Menganalisis Ilmu Pengetahuan Budaya Secara Hermeneutic (Hans-George Gadamer)

Diawali dengan pengertian hermeneutic sendiri yang berasal dari kata kerja bahasa Yunani Yakni "Hermenauo" yang mempunyai pengertian menafsirkan, menterjemahkan atau menginterpretasikan.

Dan pada zaman dahulu adanya hermeneutic bertujuan untuk memahami atau menafsirkan kitab-kitab suci yaitu Injil. Kemudian usang kelamaan kiprah hermeneutic tidak hanya menafsirkan kitab suci tetapi dicoba untuk menafsirkan teks-teks pada zaman dahulu yang masih sulit dipahami. Kemudian oleh Gadamer sendiri hermeneutic dicoba diterapkan salah satunya dalam menjelaskan ilmu pengetahuan budaya.

Beberapa detail analisis Gadamer sendiri merupakan suatu pengertian yang berperan dalam ilmu pengetahuan budaya. Sebagai teladan diterapkan dalam ilmu sejarah. Gadamer ingin mengatakan perihal selalu berubahnya ilmu sejarah tergantung orang pada masa itu menafsirkan banyak sekali bukti-bukti sejarah, dan senantiasa berusaha untuk membicarakan perihal sejarah di luar tempatnya sejarah itu sendiri. Cita-cita Gadamer sendiri yakni ingin membuat suatu metode ilmiah yang gunanya metode tersebut untuk membahas akan fakta-fakta historis sejarah.

Permasalahan dalam ilmu sejarah ini sendiri yakni bagaimana kita sanggup memahami suatu teks yang teks tersebut merupakan teks yang dibuat pada masa lampau jauh dari masa kita hidup sekarang, dan apabila teks tersebut dibuat dari masa kini bagaimana kita sanggup memahami teks tersebut yang berasal dari orang lain?. Menurut Schleimecher keasingan suatu teks harus diatasi dengan mencoba mengerti si pengarang, jadi jalan untuk memahami suatu teks kita perlu keluar dari zaman kita berada dan merekontruksi kembali zaman si pengarang pada ketika menulis teks tersebut.

Kemudian Wilhelm Dilthey, hermeneutic Schleimecher ini bagi Dilthey kiprah hermeneutic ialah mengatasi "keasingan" suatu teks secara eksklusif tetapi sanggup membayangkan bagaimana orang dulu menghayati peristiwa-peristiwa tersebut.

Dilthey berusaha membedakan antara "mengerti" dan "menjelaskan", "menjelaskan" merupakan metode yang khas bagi ilmu pengetahuan alam sedangkan "mengerti" ialah metode yang menandai ilmu pengetahuan budaya. Dilthey ingin mengisi kekurangan ini dengan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan budaya yang berdasarkan metode "mengerti" tidak perlu kalah dengan ilmu pengetahuan alam.

Tetapi terdapat perbedaan dalam dua hal tersebut, yakni ilmu pengetahuan alam lebih banyak berbicara perihal yang umum dan yang terkait oleh aturan sedangkan ilmu pengetahuan budaya lebih mempelajari kejadian-kejadian berdasarkan individualitasnya masing-masing. Dalam ilmu pengetahuan budaya subyek dan obyek mempunyai kodrat yang sama sehingga subyek itu sanggup untuk mengatasi keterbatasan historisnya.

Hans George Gadamer

Dari pandangan Dilthey dan Schleimecher sanggup disimpulkan bahwa mengerti suatu teks ialah menemukan arti yang orisinil itu. Bagi Schleimecher dan Dilthey interpretasi suatu teks merupakan suatu pekerjaan reproduktif. Dan oleh Gadamer sendiri hermeneutic ini disebut sebagai pandangan romantis, arti pandangan romantis ialah pandangan yang menandai zaman romantic.

Prandaian utama yang terdapat dalam hermeneutic romantis ialah bahwa seorang interpretator sanggup melepaskan dari situasi historisnya, ia seakan-akan sanggup "pindah" ke zaman lain untuk sanggup memahami teks tersebut.

Gadamer melihat kelemahan-kelemahan dalam hermeneutic romantis, kelemahan yang pertama yaitu Menyangkut pendapat mereka bahwa hermeneutic bertugas menemukan arti yang orisinil suatu teks. Bagi Gadamer sendiri interpretasi tidak sama dengan mengambil suatu teks. setiap zaman orang-orang dalam menginterpretasikan suatu teks niscaya terdapat perbedaan jadi selalu berubah setiap zaman dan arti suatu teks tidak terbatas pada masa lampau.

Gadamer beranggapan bahwa penerapan merupakan suatu unsur yang termasuk interpretasi sendiri. Menurut Gadamer pengertian, interpretasi, dan penerapan merupakan tiga unsur yang tidak sanggup dipisahkan satu sama lain. Pengertian selalu merupakan interpretasi juga; dan interpretasi selalu merupkan penerapan juga.

Gadamer ingin merehabilitasi dua kata yang mempunyai nada kurang baik semenjak masa pencerahan, yaitu "tradisi" dan "prasangka".  Hermeneutic romantis mau menghindari setiap prasangka. Bagi mereka kata "prasangka" hanya mempunyai arti kurang baik. Oleh mereka prasangka dipertentangkan dengan kebenaran.

Menurut Gadamer pengenalan kita sanggup melepaskan diri dari prasangka. Menghindari setiap prasangka sama dengan mematikan pemikiran. Itu tidak menjadikan interpretasi menjadi suatu perjuangan yang subyektif saja dan tidak kritis. Itulah sebabnya interpretasi gres menyingkirkan prasangka-prasangka kurang baik dari masa lampau tetapi mendapatkan begitu saja prasangka-prasangka yang baik dan wajar.

Kaprikornus kita harus pintar-pintar membedakan antara prasangka-prasangka legitim dan prasangka-prasangka tidak legitim., antara prasangka yang sah dan prasangka yang tidak sah. Prasangka-prasangka tidak legitim harus disingkirkan dan pengetahuan kita akan berkembang apabila mengatasi prasangka-praangka tidak legitim tersebut, sedangkan untuk prasangka-prasangka legitim harus diterima lantaran prasangka-prasangka legitim merupakan dasar yang memungkinkan pemikiran tersebut.

Sebelum masa pencerahan kata "tradisi" patutnya diberi suatu arti aktual . bagi Gadamer tidak ada keberatan untuk mengakui otoritas suatu tradisi. Tradisi dibuat oleh prasangka-prasangka kita miliki bersama (prasangka-prasangka yang benar) biasanya tanpa kita sadari. Tetapi kalau kita mau tidak mau kita termasuk suatu tradisi, itu tidak berarti bahwa kita akan terhambat dalam pengenalan diri kita. Justru sebaliknya hal ini memungkinkan pengenalan diri kita sendiri.

C. Kesimpulan                                

Dalam pemaparan diatas sanggup saya simpulkan yaitu :

1. Bahwa dalam memahami suatu teks kita harus sanggup memahami zaman si pengarang membuat teks dan kita harus memahami si pengarang itu sendiri.

2. Dalam setiap zaman setiap orang mempunyai interpretasi masing-masing tergantung orang itu dalam menginterpretasikannya

3. Untuk mengatasi "keasingan" suatu teks secara eksklusif sanggup kita bayangkan bagaimana orang-orang dulu menghayati peristiwa-peristiwa tersebut

Sebagai teladan yakni Kebudayaan wayang dan wayang saya anggap sebagai sebuah teks.

Pada zaman dahulu wayang mempunyai fungsi sebagai salah satu metode untuk mengembangkan agama dan sebagai sebuah hiburan, kemudian teks-teks dongeng wayang dimodifikasi sedemikian rupa. Karena suatu kebiasaan usang kelamaan wayang pada zaman kini ini mempunyai penafsiran yang berbeda, fungsi wayang lebih banyak sebagai sebuah hiburan belaka.

Sebab-sebab kenapa wayang menjadi sebuah metode yang sempurna untuk mengembangkan pedoman agama Islam, lantaran si pembuat Teks tersebut melihat bahwasannya untuk mengembangkan pedoman agamanya beliau harus memakai media yang sanggup diterima yakni wayang yang dongeng wayang itu sendiri diambil dari kisah-kisah kepercayaan masyarakat pada masa itu, dimodifikasi dan diberi muatan pedoman Islam sehingga menjadi sebuah tontonan yang menghibur. Sedangkan bila dibandingkan pada masa ketika ini yang secara umum dikuasai sudah menganut Islam fungsi wayang lebih sebagai sebuah hiburan masyarakat belaka.

Contoh yang lain yaitu sedekah bumi, orang pada zaman dahulu menafsirkan sedekah bumi sebagai sebuah ritual memberi sesaji kepada roh-roh halus, hal ini disebabkan lantaran kepercayaan masyarakat pada zaman dulu yang masih animisme. Sedangkan pada masa ketika ini makna sedekah bumi lebih ke rasa bentuk syukur mereka akan melimpahnya hasil panen kepada Sang Kuasa. Hal ini disebabkan lantaran sudah banyaknya masyarakat yang beragama
   
         


Sumber http://makalahahli.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Menganalisis Ilmu Pengetahuan Budaya Secara Hermeneutic (Hans-George Gadamer)"

Posting Komentar