Kenapa Doktrin Tabiat Dan Bahasa Arab Tidak Masuk Uambnbk 2019
Kenapa Akidah Akhlak & Bhs.Arab tidak ada di UAMBNBK?
ini alasannya :
Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama melaksanakan pembiasaan format penyelenggaraan ujian final di madrasah. Direktur Kurikulum, Sarana, Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Ahmad Umar mengatakan, mulai tahun anutan 2018/2019, mata pelajaran ciri khas madrasah tidak semuanya diujikan dalam Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN). Ada dua mata pelajaran yang hanya diujikan dalam Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Menurut Umar, ada lima mata pelajaran cirikhas madrasah, yaitu: Qur'an Hadits, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Bahasa Arab, dan Akidah Akhlak. Selama ini, semuanya diujikan dalam UAMBN.
“Ke depan, kelima mata pelajaran itu akan diujikan dalam format baru, yaitu Qur'an Hadits, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) akan diujikan dalam UAMBN. Sedang Bahasa Arab dan Akidah Akhlak akan diujikan dalam materi uji yang diujikan USBN,” terperinci Umar di Jakarta, Jumat (28/12).
Menurut Ahmad Umar, kebijakan ini sudah mempertimbangkan karakteristik setiap mapel yang menjadi cirikhas madrasah. Termasuk juga pertimbangan yang terkait keperluan madrasah dalam melaksanakan pengukuran kompetensi siswa dalam memilih kelulusan siswa.
Mata pelajaran Qur'an Hadis, Fikih, dan SKI ditetapkan diujikan pada UAMBN alasannya yaitu penggalian seluruh ranah kompetensinya masih sanggup dijangkau dengan melalui soal pilihan ganda yang tersedia pada prosedur penyusunan soal UAMBN. Nilai yang diperoleh di tiga mata pelajaran ini nantinya akan digunakan juga sebagai materi mengisi data yang akan dipertimbangkan dalam penetapan kelulusan.
Berbeda dengan itu, lanjut Umar, pengukuran kompetensi siswa pada mapel Bahasa Arab dan Akidah Akhlak membutuhkan kelengkapan alat ukur lain, selain soal pilihan ganda. Sebab, diharapkan soal yang sanggup mengukur keterampilan berbahasa dan perilaku kepribadian siswa. Karena itu, dua mapel tersebut ditetapkan lebih sempurna diujikan pada USBN. Sebab, pengelolaan penyelenggaraan USBN walau kisi-kisi dan soal anchornya dari sentra namun keseluruhan pengelolaannya sanggup dilakukan oleh madrasah. Sehingga, soal ujian sanggup dikembangkan sesuai kebutuhan dan kondisi madrasah untuk mengukur kompetensi siswa yang akan ditetapkan kelulusannya.
“Dengan prinsip ini, siswa tidak dirugikan. Sebab, kompetensinya telah teramati utuh dalam memilih kelulusan dirinya,” tegas Umar.
“Kebijakan ini bahkan meringankan, alasannya yaitu kelima mapel tersebut hanya akan diujikan sekali dalam ujian final siswa madrasah, di UAMBN atau USBN,” lanjutnya.
Ujian pada madrasah terbagi dalam tiga jenis, yaitu: Ujian Nasional (UN), Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN), dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Mata pelajaran UN mengikuti Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. UAMBN diselenggarakan sebagai sarana ujian final sebagian mata pelajaran yang ada di madrasah. Sedang USBN untuk semua mata pelajaran yang dipelajari di madrasah.
Mantan Kepala Biro IAIN Surakarta ini menambahkan, UN dan UAMBN mempunyai fungsi utama untuk pemetaan kompetensi lulusan madrasah. Keikutsertaan siswa dalam UN dan UAMBN menjadi prasyarat mereka memperoleh ijazah kelulusan. UN dan UAMBN memakai moda ujian berbasis komputer dengan jenis soal pilihan ganda.
“Hasil UN dan UAMBN hakikatnya tidak memilih kelulusan siswa,” tuturnya.
Sementara USBN, lanjut Umar, mempunyai fungsi utama sebagai instrumen satuan pendidikan (madrasah) dalam memilih kelulusan siswa. “Jenis ujian ini penting dan sangat memilih nasib kelulusan siswa,” tegasnya.
Kisi-kisi soal USBN disiapkan dari pusat, dengan komposisi: 20-25% soal anchor dari pusat, dan 75-80% soal dibentuk oleh guru madrasah. Dengan demikian kualitas soal USBN tetap terstandar.
Umar menegaskan, Kementerian Agama berkomitmen mempertahankan kelangsungan mata pelajaran yang menjadi cirikhas madrasah. Namun, dalam pelaksanaan ujian perlu dikaitkan dengan pertimbangan atas karakteristik setiap mapel dan kemampuan bentuk soal ujian yang sanggup dikembangkan oleh suatu jenis ujian, contohnya UAMBN dan USBN, semoga kompetensi yang akan diukur tergali maksimal. Pelaksanaan ujian final di madrasah juga perlu memperhitungkan beban banyaknya mata pelajaran yang diujikan dan panjangnya waktu yang harus diikuti siswa selama menuntaskan seluruh rangkaian ujian akhir.
“Pertimbangan ini untuk membuat rangkaian ujian di madrasah yang layak dan proporsional dan tdk terlalu memberatkan para siswa ,” tandasnya.
kemenag.go.id
Sumber http://indrabayang.blogspot.com
ini alasannya :
Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama melaksanakan pembiasaan format penyelenggaraan ujian final di madrasah. Direktur Kurikulum, Sarana, Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Ahmad Umar mengatakan, mulai tahun anutan 2018/2019, mata pelajaran ciri khas madrasah tidak semuanya diujikan dalam Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN). Ada dua mata pelajaran yang hanya diujikan dalam Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Menurut Umar, ada lima mata pelajaran cirikhas madrasah, yaitu: Qur'an Hadits, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Bahasa Arab, dan Akidah Akhlak. Selama ini, semuanya diujikan dalam UAMBN.
“Ke depan, kelima mata pelajaran itu akan diujikan dalam format baru, yaitu Qur'an Hadits, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) akan diujikan dalam UAMBN. Sedang Bahasa Arab dan Akidah Akhlak akan diujikan dalam materi uji yang diujikan USBN,” terperinci Umar di Jakarta, Jumat (28/12).
Menurut Ahmad Umar, kebijakan ini sudah mempertimbangkan karakteristik setiap mapel yang menjadi cirikhas madrasah. Termasuk juga pertimbangan yang terkait keperluan madrasah dalam melaksanakan pengukuran kompetensi siswa dalam memilih kelulusan siswa.
Mata pelajaran Qur'an Hadis, Fikih, dan SKI ditetapkan diujikan pada UAMBN alasannya yaitu penggalian seluruh ranah kompetensinya masih sanggup dijangkau dengan melalui soal pilihan ganda yang tersedia pada prosedur penyusunan soal UAMBN. Nilai yang diperoleh di tiga mata pelajaran ini nantinya akan digunakan juga sebagai materi mengisi data yang akan dipertimbangkan dalam penetapan kelulusan.
Berbeda dengan itu, lanjut Umar, pengukuran kompetensi siswa pada mapel Bahasa Arab dan Akidah Akhlak membutuhkan kelengkapan alat ukur lain, selain soal pilihan ganda. Sebab, diharapkan soal yang sanggup mengukur keterampilan berbahasa dan perilaku kepribadian siswa. Karena itu, dua mapel tersebut ditetapkan lebih sempurna diujikan pada USBN. Sebab, pengelolaan penyelenggaraan USBN walau kisi-kisi dan soal anchornya dari sentra namun keseluruhan pengelolaannya sanggup dilakukan oleh madrasah. Sehingga, soal ujian sanggup dikembangkan sesuai kebutuhan dan kondisi madrasah untuk mengukur kompetensi siswa yang akan ditetapkan kelulusannya.
“Dengan prinsip ini, siswa tidak dirugikan. Sebab, kompetensinya telah teramati utuh dalam memilih kelulusan dirinya,” tegas Umar.
“Kebijakan ini bahkan meringankan, alasannya yaitu kelima mapel tersebut hanya akan diujikan sekali dalam ujian final siswa madrasah, di UAMBN atau USBN,” lanjutnya.
Ujian pada madrasah terbagi dalam tiga jenis, yaitu: Ujian Nasional (UN), Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN), dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Mata pelajaran UN mengikuti Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. UAMBN diselenggarakan sebagai sarana ujian final sebagian mata pelajaran yang ada di madrasah. Sedang USBN untuk semua mata pelajaran yang dipelajari di madrasah.
Mantan Kepala Biro IAIN Surakarta ini menambahkan, UN dan UAMBN mempunyai fungsi utama untuk pemetaan kompetensi lulusan madrasah. Keikutsertaan siswa dalam UN dan UAMBN menjadi prasyarat mereka memperoleh ijazah kelulusan. UN dan UAMBN memakai moda ujian berbasis komputer dengan jenis soal pilihan ganda.
“Hasil UN dan UAMBN hakikatnya tidak memilih kelulusan siswa,” tuturnya.
Sementara USBN, lanjut Umar, mempunyai fungsi utama sebagai instrumen satuan pendidikan (madrasah) dalam memilih kelulusan siswa. “Jenis ujian ini penting dan sangat memilih nasib kelulusan siswa,” tegasnya.
Kisi-kisi soal USBN disiapkan dari pusat, dengan komposisi: 20-25% soal anchor dari pusat, dan 75-80% soal dibentuk oleh guru madrasah. Dengan demikian kualitas soal USBN tetap terstandar.
Umar menegaskan, Kementerian Agama berkomitmen mempertahankan kelangsungan mata pelajaran yang menjadi cirikhas madrasah. Namun, dalam pelaksanaan ujian perlu dikaitkan dengan pertimbangan atas karakteristik setiap mapel dan kemampuan bentuk soal ujian yang sanggup dikembangkan oleh suatu jenis ujian, contohnya UAMBN dan USBN, semoga kompetensi yang akan diukur tergali maksimal. Pelaksanaan ujian final di madrasah juga perlu memperhitungkan beban banyaknya mata pelajaran yang diujikan dan panjangnya waktu yang harus diikuti siswa selama menuntaskan seluruh rangkaian ujian akhir.
“Pertimbangan ini untuk membuat rangkaian ujian di madrasah yang layak dan proporsional dan tdk terlalu memberatkan para siswa ,” tandasnya.
kemenag.go.id
Sumber http://indrabayang.blogspot.com
0 Response to "Kenapa Doktrin Tabiat Dan Bahasa Arab Tidak Masuk Uambnbk 2019"
Posting Komentar