✔ Pengertian Pajak

Pengertian

Pajak yakni iuran kepada negara (yang sanggup dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya berdasarkan peraturan-peraturan, dengan tidak menerima prestasi kembali, yang pribadi sanggup ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan kiprah negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (oleh Prof Dr PJA Adriani – Univ. Amsterdam).
Pajak yakni prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang sanggup dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang sanggup ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya untuk membiayai pengeluaran Pemerintah. (oleh Prof Dr MJH Smeets – De Economische Betekenis der Belastingen, 1951).
Ciri-Ciri Pajak :

• Pengalihan kekayaan dari masyarakat kepada negara.

• Dapat dipaksakan (berdasarkan UU dan aturan pelaksanaannya).

• Dipungut berulang-ulang atau sekaligus.

• Tidak ada kontraprestasi secara langsung.

• Dipungut oleh negara.

• Diperuntukkan untuk pengeluaran Pemerintah dan tujuan lain.


Fungsi Pajak :

Tugas pajak terdapat 4 fungsi pajak :

1) Fungsi budgeter : mengisi anggaran

2) Fungsi regulerend : mengatur anggaran

3) Fungsi demokrasi : membayar pajak

4) Fungsi distribusi : yang kaya membayar pajak 1 buah besar dari yang miskin

I. Perbedaan Pajak Dengan Pungutan Lain
* Pungutan Lain
a) Retibusi : pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

b) Iuran : pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa atau kemudahan yang disediakan oleh negara untuk sekelompok orang.

c) Sumbangan : biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu, dilarang dikeluarkan dari kas umum lantaran tidak ditujukan kepada penduduk seluruhnya, melainkan hanya sebagian tertentu saja.
Perbedaan Pajak dengan Pungutan Lain
PAJAK Pungutan Lain
- merupakan iuran rakyat - pembayaran oleh individu

- sanggup dipaksakan (dengan UU) - tidak sanggup dipaksakan

- tidak ada kontraprestasi pribadi - ada kontraprestasi langsung
Tujuan Pajak secara umum yakni :

- membuat keadilan

- meningkatkan pemerataan

- bentuk kiprah serta masyarakat dalam penyelenggaraan kenegaraan

Pendekatan Pajak
Ada 4 segi pendekatan dalam mempelajari pajak yaitu :

1. segi ekonomi (berhubungan dengan penghasilan, pola konsumsi, harga pokok, permintaan, penawaran, dll).

2. segi pembangunan (berhubungan dengan adanya tabungan pemerintahan untuk pembangunan dari pembayaran pajak, fiscal policy).

3. segi penerapan simpel (berhubungan dengan siapa yang dikenakan pajak, apa yang dikenakan pajak, berapa besarnya, bagaimana mengenakan, dsb).

4. segi aturan (berhubungan dengan perikatan, hak dan kewajiban dengan perikatan, hak dan kewajiban, subyek pajak dalam hubungannya dengan subyek hukum, utang pajak, pengenaan hukuman perpajakan, penagihan pajak, dsb). 


HUKUM PAJAK
Pengertian 
Hukum Pajak yakni keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mencakup wewenang pemrintah untuk mengambil kekayaan seseorang/masyarakat dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. 
Yang diatur dalam aturan pajak diantaranya :

- subyek pajak : masyarakat

- obyek pajak : apa yang harus dipajaki

- tarif pajak : sebanyak/sebesar apa harus dibayar

- kewajiban masyarakat : kenapa ada kewajiban lantaran ada hak

- cara pengenaan pajak : langsung/tidak langsung

- cara penagihan pajak : berdasarkan UU penagihan pajak


Hukum pajak menyangkut 2 pihak :

1) Pemerintah

2) Masyarakat
Tugas Hukum Pajak
Menelah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang sanggup dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan aturan dan menafsirkan peraturan-peraturan tersebut.
Kedudukan Hukum Pajak Dalam Tata Hukum
• Hukum Publik disebut juga sebagai Hukum Negara

• Hukum Pajak disebut juga sebagai Hukum Fiskal
Hubungan Antara Hukum Pajak Dengan :

1. Hukum Perdata

2. Hukum Pidana

Berlaku : “Lex Specialis deroget Lex generalis”.
Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Pembagian Hukum Pajak
Hukum Pajak terdiri atas 2 penggalan :

1. Hukum Pajak Formal : norma-norma yang menandakan keadaan, perbuatan dan insiden yang harus dikenakan pajak (mendukung) pelaksanaan aturan pajak material).

2. Hukum 2. Hukum Pajak Material : aturan pajak yang memuat subjek pajak, objek pajak, tarif pajak. 
SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan kendala atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta diubahsuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan menunjukkan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini membeirkan jaminan aturan untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan dilarang menganggu kelancaran aktivitas produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)

sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus sanggup ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

Contoh :

* Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tariff menjadi 2 macam tarif.

* Tarif PPN yang bermacam-macam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.

* Pajak perseroan untuk tubuh dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi tubuh maupun perseorangan (orang pribadi).

TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK
Atas dasar apakah negara memiliki hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau menunjukkan justifikasi sumbangan hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain yakni :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh lantaran itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi lantaran memperoleh jaminan proteksi tersebut.

2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul sanggup dipakai 2 pendekatan yaitu :

* Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

* Unsur subjektif, dengan menunjukkan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

Contoh deskripsi untuk teori no. 3:
Tuan A Tuan B

-------------------------------------------------------------------------------------

Penghasilan / bulan Rp 2 juta Rp 2 juta

Status menikah bujangan

Dengan 3 anak
Secara objektif PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, lantaran memiliki penghasilan yang sama besarnya.

Secara subjektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B, lantaran kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada kekerabatan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak yakni sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akhir pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

PENGELOMPOKAN PAJAK
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak sanggup dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada kesannya sanggup dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut forum pemungutnya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah sentra dan dipakai untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemda dan dipakai untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas :
a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), contoh: Pajak Hotel dan Restoran (pengganti Pajak Pembangunan I), Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.


TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak sanggup dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a. Stelsel aktual (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya gres sanggup dilakukan pada simpulan tahun pajak, yakni sesudah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel aktual memiliki kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini yakni pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya yakni pajak gres sanggup dikenakan pada simpulan periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah sanggup ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini yakni pajak sanggup dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada simpulan tahun. Sedangkan kelemahannya yakni pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran

stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel aktual dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada simpulan tahun besarnya pajak diubahsuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak berdasarkan kenyataan lebih besar dari pada pajak berdasarkan anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jikalau lebih kecil kelebihannya sanggup diminta kembali.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di daerahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa absurd di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak luar negeri.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assesment System

Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk memilih besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk memilih besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2) Wajib Pajak Bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul sesudah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assesment System

Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk memilih sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya :

1) wewenang untuk memilih besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,

2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

3) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System

Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk memilih besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang memilih besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK
Ada dua pedoman yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil

Utang pajak timbul lantaran dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.
2. Ajaran Materiil

Utang pajak timbul lantaran berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak lantaran suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak sanggup disebabkan beberapa hal :

1. Pembayaran,

2. Kompensasi,

3. Daluwarsa,

4. Pembebasan dan penghapusan.

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan terhadap pemungutan pajak sanggup dikelompokkan menjadi :
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang sanggup disebabkan antara lain :

a. Perkembangan intelektual dan budpekerti masyarakat.

b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

c. Sistem kontrol tidak sanggup dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif mencakup semua perjuangan dan perbuatan yang secara pribadi ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Besarnya antara lain :
a. Tax avoidance, perjuangan meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
b. Tax evasion, perjuangan meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

TARIF PAJAK Pedoman 2009
Ada 4 macam tarif pajak :
1. Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh :
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam kawasan pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh :
Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun yakni Rp. 6.000,-

3. Tarif progresif
Persentase tarif yang dipakai semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh : pasal 17 UU PPh 1995









Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Lama)
Tarif WP Badan :
* hingga dengan Rp 25.000.000,- 10%

* di atas Rp 25.000.000,- hingga dengna Rp 50.000.000,- 15%

* di atas Rp 50.000.000,- 30%


Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi :

a. Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar

b. Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap

c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.
Dengan demikian, tarif pajak berdasarkan pasal 17 Undang-undang PPh tersebut di atas termasuk tarif progresif progresif.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang dipakai semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

                                                                Thank"s to datakuliah.blogspot.com
Sumber http://candraekonom.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "✔ Pengertian Pajak"

Posting Komentar