Tingkat Resiko Kebakaran Pada Bangunan Bertingkat
Tingkat Resiko Kebakaran pada Bangunan Bertingkat |
Pada bangunan gedung bertingkat dimana susukan untuk menyelamatkan diri yaitu sedikit dan terbatas, perlu dilakukan tindakan – tindakan pencegahan ancaman kebakaran yang efektif dan efisien serta terintegrasi dalam satu sistem administrasi sehingga implementasi dan pembaharuannya sanggup mengikuti kebutuhan yang ada.
Hasil temuan menyatakan bahwa kebakaran di gedung bertingkat lebih mematikan dan merugikan dibandingkan dengan dari lokasi-lokasi lain dimana peristiwa kebakaran terjadi. Ditambah lagi penanganan kebakaran di lokasi gedung bertingkat lebih menyulitkan dan berisiko tinggi.
Sebuah data dikutip dari National Academy of Sciences US (1986) mencatat bahwa 50% hingga 80% final hidup lantaran kebakaran disebabkan oleh racun asap yang keluar dari peristiwa kebakaran. Data lain menjelaskan bahwa asap merupakan pembunuh terbesar dalam kejadian kebakaran.
Sebanyak 72% korban kebakaran diakibatkan oleh asap, maka dengan gampang asap sanggup melampaui kecepatan jalan anak-anak, perempuan hamil dan orang – orang yang mempunyai keterbatasan (disabled people) pada dikala dilakukan evakuasi. Fakta yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana insiden kebakaran di gedung bertingkat juga sering terjadi.
Besarnya risiko ancaman kebakaran pada bangunan tinggi sanggup diakibatkan oleh faktor teknis maupun non-teknis. Faktor teknis diantaranya yaitu :
1. Bangunan yang tidak mempunyai susukan keluar / masuk yang gampang sehingga menyulitkan penggunanya untuk melarikan diri dalam keadaan darurat. Contoh: tidak mempunyai tangga darurat, atau jalur penyelamatan tertutup oleh tumpukan barang / material.
2. Bangunan yang tidak dilengkapi alat pemadam kebakaran ataupun tidak cukup (insufficient) dalam menyediakan peralatan pemadam kebakaran. Contoh: gedung tidak mempunyai hydrant, tidak mempunyai pemercik (sprinkler).
3. Bangunan yang dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran, namun tidak dilakukan pemeliharaan terjadwal sehingga alat pemadam tersebut tidak sanggup difungsikan / berfungsi dengan baik dalam keadaan darurat. Contoh: ada hydrant namun tidak berfungsi, ada alarm kebakaran namun tidak sanggup mendeteksi asap, disediakan alat pemadam api ringan (APAR) namun tekanan dalam tabungnya tidak memadai.
Hasil temuan menyatakan bahwa kebakaran di gedung bertingkat lebih mematikan dan merugikan dibandingkan dengan dari lokasi-lokasi lain dimana peristiwa kebakaran terjadi. Ditambah lagi penanganan kebakaran di lokasi gedung bertingkat lebih menyulitkan dan berisiko tinggi.
Sebuah data dikutip dari National Academy of Sciences US (1986) mencatat bahwa 50% hingga 80% final hidup lantaran kebakaran disebabkan oleh racun asap yang keluar dari peristiwa kebakaran. Data lain menjelaskan bahwa asap merupakan pembunuh terbesar dalam kejadian kebakaran.
Sebanyak 72% korban kebakaran diakibatkan oleh asap, maka dengan gampang asap sanggup melampaui kecepatan jalan anak-anak, perempuan hamil dan orang – orang yang mempunyai keterbatasan (disabled people) pada dikala dilakukan evakuasi. Fakta yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana insiden kebakaran di gedung bertingkat juga sering terjadi.
Besarnya risiko ancaman kebakaran pada bangunan tinggi sanggup diakibatkan oleh faktor teknis maupun non-teknis. Faktor teknis diantaranya yaitu :
1. Bangunan yang tidak mempunyai susukan keluar / masuk yang gampang sehingga menyulitkan penggunanya untuk melarikan diri dalam keadaan darurat. Contoh: tidak mempunyai tangga darurat, atau jalur penyelamatan tertutup oleh tumpukan barang / material.
2. Bangunan yang tidak dilengkapi alat pemadam kebakaran ataupun tidak cukup (insufficient) dalam menyediakan peralatan pemadam kebakaran. Contoh: gedung tidak mempunyai hydrant, tidak mempunyai pemercik (sprinkler).
3. Bangunan yang dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran, namun tidak dilakukan pemeliharaan terjadwal sehingga alat pemadam tersebut tidak sanggup difungsikan / berfungsi dengan baik dalam keadaan darurat. Contoh: ada hydrant namun tidak berfungsi, ada alarm kebakaran namun tidak sanggup mendeteksi asap, disediakan alat pemadam api ringan (APAR) namun tekanan dalam tabungnya tidak memadai.
Tingkat Resiko Kebakaran pada Bangunan Bertingkat |
4. Bangunan yang tidak / kurang mempunyai isyarat / petunjuk / rambu yang menawarkan gosip kepada penggunanya mengenai jalur – jalur evakuasi, perletakan peralatan pemadam api, maupun peringatan adanya materi – materi yang gampang terbakar, dan rambu lain yang relevan. Contoh: tidak ada penunjuk jalur – jalur evakuasi, minimnya petunjuk posisi alat pemadam api.
5. Bangunan yang desainnya gampang dalam menjalarkan api baik lantaran penggunaan bahannya maupun sifat desain struktur / arsitekturnya memungkinkan api untuk menjalar dengan cepat. Contoh: penggunaan unsur kayu pada arsitektur gedung, gedung mempunyai struktur inti (core structure) dimana semua susukan termasuk tangga & elevator berada pada sentra gedung sehingga menyulitkan penyelamatan mereka yang tinggal di atas lantai yang terbakar, banyaknya shaft – shaft yang memungkinkan penyebaran api dengan cepat.
6. Bangunan yang mempunyai terlalu banyak penghuni sehingga sulit bagi mereka untuk melarikan diri dalam keadaan darurat. Contoh: Rumah susun dengan penghuni melebihi kapasitas.
7. Bangunan yang dibentuk dengan spesifikasi teknis lebih rendah dari standar yang berlaku. Contoh: penggunaan kabel / penghantar arus listrik dengan ukuran yang lebih kecil dari seharusnya, pemutus arus (circuit breaker) yang lebih besar dari yang seharusnya terpasang sehingga menjadikan panas berlebih pada kawat penghantar.
8. Bangunan yang diubah fungsinya sehingga menjadi rentan dalam ancaman kebakaran. Contoh: bangunan sebagai rumah tinggal beralih fungsi menjadi bengkel.
Demikianlah Resiko Kebakaran pada Bangunan Bertingkat, hendaknya perencanaan gedung bertingkat memperhatikan faktor tersebut di atas.
5. Bangunan yang desainnya gampang dalam menjalarkan api baik lantaran penggunaan bahannya maupun sifat desain struktur / arsitekturnya memungkinkan api untuk menjalar dengan cepat. Contoh: penggunaan unsur kayu pada arsitektur gedung, gedung mempunyai struktur inti (core structure) dimana semua susukan termasuk tangga & elevator berada pada sentra gedung sehingga menyulitkan penyelamatan mereka yang tinggal di atas lantai yang terbakar, banyaknya shaft – shaft yang memungkinkan penyebaran api dengan cepat.
6. Bangunan yang mempunyai terlalu banyak penghuni sehingga sulit bagi mereka untuk melarikan diri dalam keadaan darurat. Contoh: Rumah susun dengan penghuni melebihi kapasitas.
7. Bangunan yang dibentuk dengan spesifikasi teknis lebih rendah dari standar yang berlaku. Contoh: penggunaan kabel / penghantar arus listrik dengan ukuran yang lebih kecil dari seharusnya, pemutus arus (circuit breaker) yang lebih besar dari yang seharusnya terpasang sehingga menjadikan panas berlebih pada kawat penghantar.
8. Bangunan yang diubah fungsinya sehingga menjadi rentan dalam ancaman kebakaran. Contoh: bangunan sebagai rumah tinggal beralih fungsi menjadi bengkel.
Demikianlah Resiko Kebakaran pada Bangunan Bertingkat, hendaknya perencanaan gedung bertingkat memperhatikan faktor tersebut di atas.
0 Response to "Tingkat Resiko Kebakaran Pada Bangunan Bertingkat"
Posting Komentar