Selfie Bencana: Kutukan Etika Sosial


Sudah banyak bunyi publik yang risih dengan munculnya tren selfie di lokasi bencana. Salah satu yang terbaru yakni praktik swafoto yang dilakukan oleh beberapa orang di Banten pasca tempat tersebut diterjang tsunami. Praktik selfie di tragedi Banten bahkan menerima sorotan media internasional. Saya merasa lebih risih lagi saat jurnalis yang meliput meletakkan kata ”Indonesian” di judulnya.





Kita sanggup dengan gampang melihat tren itu sebagai suatu
perbuatan yang terkutuk. Rentetan argumen boleh saja ditawarkan, menyerupai hilangnya
empati, matinya moralitas, tanda-tanda skizofrenik, dan seterusnya. Sayapun baiklah saja
dengan kutukan itu namun di sini saya tidak akan mengulanginya alasannya yakni sudah
terlalu banyak.





Jika pelaku selfie tragedi tersebut benar-benar mengekspresikan pendapatnya sebagaimana yang ditulis di media, yaitu kira-kira ”mereka hanya memperlihatkan bahwa dirinya sedang berada di lokasi bencana”, berdasarkan saya ada suatu kasus besar yang menyerang pikirannya. Problem itu menutup ruang di kepalanya untuk berefleksi terhadap penderitaan.





Problem di pikirannya itu satu hal. Barangkali psikiater tertarik menelitinya. Namun kasus itu tidak muncul dari dalam. Saya masih percaya pada dampak susila sosial yang ikut membantu membentuk sikap itu. Mengapa orang selfie di tempat bencana?





Sudah banyak bunyi publik yang risih dengan munculnya tren selfie di lokasi tragedi Selfie Bencana: Kutukan Moral Sosial
source: metrotvnews.com




Fenomena ini tidak muncul begitu saja, namun dibuat oleh
tren gradual yang muncul dari teladan pikir narsisitik, salah satunya melalui swafoto
modern. Selfie menempatkan fokus perhatian pada ”diri” yang berselfie dengan
wajah sebagai simbol representasi. Konsekuensinya, diluar dirinya hanyalah
aksesoris.





Dulu, di awal tren selfie muncul, kutukan sudah tiba dari
mana-mana hingga akibatnya yang mengutuk ikut selfie dan mengakibatkan swafoto
sebagai suatu kondisi normal yang baru. Masyarakat kita udah mendapatkan selfie
sebagai salah satu style atau cara berfoto. Kita sanggup lihat fakta ini di semua ruang,
dari panggung politik hingga kamar mandi. Mengapa selfie di lokasi bencana
menjadi problematik? Menurut saya kuncinya yakni pada kasus susila dari
selfie itu sendiri. Konteks tragedi sebagai simbol derita hanya sedikit
memperburuk kutukan.





Ekspektasi susila publik dalam kondisi tragedi adalah
siapapun insan yang bukan terdampak tragedi memperlihatkan empatinya pada korban dan
keluarganya. Dengan kata lain, fokus dan prioritas perhatian yakni pada mereka
yang tertimpa, termasuk kerusakan yang dihasilkannya. Kerusakan yang tampak
secara visual idealnya sudah cukup melahirkan empati.





Dengan praktik selfie di lokasi bencana, para pelaku
menyerang kemapanan moralitas publik. Pelaku selfie tragedi menyampaikan bahwa
dirinya penting, tanpa mengatakannya. Terlepas apakah gotong royong tugas dirinya
memang benar-benar penting alasannya yakni sebagai relawan atau aparat, misalnya.





Foto selfie terdiri dari foto wajah diri yang menjadi titik fokus kamera dan background yang penuh dengan makna simbolik. Sebenarnya, background ini berbicara lebih banyak ketimbang wajah alasannya yakni background selalu berganti sehingga kaya interpretasi, sedangkan selfie wajah dari dulu ya itu-itu saja, monoton.





Sayangnya, interpretasi nilai simbolik dari background foto ini tidak dipahami atau tidak disadari oleh pelaku selfie di lokasi bencana. Mereka mengekspose wajahnya, padahal publik tidak butuh, kecuali ada yang gres yang ingin ditunjukkan dari wajahnya. Konsekuensinya, penderitaan yang direpresentasikan oleh background foto hanya menjadi pemanis dari wajah yang tak penting.





Akhirnya, pesan yang ditangkap publik bukan eksistensi fisik dirinya yang sedang berada di lokasi tragedi melainkan verbal immoral yang diekspose dengan wajah tanpa rasa bersalah. Selfie tragedi menjadi kutukan susila sosial di masyarakat kita yang sebelumnya telah mendapatkan selfie sebagai perlaku gres yang normal.





Sosiologi Moral



Sumber aciknadzirah.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Selfie Bencana: Kutukan Etika Sosial"

Posting Komentar