Cerpen: Ternyata, Natan Karya Yanti

TERNYATA, NATAN
Karya Yanti

Seperti biasa acara rutin yang tak pernah terlewatkan ketika senja, saya duduk termangu di beranda depan sambil menikmati malam yang indah yang tak sanggup saya gambarkan dengan kata-kata. Dihiasi dengan kicau burung dan tawa belum dewasa yang sedang bermain melengkapi pesona senja ketika itu. Seketika suasananya tampak ibarat lukisan aneh ketika perasaan buruk mulai menembus pikiranku penuh tanda tanya. Entah kenapa saya tiba-tiba memikirkannya. Sudah seminggu ia ngak ada kabar, SMS dari saya tidak dibalasnya. Tanpa berpikir saya menghapus nomor teleponnya dan mencoba melupakan janjinya.

 Seperti biasa acara rutin yang tak pernah terlewatkan ketika senja Cerpen: Ternyata, Natan Karya Yanti
Cerpen: Ternyata, Natan Karya Yanti | www.zonasiswa.com

Fajar yang malang mengatakan dirinya semakin membuatku malas bangkit dari kawasan tidur. Semakin saya membuka mata, semakin berpengaruh rasa kantuknya. HP yang sudah bergetar, alhasil sanggup melawan kantuk ini. Ponsel kupelototin dengan saksama dan membaca pesan masuk. Wahh, hari ini yaitu hari pertama sekolah sesudah liburan Ramadhan. Tanpa berpikir saya cepat turun dari kawasan tidur dan berlari ke kamar mandi. Saya bergegas ke sekolah dengan impian tidak terlambat.

“Halo, Assalamualaikum ini dengan siapa? "Saya bertanya kepada seseorang yang saya dengar suaranya di belakang Handphone. 
“Mengapa kau bertanya ibarat itu, bukankah kau menyimpan nomor saya?" Jawabnya dengan nada jengkel. 
“Maaf kemarin nomor kak arfa dihapus alasannya saya pikir abang menghindar dari saya. Pokoknya abang juga salah, ketika itu saya SMS abang tapi ngak dibalas jadi saya hapus deh nomornya." Jawab saya panjang lebar. 
“Maaf Dinda bukan niat abang untuk menghindari, tapi kebetulan abang ngak punya pulsa jadi SMS kau ngak abang balas.” 

Percakapan mereka terus berlanjut meski hanya untuk sementara alasannya Rika yang telah memberiku kode, ini menandakan ia sudah ingin pulang ke rumah. Akhirnya pembicaraan berakhir dengan hati lega alasannya mendengar klarifikasi darinya.

Antara percaya dan tidak, tapi klarifikasi dari kak Arfa kemarin masih menciptakan saya mewaspadai keseriusannya terhadap saya. Aku mengangkat telepon yang secara tidak sengaja disimpan di sakuku. Lengkapi kata demi kata Komitmen yang ia janjikan kepada saya dan saya kirimkan sesegera mungkin via SMS. Mengharapkan balasan dari ia sesuai dengan yang kuinginkan. Lima menit kemudian ia membalas SMS saya, saya segera membuka pesan darinya. "Maaf Dinda, untuk ketika ini orang bau tanah abang belum memberi lampu hijau. Orang bau tanah abang ingin abang sukses dulu kemudian memikirkan pernikahan". Berbagai alasan ia kirim via SMS, tapi ada satu alasan yang paling menciptakan saya sangat sakit mendengarnya ketika SMS terdengar ibarat ini "Dinda, sebetulnya ibu saya kurang suka padamu, ibu lebih suka Mira, sahabat yang kau bawa ke rumah waktu itu".

Sesaat saya menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan napas sambil menatap langit sangat terang. Aku meletakkan telepon itu kembali ke saku celana dan mencoba mengulang bencana itu beberapa hari yang lalu. Pada waktu itu Kak Arfa dan teman-temannya berkunjung ke rumah untuk main, Keesokan harinya giliran saya menepati janjiku. Karena saya aib tiba ke rumah Kak Arfa sendiri, maka saya membawa temanku, Mira. Mira juga menyetujui ajakan saya dan menemani saya mengunjungi rumah Kak Arfa dan berkenalan dengan orang tuanya. Perasaanku tidak baik ketika melihat orangtuamu lebih bersahabat dan lebih sering menatap Mira daripada berbalik ke arahku. Dengan segera, perasaan buruk itu aya hapus dan berharap semuanya akan baik-baik saja. Tapi sebetulnya apa yang saya pikirkan pada ketika itu, benar-benar menjadi kenyataan hari ini. Percaya atau tidak, tapi pada ketika itu hati saya hancur. Seolah di atas awan kemudian tiba-tiba dilempar ke bumi. Ya Tuhan semoga penyesalanku hari ini sanggup menjadi manis, lebih bagus dari pada buah apa pun yang pernah kumakan, gumam diriku sendiri.

Saya masih ingat, 2 ahad yang kemudian kita berkenalan lewat jejaring sosial Facebook. Kak Arfa mengirim pesan di kotak masuk saya. Beberapa hari kemudian kita mulai terbiasa dan ternyata Kak Arfa yaitu senior saya di akademi tinggi. Semakin bersahabat semakin besar keinginan Kak Arfa untuk mengakibatkan saya sebagai pacar Kak Arfa. Menelepon saya setiap hari untuk menunggu balasan dari saya, dan alhasil saya tetapkan untuk menjalaninya dengan KOMITMEN yang Kak Arfa janjikan kepada saya. Meski sempat saya jelaskan ketika itu ada orang lain yang telah tetapkan hatinya dan hendak melamarku.

Aku yakin mungkin kak Arfa yang terakhir mengisi hari-hariku dan demi memilihnya saya rela menyakiti hati seseorang. Seorang sahabat yang begitu baik dan tidak pernah menuntut banyak pada saya. Akhirnya apa yang saya dapatkan, hanya rasa sakit. Hari demi hari kuratapi nasib saya, ingat semua komitmen Kak Arfa menciptakan saya sangat sakit. Saya ingin menghapurs ingatan ini semoga tidak mengingat perbuatan Kak Arfa kepada saya. Sabar yaitu apa yang harus saya lakukan sekarang. Meski masih sakit ini tapi saya yakin saya sanggup menjalaninya dengan senyuman. Memang benar ucapan bahwa penyesalan selalu terlambat. Jika waktu sanggup diulang lagi, saya tidak ingin tahu siapa namanya Kak Arfa, gumam saya dalam hati dengan sangat menyesal.

Status yang saya buat di homepage facebook saya mengikuti suasana hati saya. Saat saya sedang sibuk bermain facebook, tiba-tiba terkejut ketika Ibu menerobos kamar saya tanpa izin. 

“Ahhhhh, ibu  buat kaget saya aja." Kataku impulsif sambil melihat wajah ibu. 
“Nak, mana konsep undangan yang kau buat?" Tanya ibuku. 

Tanpa berpikir saya bergegas mencari dan ku serahkan pada ibu. Keesokan harinya sepulang sekolah, saya melemparkan tas itu ke kawasan tidur dan meletakkan tubuhku. Antara setengah tidur, tiba-tiba bunyi ibuku membangunkanku. Dengan perasaan malas saya bangkit dari kawasan tidur dan melangkah mendekati ibu. 

“Nak, kalau kau sanggup mulai dari sekarang, sapa saja sahabat kau yang ingin diundang. Karena dalam waktu dekat ada seseorang yang ingin tiba melamar kamu.” Antara surprise, bahagia bercampur galau perasaan ketika itu.

Rasa Deg-degan, senang, tetap tidak percaya bercampur aduk ketika rombongan keluarga tiba untuk melamarku. Ternyata, orang yang saya sakiti waktu itu, tetap teguh untuk melamar ku. Orang itu yaitu sahabat masa kecilku, Natan. Natan yaitu orang yang tetap sabar dan percaya bahwa cinta dan jodohnya yaitu saya. Dan ternyata memang iya, segala gejolak permasalahan cinta yang menimpaku, berakhir pada satu pilihan, yaitu Natan. Terimakasih calon Imamku, mungkin kau yang cocok untuk saya yang ditunjuk oleh Allah. Saya berkata pada diri sendiri ketika ia tersipu ketika mendengar bahwa keluarga dan keluarga saya telah menemukan titik terang. Ternyata, Natan, jodohku.

Bagi teman-teman yang memiliki suatu goresan pena unik wacana apa saja, ataupun puisi, cerpen, cergam, pantun, bahkan profil sekolah/guru favorit; dan ingin dibagikan ke teman-teman lainnya melalui mading zona siswa, silahkan saja kirim karya kalian di Mading . Karya kalian nantinya akan ditampilkan di mading kami dan akan dibaca oleh ribuan pengunjung lainnya setiap hari. Ayoo kirim karya kalian di mading . Terima kasih... ZONA SISWA | Ikut Mencerdaskan Bangsa

Sumber http://www.zonasiswa.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Cerpen: Ternyata, Natan Karya Yanti"

Posting Komentar