. Berkumpul pukul 7.30 dan upacara dimulai sempurna pukul 8.00. Amanat Presiden pada pukul 8.36 yang kemudian disusul sirene, beduk dari masjid-masjid dan loceng gereja selama dua menit yang bersamaan dengan semua kemudian lintas di jalan-jalan Djakarta harus dihentikan. Pada pukul 8.38 yakni pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Menaikkan bendera pusaka pada pukul 10.02. Selanjutnya pawai rakyat pada pukul 10.25 dengan rute melalui Lapangan Banteng, Djalan Perwira, Merdeka Utara, Istana Merdeka, Merdeka Barat, Merdeka Selatan, Merdeka Timur. Pejambon dan Lapangan Banteng kemudian bubar.

Secara resmi penyebutan Istana Merdeka gres muncul jelang peringatan Hari Projlamasi 17 Agustus 1950. Sebelumnya nama Paleis Koningsplein hanya disebut Istana Gambir (lihat Nieuwe courant, 16-01-1950). Sedangkan penyebutana Koningsplein dengan Lapangan Merdeka sudah muncul lebih awal (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-05-1950). Di dalam pers sudah mulai ada yang menulis Istana Gambir ditulis dengan nama Istana Istana Lapangan Merdeka (belum menjadi Istana Merdeka). Istana Gambir dan Istana Lapangan Merdeka saling dipertukarkan.

Namun tidak usang kemudian pers sudah ada yang menulis dengan nama Istana Merdeka (lihat Nieuwe courant, 16-05-1950). Ada korting kata lapangan pada nama sebelumnya Istana Lapangan Merdeka, Sejak tanggal-tanggal ini penulis dengan nama Istana Gambir dan Istana Lapangan Merdeka menghilang dan hanya ditulis dengan nama Istana Merdeka (untuk seterusnya).

Boleh jadi semenjak bulan Mei 1950 secara informal nama Istana Merdeka sudah ditabalkan. Namun belum sepenuhnya resmi. Sebab pada bulan Mei ini eskalasi politik meningkat sehubungan dengan perilaku pemerintah dalam melihat perkembangan dinamika politik di Sumatra Timur yang mana pihak Republiken menghendaki RIS dibubarkan dan dibuat negara kesatuan RI (NKRI). Akhirnya proses politik mencapai puncaknya, RIS dibubarkan dan diproklamirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1950 (sehari sesudah hari peringatan Proklamasi RI pada tanggal 17 Agustus 1950).


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini yakni seorang warga Kota Depok semenjak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya mempunyai hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan ketika menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Sumber http://poestahadepok.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Sejarah Jakarta (48): Sejarah Istana Negara Dan Istana Merdeka Di Koningsplein; Istana Gubernur Jenderal Di Lapangan Monas"

Posting Komentar