Makalah Keyakinan Akhlaq
Adab-Adab Menjenguk Orang Sakit
a) Kunjungan Wanita kepada Laki-laki yang Sakit
Mengunjungi pria yang sakit dibolehkan bagi perempuan diperbolehkan meski ia bukan mahramnya, dengan syarat kondusif dan tidak terjadi fitnah adanya hijab dan tidak memanfaatkan waktu berdua-duaan. Jika syarat-syarat tersebut sanggup dijaga maka diperbolehkan bagi perempuan menjenguk pria yang sakit begitupun sebaliknya.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a dan dari ayahnya, ia berkata, “ketika Rasulullah saw., tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal r.a., menderita demam. ‘Aisyah berkata.’Maka akupun menemui keduanya, dan saya berkata, ‘Wahai ayahku, bagaimana keadaanmu? Dan wahai Bilal bagaimana keadaanmu?
Dalam suatu riwayat Nabi sepulang dari Madinah para sahabat mengadu sakit demikian pula dengan Abu Bakar, ‘Amir bin Fuhairah maula Abu Bakar dan Bilal dan ketika itu Aisyah meminta izin pada Raulullah untuk menjenguk mereka dan beliaupun mengizinkan, ketika itu Aisyah berkata kepada Abu Bakar “Bagaimana keadaanmu?”
Pada suatu Riwayat dari Ibnu Syihab, dari Abu Ummah bin Sahl bin Hanif, ia mengabarkannya kepadanya bahwa seorang perempuan yang miskin sedang sakit maka ia mengabarkannya kepada Rasulullah saw. Tentang sakit yang diderita oleh perempuan tersebut. Dan Rasulullah saw. Senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyakan keadaan mereka.
Berdasarkan Hadits Riwayat yang tertera diatas maka memberikan bekerjsama seorang pria dan perempuan boleh menjenguk ketika sakit namun alakadarnya dan berniat benar-benar hanya akan menjenguk lilahita’ala., yang berarti begitu urgennya menjenguk saudara kita sehingganya orang yang bukan semukhrim dengan kitapun diizinkan.
Hikmah Sakit adalah :
Sakit Sebagai Penebus Dosa dan Kesalahan
Sakit merupakan penebus banyak sekali dosa dan menghapuskan segala kesalahan, sehingga sakit menjadi sebagai jawaban keburukan dari apa yang dilakukan hamba, kemudian dihapus dari catatan amalnya hingga menjadi ringan dari dosa-dosa. Hal itu berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, di antaranya hadits Jabir bin Abdullah r.a. sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Tidaklah sakit seorang mukmin, pria dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim, pria dan perempuan, melainkan Allah Swt menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon.” (HR. Ahmad, 3/346).
Sakit akan Mengangkat Derajat dan Menambah Kebaikan
Sesungguhnya sakit akan mengangkat derajat dan menambah kebaikan. Dalil-dalil perihal hal itu diantaranya hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkatasesungguhnya saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:
"Tidak ada seorang muslimpun yang tertusuk duri, atau yang lebih dari itu, melainkan ditulis untuknya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan" (HR. Muslim no. 2572).
Sakit Merupakan Sebab untuk Mencapai Kedudukan yang Tinggi
Hal itu diindikasikan oleh hadits Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kedudukan di sisi Allah Swt, ia tidaklah memperolehnya dengan amalan, Allah Swt senantiasa terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, hingga ia memperolehnya" (HR. Al-Hakim dan ia menshahihkannya 1/495).
Sakit Merupakan Bukti bahwa Allah SWT Menghendaki Kebaikan Terhadap Hamba-Nya
Hal itu ditunjukkan oleh bebreapa hadits-hadits berikut ini :
· Hadits Shuhaib bin Sinan r.a, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
“Sungguh mengagumkan kasus seorang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya menjadi kebaikan, dan hal itu tidak pernah terjadi kecuali bagi seorang mukmin: jikalau ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya, dan jikalau ia mendapat musibah, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya” (HR. Muslim no. 2999).
Sakit Membawa Manusia kepada Muhasabah (Introspeksi Diri)
Sesungguhnya sakit membawa kepada muhasabah (introspeksi diri) dan tidak sakit menciptakan orang terperdaya. Hukum ini berdasarkan kebiasaan, pengalaman dan realita. Sesungguhnya apabila seseorang menderita sakit, ia akan kembali kepada Rabb-nya, kembali kepada petunjuk-Nya, dan memulai untuk melaksanakan intropeksi terhadap dirinya sendiri atas segala kekurangan dalam ketaatan, dan meratapi tenggelamnya dia dalam nafsu syahwat, perbuatan haram serta penyebab-penyebab yang mengarah kepadanya.
Sakit menjadi Penyebab Kembalinya Hamba kepada Rabb-Nya
Bagian ini merupakan embel-embel pecahan sebelumnya, cobaan merupakan penyebab kembalinya hamba kepada Rabb mereka, yaitu pada ketika Dia menghendaki kebaikan terhadap mereka. Karena inilah, Allah Swt berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَآ إِلَى أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَآءِ وَالضَرَّآءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ
Artinya :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. Al-An’aam: 42)
Menghadapi orang yang sedang sakaratul maut
Pernahkan anda menunggu atau mendampingi keluarga, famili, tetangga atau orang lain yang sedang sakkaratul maut? Tentunya pernah, lantas apa yang anda perbuat? Apakah cukup diam diam atau menangis tersedu-sedu?
Bila kita berada di tengah-tengah seseorang yang sedang sakkaratul maut, dianjurkan kita melaksanakan beberapa hal, yaitu : Menghadapkan orang tersebut ke kiblat dengan tiga cara, yaitu kepala dihadapkan ke utara dan kaki ke selatan dengan miring ke kanan ibarat orang dalam kubur; kaki dihadapkan ke barat dan kepala ke timur dengan diangkat mukanya ke arah barat; kepala dihadapkan ke selatan dan kaki ke utara dengan miring ke kiri.
Dianjurkan orang tersebut semoga berwasiat mengenai hartanya ke masjid, madrasah, panti asuhan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta kekayaannya. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abu Qaradah juga oleh Hakim bekerjsama tatkala Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, ia menanyakan Parra bin Ma’rur. Kata mereka, ia sudah wafat dan mewasiatkan sepertiga hartanya untuk engkau, juga semoga ia dihadapkan ke kiblat sewaktu hendak meninggal. Maka Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tepat berdasarkan anutan agama Islam”.
Diajarkan orang yang sedang sakkaratul maut membaca, “Laa ilaaha illallaah”. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, bekerjsama Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ajarilah orang-orangmu yang akan meninggal membaca, ‘Laa ilaaha illallaah’. Dan selanjutnya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Mu’az bin Jabal bekerjsama Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa-siapa yang ucapan terakhirnya ‘Laa ilaaha illallaah’, ia akan masuk syurga”. Hadits dimaksud jangan ditafsirkan menjadi murah untuk masuk syurga, lantaran orang yang sedang sakkaratul maut sangat sulit membaca “Laa ilaaha illallaah”, lantaran pada ketika itu sakitnya berlipat ganda, mana ingat membacanya, mungkin tidak pernah mengerjakan sholat semenjak hidupnya, atau pernah melaksanakan dosa besar dan belum bertaubat, sehingga menjadi penghambat untuk mengucapkan “Laa ilaaha illallaah” ketika sakkaratul maut.
Dibacakan surat Yaa –sin di bersahabat orang yang sedang menghadapi sakkaratul maut. Dari Ma’qil bin Yasar bertaka bekerjsama Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bacakanlah olehmu terhadap orang yang akan meninggal dunia surat Yaa-sin”. Dari Abi Marda’ berkata bekerjsama Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiadalah bagi sesorang yang akan meninggal yang dibacakan surat Yaa-sin, keculai dimudahkan Allah kematiannya” (HR Shohibul Firdaus).
Setelah diketahui orang tersebut telah menghembuskan nafas terakhirnya, dianjurkan kepada yang berada di sekitar si mayit untuk melaksanakan : Memejamkan matanya dan merapatkan mulutnya yang terbuka, sambil mendoakannya. Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam tiba melawat Abu Salamah didapatinya matanya terbuka, maka ditutupkannya. Kemudian sabdanya, “Jika nyawa seseorang dicabut, maka diikuti oleh pandangannya”. Tiba-tiba kedengarana bunyi ribut diantara keluaga, maka Nabi bersabda, “Janganlah kau mengucapkan terhadap dirimu, kecuali yang baik, lantaran malaikat-malaikat akan turut mengaminkan apa yang kau ucapkan”. Lalu, doanya, “Ya Allah, berilah keampunan bagi Abu Salamah dan tinggikan derajatnya di lingkungan orang-orang yang memperoleh petunjuk, danangkatlah penggantinya di kalangan anak cucunya yang tinggal, serta berilah keampunan bagi kami dan baginya, wahai Tuhan Robbul ‘alamiin dan berilah kelapangan baginya dalam kuburnya dan terangilah ia dengan cahaya” (HR Muslim dari Ummu Salamah).
Menyelimuti si mayit dengan kain yang anggun semoga wajahnya yang mungkin berubah sewaktu sakkaratul maut tidak menjadi tontonan. Hal ini berdasarkan riwayat dari Bukhari dan Muslim bekerjsama Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam ketika ia wafat, jasadnya ditutupi dengan selimut dari Yaman.
Diperkenankan mencium si mayit oleh keluarganya. Dari ‘Aisyah berkata bekerjsama Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam telah mencium Utsman bin Madh’un sewaktu meninggalnya, sehingga saya melihat air mata mengalir di atas wajahnya” (HR Ahmad).
Memberitahukan kematiannya kepada keluarga yang bersahabat dan handai taulan. Dari Abu Hurairah berkata bekerjsama sesungguhnya Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada para sahabatnya mengenai simpulan hayat Hajasyi diharinya dia meninggal dunia” (HR Bukhari dan Muslim).
Menyegerakan untuk menuntaskan hutang piutang si mati. Dari Abu Hurairah berkata bekerjsama Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nyawa orang mukmin itu tergantung pada hutangnya hingga dibayar terlebih dahulu” (HR Ahmad, Ibnu Mjah dan Tirmidzi). Maksud hadits ini bahwa terhalangnya si mayit mendapat kebahagiaan atau terhalang untuk masuk syurga apabila bisa membayar hutang, namun tidak berniat untuk membayarnya, itulah orang yang terhalang.
Dalam hadits yang lain diterangkan dari Salamah bin Akwa’ menyampaikan bekerjsama pernah kami duduk di sisi Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian didatangkan jenazah, mereka bertanya, “Ya Rosulullah sholatilah dia”. Beliau bertanya, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Mereka menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Apakah dia memiliki hutang?”. Mereka menjawab, “Tiga dinar”. Nabi bersabda, “Sholatilah oleh kamu, dia sahabat kamu”. Abu Qotadah berkata, “Sholatilah, ya Rosulullah dan saya yang menjamin hutang-hutangnya”. Maka Rosulullah mensholatinya. (HR Ahmad dan Bukhari). Hadits ini menjadi petunjuk bagi kita, bahwa sebelum si mayit disholati terlebih dahulu jago waris memberikan jaminan akan membayar hutang-hutang si mati.
Kita diperintahkan untuk segera menguburkannya, namun sebelum dikubur kita diwajibkan memandikan, mengkafani, mensholatinya, mengantar ke kubur dan menguburkannya.
HAL-HAL YANG DIKERJAKAN SETELAH SESEORANG MENINGGAL DUNIA
1. Disunnahkan untuk menutup kedua matanya.
Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menutup kedua mata Abu Salamah Radhiyallahu 'anhu ketika dia meninggal dunia. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
1. Disunnahkan untuk menutup kedua matanya.
Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menutup kedua mata Abu Salamah Radhiyallahu 'anhu ketika dia meninggal dunia. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ فَلاَ تَقُوْلُوْا إِلاَّ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ
Sesungguhnya ruh apabila telah dicabut, akan diikuti oleh pandangan mata, maka janganlah kalian berkata kecuali dengan perkataan yang baik, lantaran malaikat akan mengamini dari apa yang kalian ucapkan.
[HR Muslim].
2. Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya yang semula. Hal ini supaya tidak terbuka auratnya. Dari Aisyah Radhiyallahu a'nha, ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ سُجِّيَ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ
Dahulu ketika Rasulullah meninggal dunia ditutup tubuhnya dengan burdah habirah (pakaian selimut yang bergaris).
[Muttafaqun 'alaih].
Kecuali bagi orang yang mati dalam keadaan ihram,maka tidak ditutup kepala dan wajahnya.
3. Bersegera untuk mengurus jenazahnya.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَنْبَغِي لِجِيفَةِ مُسْلِمٍ أَنْ تُحْبَسَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ أَهْلِهِ
Tidak pantas bagi mayat seorang muslim untuk ditahan di antara keluarganya.
[HR Abu Dawud].
Karena hal ini akan mencegah mayat tersebut dari adanya perubahan di dalam tubuhnya. Imam Ahmadrahimahullah berkata: "Kehormatan seorang muslim ialah untuk disegerakan jenazahnya." Dan tidak mengapa untuk menunggu diantara kerabatnya yang bersahabat apabila tidak dikhawatirkan akan terjadi perubahan dari badan mayit.
Hal ini dikecualikan apabila seseorang mati mendadak, maka diharuskan menunggu terlebih dahulu, lantaran ada kemungkinan dia hanya pingsan (mati suri). Terlebih pada zaman dahulu, ketika ilmu kedokteran belum maju ibarat sekarang. Pengecualian ini, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama. [Lihat Asy Syarhul Mumti' (5/330), Al Mughni (3/367)].
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: "Jika ada orang yang bertanya, bagaimana kita menjawab dari apa yang dikerjakan oleh para sahabat, mereka mengubur Nabi pada hari Rabu, padahal Beliau meninggal pada hari Senin? Maka jawabnya sebagai berikut: Hal ini disebabkan untuk menunjuk Khalifah setelah Beliau. Karena Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemimpin yang pertama telah meninggal dunia, maka kita tidak mengubur Beliau hingga ada Khalifah sesudahnya. Hal ini yang mendorong mereka untuk memilih Khalifah. Dan ketika Abu Bakar dibai’at, mereka bersegera mengurus dan mengubur mayat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh lantaran itu, jikalau seorang Khalifah (Pemimpin) meninggal dunia dan belum ditunjuk orang yang menggantikannya, maka tidak mengapa untuk diakhirkan pengurusan jenazahnya hingga ada Khalifah sesudahnya.” [Asy Syarhul Mumti' 5/333].
4. Diperbolehkan untuk memberikan kepada orang lain perihal info kematiannya.
Dengan tujuan untuk bersegera mengurusnya, menghadiri janazahnya dan untuk menyalatkan serta mendo’akannya. Akan tetapi, apabila diumumkan untuk menghitung dan menyebut-nyebut kebaikannya, maka ini termasuk na'yu (pemberitaan) yang dilarang.
5. Disunnahkan untuk segera menunaikan wasiatnya, lantaran untuk menyegerakan pahala bagi mayit.
Wasiat lebih didahulukan daripada hutang, lantaran Allah mendahulukannya di dalam Al Qur'an.
6. Diwajibkan untuk segera dilunasi hutang-hutangnya, baik hutang kepada Allah berupa zakat, haji, nadzar, kaffarah dan lainnya.
Atau hutang kepada makhluk, ibarat mengembalikan amanah, kontribusi atau yang lainnya. RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa seorang mukmin terikat dengan hutangnya hingga dilunasi.
[HR Ahmad, At Tirmidzi, dan ia menghasankannya].
Adapun orang yang tidak meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya, sedangkan dia mati dalam keadaan bertekad untuk melunasi hutang tersebut, maka Allah yang akan melunasinya.
7. Diperbolehkan untuk membuka dan mencium wajah mayit. Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُونٍ وَهُوَ مَيِّتٌ حَتَّى رَأَيْتُ الدُّمُوعَ تَسِيلُ
Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Utsman bin Madh'un Radhiyallahu 'anhu , ketika dia telah meninggal, hingga saya melihat Beliau mengalirkan air mata.
[HR Abu Dawud dan At Tirmidzi].
Demikian pula Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'anhu, ia mencium Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika ia meninggal dunia.
Sumber http://gad0-gado.blogspot.com/
0 Response to "Makalah Keyakinan Akhlaq"
Posting Komentar