Era Depan Dunia Di Tangan Ai Mempersiapkan Era Depan Yang Dipenuhi Ai


Bayangkan kalau general AI menguasai dunia di masa depan. Suasana futuristik tentu saja hinggap pada fantasi kita, di mana segala hal yang kita lakukan, mulai dari memasak sampai mengelola sistem yang kompleks ibarat jaringan perkapalan global, akan dengan gampang dilakukan dengan pinjaman AI.

Namun seiring dengan makin hebatnya kemampuan AI dan semakin umum fungsinya, potensinya untuk berjalan ke arah yang "salah" pun akan semakin meningkat. Film Terminator dengan general AI-nya yang disebut dengan Skynet bisa menjadi citra akan potensi kehancuran yang mungkin sanggup diproduksi oleh AI model itu.

Max Tegmark, Presiden the Future of Life Institute, ibarat dikutip dari laman futurelife.org, mengatakan, ketika mempertimbangkan risiko yang mungkin dibawa oleh AI, para jago memikirkan setidaknya dua skenario besar.

Yang pertama ialah ketika AI diprogram untuk melaksanakan sesuatu yang bersifat menghancurkan ibarat ketika dipakai untuk perang. Risiko yang ketika ini muncul ketika narrow AI dipakai dalam perang, ibarat untuk menggerakkan senjata autonomous misalnya, akan berlipat ganda ketika general AI mengambil alih.

Sementara yang kedua ialah ketika AI diprogram untuk melaksanakan suatu hal yang menguntungkan, namun ia kemudian membangun sebuah metode yang bersifat destruktif untuk mencapai tujuannya. Hal tersebut, berdasarkan Max, sanggup terjadi ketika insan gagal menyejajarkan secara utuh tujuan AI dengan tujuan manusia, sebuah hal yang sebetulnya sangatlah sulit untuk dilakukan.

"Jika sistem superintelligent ditugaskan dalam sebuah proyek geoengineering ambisius, sistem itu mungkin mendatangkan malapetaka pada ekosistem kita sebagai dampak sampingnya, dan melihat upaya insan untuk menghentikannya sebagai ancaman," terperinci Max.

Nama-nama besar ibarat Chief Executive Officer (CEO) Tesla Motors dan SpaceX Elon Musk dan fisikawan genius Stephen Hawking juga telah mengungkapkan potensi bahaya tersebut. Hawking menggarisbawahi bahwa teknologi primitif AI yang dipakai ketika ini sudah sangat mempunyai kegunaan bagi manusia, namun ia takut terhadap konsekuensi membuat sesuatu yang sanggup bersaing atau bahkan melebihi kemampuan manusia.


"[AI] akan sanggup berjalan sendiri, dan mendesain ulang dirinya sendiri pada tingkatan yang semakin meningkat,"
katanya. "Manusia, yang dibatasi oleh evolusi biologis yang lambat, tidak bisa bersaing, dan akan digantikan."

Sementara itu, ibarat dikutip dari BBC, tahun 2015 lalu, Musk pernah menyampaikan kepada mahasiswa the Massachusetts Institute of Technology (MIT) bahwa AI merupakan "ancaman eksistensial terbesar" dari manusia.

Risiko AI sendiri ketika ini sudah sanggup dirasakan pada model narrow AI. Orang ketika ini sudah terlalu terbiasa untuk menaruh doktrin penuh pada sistem canggih yang diciptakan oleh manusia. Padahal, sistem tersebut akan menunjukkan umpan balik berdasarkan data yang tersedia, di mana data yang tersedia tersebut tidak selalu merupakan data yang ter-input dengan baik. Ujungnya, tidak semua tanggapan atau tindakan yang dilakukan oleh narrow AI menjadi sempurna.

Meski demikian, Musk dan sejumlah peneliti lainnya masih tetap meletakkan doktrin mereka terhadap AI. Musk, misalnya, telah bergabung dengan sejumlah miliarder lainnya ibarat co-founder Paypal Peter Thiel, untuk menunjukkan dana pinjaman sebesar $1 milyar kepada OpenAI, sebuah perusahaan non-profit yang bertujuan untuk membuatkan AI untuk manfaat kemanusiaan.

Andrew Ng di Stanford University, yang juga kepala ilmuwan raksasa internet Cina Baidu, mengatakan: ketakutan pada bangkitnya robot pembunuh itu ibarat mengkhawatirkan kelebihan penduduk di Mars.

Di sisi lain, berdasarkan data yang dari Accenture dan Frontier Economics yang diolah Statista, AI mempunyai potensi untuk meningkatkan Gross Value Added (GVA) negara-negara di dunia pada tahun 2035. Pada tahun tersebut, AI diperkirakan sanggup meningkatkan GVA Amerika Serikat dari 2,6 persen menjadi 4,6 persen, United Kingdom dari 2,5 persen menjadi 3,9 persen, Belanda dari 1,6 persen menjadi 3,2 persen dan Jepang dari 0,8 persen menjadi 2,7 persen.

Pendapatan pasar AI global juga diperkirakan akan terus meningkat. Jika pada tahun 2015 "hanya" mencapai angka $126 miliar, maka pada tahun 2024 diproyeksikan bisa mencapai angka $3 triliun.

Dengan statistik dan manfaat sedemikian rupa, terlepas dari kemungkinan risiko yang dibawanya, potensi AI terperinci begitu sayang untuk disia-siakan.

Saat ini, berbagai penelitian yang sedang dilakukan untuk menjamin faktor keamanan dari general AI di masa depan. Penelitian itu tidak hanya dilakukan oleh para pengembang model AI tersebut, namun juga universitas dan forum independen. DeepMind, yang merupakan bab dari grup Alphabet (perusahaan induk Google Inc.) merupakan salah satu perusahaan tersebut.

Mereka percaya bahwa AI tetap merupakan kunci menuju masa depan, dan akan menjadi bab yang lebih terintegrasi dalam kehidupan masyarakat Global.

Referensi :
https://tirto.id/masa-depan-dunia-di-tangan-ai-b4Xw
futurelife.org
BBC
Baidu
Accenture dan Frontier Economics

Sumber http://meemcode.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Era Depan Dunia Di Tangan Ai Mempersiapkan Era Depan Yang Dipenuhi Ai"

Posting Komentar