Teori Ihwal Bernafsu
Ada beberapa hebat pertanda wacana teori bernafsu sebagian hebat memandang bahwa bernafsu merupakan sikap yang bersifat pembawaan sedangkan sebagian hebat yang lain memandang bahwa bernafsu muncul sebab efek lingkungan. Ketiga penyebab dasar bernafsu yaitu bernafsu sebagai sikap pembawaan, bernafsu sebagai verbal frustrasi dan bernafsu sebagai akhir berguru sosial.
a. Agresif sebagai sikap bawaan
Menurut Freud. MC. Dougall, Lorenz mengemukakan bahwa insan memiliki dorongan bawaan atau naluri untuk berkelahi. Sebagaimana pengalaman fisiologis rasa lapar, haus atau bangkitnya dorongan secual maka dibuktikan bahwa insan memiliki naluri bawaan untuk berperilaku agresif. Walaupun prosedur fisiologis yang berkaitan dengan sikap bernafsu menyerupai yang berkaitan dengan dorongan-dorongan lain, mereka beropini bahwa bernafsu yaitu dorongan dasar.
Freud mengemukakan semua sikap berasal dari dua kelompok naluri yang bertentangan, naluri kehidupan yang meningkatkan hidup dan pertumbuhan seseorang, naluri Kematian yang mendorong individu ke arah kehancuran. Energi naluri kehidupan yaitu libido yang terutama berkisar di antara acara secual. Naluri Kematian sanggup diarahkan ke dalam diri, dalam bentuk bunuh diri atau sikap merusak diri yang lain atau keluar diri, dalam bentuk bernafsu terhadap orang lain
b. Agresif sebagai verbal frustrasi
Asal permintaan bernafsu tidak ada sangkut pautnya dengan dilema instink, akan tetapi ditentukan oleh kondisi tersebut akan menjadikan motif yang berpengaruh dengan seseorang untuk bertindak bernafsu .
Salah satu teori yang diajukan oleh kelompok ini yaitu teori frustrasi agresif, yang dipelopori oleh John Dollard dan kawan-kawan (1939) dikatakan bahwa aksi yaitu reaksi dari terhadap rasa frustrasi. Mereka mendefinisikan frustrasi sebagai penghalang tindakan pribadi yang memiliki tujuan tertentu dan bernafsu sebagai sikap yang diarahkan untuk menghilangkan penghalang tersebut. Menurut teori ini, bernafsu selalu merupakan reaksi terhadap rasa frustrasi atau frustrasi selalu mengarahkan pada agresif. Dengan kata lain, frustrasi yaitu satu-satunya penyebab bernafsu dan bernafsu hanyalah satu-satunya tanggapan yang mungkin bagi frustrasi.
Berbagai tindakan bernafsu mengarah pada penyaluran rasa frustrasi, dengan membebaskan energi yang sudah menumpuk. Intensitas frustrasi bergantung pada beberapa faktor antara lain, seberapa besar Kemauan seseorang untuk menggapai tujuan, seberapa besar pengalang yang ditemui dan seberapa banyak frustrasi yang dialami.
c. Agresif sebagai akhir berguru sosial
Menurut teori ini, banyak sikap bernafsu diperoleh dari hasil mengamati (observasi) sikap bernafsu orang lain (melalui modeling) kemudian sikap bernafsu tersebut ditiru (imitated) oleh anak. Dengan melihat sendiri sikap bernafsu teman-temannya dan juga di televisi, belum dewasa berguru bagaimana berperilaku bernafsu dan bersifat merusak (destruktive) dalam aneka macam cara.
Sumber http://makalahahli.blogspot.com
a. Agresif sebagai sikap bawaan
Menurut Freud. MC. Dougall, Lorenz mengemukakan bahwa insan memiliki dorongan bawaan atau naluri untuk berkelahi. Sebagaimana pengalaman fisiologis rasa lapar, haus atau bangkitnya dorongan secual maka dibuktikan bahwa insan memiliki naluri bawaan untuk berperilaku agresif. Walaupun prosedur fisiologis yang berkaitan dengan sikap bernafsu menyerupai yang berkaitan dengan dorongan-dorongan lain, mereka beropini bahwa bernafsu yaitu dorongan dasar.
Freud mengemukakan semua sikap berasal dari dua kelompok naluri yang bertentangan, naluri kehidupan yang meningkatkan hidup dan pertumbuhan seseorang, naluri Kematian yang mendorong individu ke arah kehancuran. Energi naluri kehidupan yaitu libido yang terutama berkisar di antara acara secual. Naluri Kematian sanggup diarahkan ke dalam diri, dalam bentuk bunuh diri atau sikap merusak diri yang lain atau keluar diri, dalam bentuk bernafsu terhadap orang lain
"Agresif" |
b. Agresif sebagai verbal frustrasi
Asal permintaan bernafsu tidak ada sangkut pautnya dengan dilema instink, akan tetapi ditentukan oleh kondisi tersebut akan menjadikan motif yang berpengaruh dengan seseorang untuk bertindak bernafsu .
Salah satu teori yang diajukan oleh kelompok ini yaitu teori frustrasi agresif, yang dipelopori oleh John Dollard dan kawan-kawan (1939) dikatakan bahwa aksi yaitu reaksi dari terhadap rasa frustrasi. Mereka mendefinisikan frustrasi sebagai penghalang tindakan pribadi yang memiliki tujuan tertentu dan bernafsu sebagai sikap yang diarahkan untuk menghilangkan penghalang tersebut. Menurut teori ini, bernafsu selalu merupakan reaksi terhadap rasa frustrasi atau frustrasi selalu mengarahkan pada agresif. Dengan kata lain, frustrasi yaitu satu-satunya penyebab bernafsu dan bernafsu hanyalah satu-satunya tanggapan yang mungkin bagi frustrasi.
Berbagai tindakan bernafsu mengarah pada penyaluran rasa frustrasi, dengan membebaskan energi yang sudah menumpuk. Intensitas frustrasi bergantung pada beberapa faktor antara lain, seberapa besar Kemauan seseorang untuk menggapai tujuan, seberapa besar pengalang yang ditemui dan seberapa banyak frustrasi yang dialami.
c. Agresif sebagai akhir berguru sosial
Menurut teori ini, banyak sikap bernafsu diperoleh dari hasil mengamati (observasi) sikap bernafsu orang lain (melalui modeling) kemudian sikap bernafsu tersebut ditiru (imitated) oleh anak. Dengan melihat sendiri sikap bernafsu teman-temannya dan juga di televisi, belum dewasa berguru bagaimana berperilaku bernafsu dan bersifat merusak (destruktive) dalam aneka macam cara.
Sumber http://makalahahli.blogspot.com
0 Response to "Teori Ihwal Bernafsu"
Posting Komentar