Sejarah Jakarta (44): Sejarah Awal Bundaran Hi; Tempo Doeloe Dari Stasion Pegangsaan Ke Kebon Sirih Via Kampong Menteng
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Pada masa kini Bundaran HI (Hotel Indonesia) menjadi salah satu ikon Kota Jakarta. Hotel Indonesia dan Bundaran HI dibangun sehubungan dengan penyelenggaraan Asian Games 1962. Posisi Bundaran HI berada di tengah garis lurus jalan antara Lapangan Monas dengan Jembatan Semanggi dan Stadion Bung Karno di Senayan. Satu situs penting lainnya yaitu gedung Sarinah. Garis lurus imajiner berpotongan dan titik imajiner di Bundaran HI sehubungan dengan penyelenggaraan Asian Games 1962 menjadi titik awal perkembangan gres kota Djakarta tempo doeloe menjadi kota metropolitan Jakarta masa depan.
Pada masa kini Bundaran HI (Hotel Indonesia) menjadi salah satu ikon Kota Jakarta. Hotel Indonesia dan Bundaran HI dibangun sehubungan dengan penyelenggaraan Asian Games 1962. Posisi Bundaran HI berada di tengah garis lurus jalan antara Lapangan Monas dengan Jembatan Semanggi dan Stadion Bung Karno di Senayan. Satu situs penting lainnya yaitu gedung Sarinah. Garis lurus imajiner berpotongan dan titik imajiner di Bundaran HI sehubungan dengan penyelenggaraan Asian Games 1962 menjadi titik awal perkembangan gres kota Djakarta tempo doeloe menjadi kota metropolitan Jakarta masa depan.
Garis Imajiner Bundaran HI (Peta 1897) |
Bagaimana dinamika pembangunan Kota Jakarta sehabis tahun 1962 tentu saja sudah banyak ditulis dan telah menjadi pengetahuan umum. Namun bagaimana proses evolutif pengembangan tempat sebelum tahun 1962 (ketika Bundaaran HI masih imajiner) kurang terinformasikan dengan baik. Bagaimana sejarah tempat sebelum adanya Bundaran HI tentu masih menarik untuk diperhatikan. Untuk merekonstruksi memori masa lampau di sekitar tempat gres itu mari kita telusuri sumber-sunber tempo doeloe.
Perhatikan Peta 1897 di atas. Titik imajiner Bundaran HI yaitu suatu ruang kosong berupa areal persawahan yang luas. Jauh dari keramaian di bilangan Kebon Sirih dan dari stasion Pegangsaan (sekitar Metropole yang sekarang). Lintas rel kereta api dari stasion Beos (stasion Kota) ke Tanah Abang masih di sekitar Kebon Sirih (kira-kira stasion Gondangdia yang sekarang). Pada tahun 1903 lintasan rel kereta api ini digeser ke arah Tjikini sehubungan dengan pembangunan lintasan kereta api via Salemba. Lintasan rel kereta api via Salemba ini dimaksudkan untuk menghubungkan halur kereta api utara-selatan (Batavia- Buitenzorg) dengan jalur barat-timur (Batavia-Krawang). Lintasan kereta api Gondangdia-Tanah Abang sebelum tahun 1903 sangat jauh di utara titik imajiner Bundaran HI, tetapi lintasan kereta api ini semakin bersahabat sehabis pergeseran tahun 1903. Pada tahun 1918 lintasan kereta api ini telah melewati titik imajiner Bundaran HI. Sejak 1910 terjadi perubahan spasial drastis. Wilayah Menteng akan dijadikan tempat perumahan elit. Periode waktu pembangunan tempat perumahan Menteng ini relatif bersamaan dengan pembangunan stasion Manggarai dan pembangunan kanal barat. Sehubungan dengan pembangunan perumahan elit di Menteng, lintasan kereta api di Menteng digeser lagi lebih ke selatan dengan mengikuti arah kanal barat dari stasion Manggarai. Sejak itu tidak banyak yang berubah di tempat Menteng. Jalan poros (jalan utama) di Menteng yaitu dari Prapatan melalui Gondangdia terus ke selatan melalui Goentoer dan berbelok sedikit ke arah jalan Setiabudi yang kini terus ke Mampang dan Boentjit.
Kawasan (area) Menteng (Peta 1940) |
Pertumbuhan Wilayah (land) Menteng
Setelah VOC bubar 1799, Hindia Timur diakusisi Kerajaan Belanda dengan membentek Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda ini gres efektif berjalan ketika Daendels menjadi Gubernur Jenderal. Program pertama Daendels yaitu melanjutkan misi perdagangan dengan para pemimpin lokal di Jawa. Untuk memperkuat pemerintahan, Daendels mulai merancang kota-kota dan membangun koneksi antar aneka macam tempat utama (hoofdplat) di Jawa dengan membangun jalan trans-Java antara Anjer dan Panaroekan. Dua kota utama yang lebih dahulu dikembangkan yaitu Batavia dan Buitenzorg. Dalam pengembangan dua kota ini pemerintah Gubernur Jenderal Daendels membeli lahan-lahan swasta.
Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810 |
Pilihan Daendels untuk pengembangan kota tidak lagi di Batavia, tetapi lebih ke hulu di sekitar benteng (fort) Rijswijk (kawasan Harmoni sekarang) dan fort Noordwijk (kawasan Juanda yang sekarang). Kantor Gubernur lokasinya dipilih di bersahabat fort Rijswijk temaat dimana Istana Negara yang kini dengan menyisakan ruang di depannya yang disebut Koningsplein (kini lapangan Monas). Sedangkan Istana Gubernur Jenderal lokasinya dipilih di sekitar Noordwijk yang menyisakan lahan di depannya yang disebut Waterlooplein (kini lapangan Banteng). Area pembangunan di sekitar Waterlooplein ini kemudian disebut Weltevreden. Dengan demikian, ibukota telah bergeser dari Batavia (stad Batavia) ke Weltevreden. Jalur trans-Java dari Stad Batavia melalui Molenvliet (kini jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk), Riijswik (kini Harmoni), Noordwijk (stasion Juanda), Pasar Baroe, belok ke Waterlooplein (Weltevreden), Pasar Senen, Kramat, Salemba, Matraman, Meester Cornelis, Bidara Tjina, Tandjong, Tjimanggis, Tjibinong, Tjiloear dan Buitenzorg.
Land Matraman dan Land Menteng (Peta 1824) |
Area yang menjadi kota gres ini (Rijswijk dan Noordwijk/Weltevreden) sebelumnya yaitu area perkebunan yang telah dimiliki oleh swasta semenjak masa VOC. Area perkebunan di sisi timur sungai Tjiliwong ini ini meluas hingga Tanah Tinggi, Salemba, Matraman, Bidara Tjina hingga Tjililitan. Di sisi barat sungai Tjiliwong perkebunan hanya terdapat di sekitar Kebon Sirih, Gondangdia dan Menteng serta Matraman . Beberapa area gres yang dibuka untuk perkebunan di sisi barat pada masa VOC yaitu di Sringsing (Lenteng Agoeng) oleh Cornelis Chastelein serta Tjiniere dan Tjitajam (oleh St. Martin).
Land Menteng dan Land Menteng (Peta 1866) |
Dalam perkembangannya siapa pemilik Land Menteng pada masa Pemerintahan Hindia Belanda (setelah berakhirnya pendudukan Inggris 1811-1816) telah silih berganti. Land Menteng ini termasuk lahan-lahan di kampong Tjikini. Land Kebon Sirih tidak berkembang alasannya yaitu sudah berubah fungsi menjadi wilayah pemukiman gres (di sisi selatan Koningsplein). Pada tahun 1894 jalan dari Landhuis Menteng (sekitar terminal Manggarai yang sekarang) ke Buitenzorg via Depok diperkuat (Bataviaasch handelsblad, 04-06-1894). Jalan ini kelak dikenal sebagai Jalan Sahardjo dan Jalan Pasar Minggu. Pemilik land Menteng sebelum dibeli pemerintah yaitu seorang Arab, Alie Shahab (Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1898).
Land Menteng dibeli oleh pemerintah kota (Gemeente) Batavia dari swasta pada tahun 1908. Land Menteng tamat. Land Menteng sebagai sebuah tempat perumahan sudah dipetakan semenjak lama. Realisasi pengembangan tempat (land) Menteng gres dilakukan beberapa tahun kemudian. Pada tanggal 25 April 1913 Komisi Menteng menyerahkan sebuah memorandum terperinci wacana kegiatan di land tersebut. Pada 28 Juli 1913 diputuskan bahwa tahun 1914 diinformasikan oleh Administrator Menteng wacana langkah-langkah persiapan yang harus diambil pada ketika dalam operasi yang diusulkan. Pada 11 Oktober 1915, Heer Schoemaker, dua rancangan awal untuk pembangunan lahan. Pada 3 Januari 1916, Dewan menetapkan untuk menunjuk tiga insinyur konstruksi, dengan kiprah melayani Dewan pertimbangan dan saran mengenai usulan 1916, komite ini menyerahkan laporan terperinci wacana planning pembangunan awal yang sudah ada. Pada 1 Desember 1916, Komisi Pekerjaan Umum diikuti; planning pembangunan yang dimodifikasi dibawa ke Dewan pada tanggal 11 Juni 1917. Pada 5 September 1917 diikuti perintah kerja dan peta dari. jalan dan pekerjaan perbaikan; maka ditugaskan untuk menciptakan planning planning dan 17 Desember 1917, Wali kota (Burgemeester) menciptakan planning perkerasan infastruktur. Usulan-usulan disampaikan kepada Dewan dalam waktu yang panjang. Itu yaitu sepuluh tahun sejarah Land Menteng. Administratur Menteng mulai bekerja ke skema bangunan dll. Secara lebih detail. Pada 20 Maret 1917, diputuskan untuk mengkonversikan jalan (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-01-1918).
Kebon Sirih telah berkembang pesat sebagai wilayah pemukiman. Demikian juga area sekitar Prapatan telah menjadi area pemukiman yang ramai. Wilayah Kebon Sirih dan area Prapatan ini berkembang pesat sehabis dibangunnya jembatan Kwitang pada tahun 1830an (era Gubernur Jenderal van den Bosh). Sehubungan dengan koffiestelsel di wilayah barat Buitenzorg jalan poros westerweg (sisi barat sungai Tjiliwong) semakin ditingkatkan. Pada tahun 1860an perkebunan Eropa/Belanda sudah mencapai Koeripan (sekitar Paroeng). Pengembangan jalan poros gres dimulai dari Parong menuju Tangerang dan Tanah Abang. Jalan poros Parong ini kemudian dikenal sebagai Westerweg, sedangkan jalan Westerweg yang sebelumnya dikenal menjadi jalan poros tengah atau Middenweg (yang melalui Land Menteng). Pada jalan poros tengah inilah kemudian dilakukan pembangunan transportasi (rel) kereta api.
Peta Proyeksi Rel Kereta Api di (pulau) Jawa, 1864 |
Adanya jalur kereta api melalui Meester Cornelis, Manggarai, Pegangsaan dan Tjikini menciptakan Land Menteng lebih terbuka. Apalagi dengan adanya terusan jembatan di Matraman (jalan Tambak dan jalan Slamet Riyadi). Pada tahun 1873 ruas jalur kereta api Meester-Cornelis ke Buitenzorg dioperasikan. Pada ketika pembangunan ruas gres ini bersamaan dibangun dua stasion/halte gres yakni di Pegangsaan dan di Koningsplein (Weltevreden). Letak stasion Pegangsaan ini kira-kira di sekitar Metropole yang sekarang. Stasion Koningsplein kini dikenal sebagai stasion Gambir. Adanya stasion Pegangsaan ini menciptakan Land Menteng lebih terbuka lagi (lihat Peta 1897 di atas).
Rumah Raden Saleh di Menteng, 1862 |
Semakin terbukanya Land Menteng, pemilikan Land Menteng semakin tidak jelas. Hal ini lantaran sejumlah persil lahan telah diperjual belikan. Penjualan lahan ini diawali ketika Raden Saleh pada tahun 1850an membangun villa di Kampong Tjikini. Di sisi jalanTjikini dan area sekitar stasion Pegangsaan sudah muncul bangunan-bangunan pribadi. Meski keramaian sudah tampak di sekitar jalan Tjikini dan area stasion Pegangsaan, lahan-lahan di eks Land Menteng masih terkesan hijau.
Rencana pengembangan perumahan area Menteng (Peta 1904) |
Pada Peta 1904 di eks Land Menteng sudah teridentifikasi planning pengembangan wilayah Menteng menjadi area perumahan baru. Rencana pengembangan perumahan gres di Menteng ini mengikuti lanskap di area Prapatan. Dengan kata lain, pengembangan perumahan di area Menteng sebagai ekspansi perumahan di area Prapatan. Oleh karenanya area Prapatan dan area Menteng diintegrasikan sebagai satu tempat yang sangat luas.
Realisasi perumahan area Menteng (Peta 1824) |
Oleh lantaran realisasi pembangunan perumahan di tempat Menteng semakin meluas ke dalam, maka jalur rel kereta api yang melalui Menteng dari Salemba menjadi duduk kasus tersendiri. Sehubungan dengan pembangunan stasion/dipo kereta api di Manggarai dan pembuatan kanal barat maka tahun 1914 rel kereta api di tengah Land Menteng digeser ke arah sisi kanal barat. Proses penyelesaian pembangunan stasion Manggarai dan kanal barat berakhir pada tahun 1918. Sedangkan proses pengembangan ekspansi perumahan di tempat Menteng terus berlanjut bahkan hingga melewati kanal barat di area Guntur yang sekarang.
Kawssan Menteng (Peta 1897, 1903, 1914, 1924, 1934, 1940) |
Sebagai catatan embel-embel pembangunan perumahan secara terintegrasi dan terpola dengan baik tidak hanya di Menteng, Batavia. Hal yang sama juga dilakukan oleh para pengembang dalam tempo yang relatif bersanaab menyerupai di Bandoeng (Bandoeng Utara), Semarang dan Soerabaja dan Medan.
Pembentukan Pusat Pertumbuhan Baru di Titik Imajiner Bundaran HI
Pada tahun 1942 Jepang menginvasi Belanda di Indonesia. Tampaknya selama pendudukan Jepang tidak ada perubahan yang berarti di sekitar perumahan Menteng. Kawasan perumahan elit ini tetap menyisakan lahan-lahan di belakang perumahan di sisi barat sebagai lahan persawahan dan tegalan. Jika memperhatikan Peta 1940 pengembangan perumahan di kawasa Menteng sejatinya belum selesai, ada tampak planning gres untuk memperluas ke lahan-lahan yang tersisa berupa persawahan dan tegalan tersebut. Boleh jadi dalam hal ini, pendudukan Jepang menjadi alasannya yaitu mengapa lahan-lahan persawahan dan tegalan tersebut tetap eksis hingga kembali Belanda/NICA pasca kemerdekaan Indonesia tahnn 1945.
Foto udara tempat Menteng 1943 dan Googlemap Now |
Hingga berakhirnya masa kolonial, dan masa dimana kedaulatan Indonesia diakui Belanda pada tahun 1949, wilayah pemukiman modern (Eropa/Belanda) di selatan kota hanya hingga di Guntur/Menteng. Tetapi tidak untuk warga pribumi. Pemerintah Belanda/NICA mulai sebelumnya telah menginisasi pembangunan kota satelit di Kebajoran (lihat De nieuwsgier, 18-09-1948). Pembangunan kota satelit ini sebagai upaya rekonstruksi terkait dengan kehadiran kembali Belanda yang juga sekaligus merangkul penduduk pribumi semoga eksistensinya lebih terjaga.
Het dagblad, 02-04-1949 |
Bundara HI 1985 |
0 Response to "Sejarah Jakarta (44): Sejarah Awal Bundaran Hi; Tempo Doeloe Dari Stasion Pegangsaan Ke Kebon Sirih Via Kampong Menteng"
Posting Komentar