Sejarah Menjadi Indonesia (16): Belanda Menyatukan Tanah Jajahan Tapi Menentang Persatuan Di Hindia; Pecah Belah Nkri


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hanya satu motif Belanda semenjak masa VOC dan Pemerintah Hindia Belanda yakni keuntungan. Investasi besar bukan untuk biaya meningkatkan kesejahteran penduduk pribumi di tanah jajahan tetapi untuk meratakan jalan dalam meraih keuntungan. Biaya besar untuk membangun benteng-benteng besar, belanja senjata dan membayar serdadu untuk menghancurkan perlawanan penduduk dan berperang melawan pesaing (Poertugis, Inggris dan lainnya). Bagi penduduk yang patuh dikenakan retribusi dan pajak untuk baiya pengadministrasian wilayah dan membayar honor pejabat dan pegawai.

Semua itu dimaksudkan untuk memfasilitasi para investor swasta dan investor pemerintah dalam berusaha di bidang perdagangan, pertanian, industri dan perusahan=persuahan jasa. Keuntungan perusahaan menjadi keuntungan bagi pemerintah dan kerajaan Belanda dalam bentuk-bentuk pajak perusahaan. Hanya perusahaan yang menguntungkan yang didukung oleh pemerintah. Dalam hal ini, hanya sebagian kecil keuntungan pemerintah tersebut yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan pengembangan sosial (kesehatan dan pendidikan penduduk). Penduduk menyumbang tenaga yang seharusnya dihitung sebagai biaya untuk membangun infrastruktur jalan dan jembatan.

Untuk mencapai misi tersebut secara maksimal, VOC dan Pemerintah Hindia Belanda (melalui Menteri Koloni) berusaha menyatukan semua tanah jajahan dalam satu manajemen tanah jajahan. Gubernur Jenderal VOC/Belanda di Batavia sanggup mengirim militer ke Malabar, Ceylon atau Afrika Selatan. Demikian juga Pemerintah Hindia Belanda sanggup mendorong pengusaha yang patuh dan penduduk yang tunduk untuk mengumpulkan pertolongan untuk membantu kesulitan orang Belanda di India atau di Afrika Selatan. Pemerintah hanya menghitung keuntungan dari investasi para insvestor utama di Belanda (termasuk invesasi keluarga kerajaan).

Persatuan yang muncul diantara penduduk pribumi ialah lawan dari pemerintah untuk mencapai keuntungan. Terbentuknya persatuan harus dihalangi dan bila perlu dikenakan pasal yang dianggap melawan pemerintah. Pembentukan persatuan penduduk pribumi di tanah jajahan, ibarat Hindia Belanda ialah dianggap tanda-tanda penyakit yang sanggup menggerogoti badan pemerintah. Sebelum persatuan menjadi penyakit yang mematikan pemerintah melaksanakan tindakan preventeif dan kuratif.. Oleh alasannya itu persatuan penduduk ialah acara kontra-pemerintah, alasannya itu harus diminimalkan.

Hanya satu yang bisa mengatasi kekuatan investasi Belanda yakni pendudukan Jepang. Ada perbedaan besar antara kebijakan Belanda dan Jepang di Indonesia. Seperti disebutkan, Belanda ingin mengeruk keuntungan melalui pembentukan pemerintahan, sedangkan Jepang bukan motif keuntungan tetapi membangun partner untuk menyokong pembangunan kekuasaan yang lebih besar melawan sekutu-sekutu Belanda. Karena itu Jepang tidak menghalangi munculnya persatuan di Indonesia dan bahkan ikut mendukungnya. Yang diinginkan Jepang, persatuan Indonesia sanggup memperkuat posisinya di dunia internasional. Kebutuhan utama Jepang hanya menjaga ladang-ladang dan kilang-kilang minyak biar tetap beroperasi untuk mendukung pergerakannya dalam melawan musuh-musuhnya.

Hukum alamiah ‘rantai makanan’ dipraktekkan. Siapa yang lebih buas ia yang sanggup memangsa yang lebih lemah. Pemerintah Kerajaan Belanda memakan (penduduk) Indonesia. Lalu Kerajaan Jepang memakan Kerajaan Belanda. Ternyata masih ada yang lebih buas Sekutu (sebagai induk Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda) memakan Kerjaan Jepang. Pihak Sekutu kemudian mendistribusikan masakan kepada anak-anaknya: Inggris dan Belanda. Amerika Serikat yang menjadi anggota Sekutu, tidak menerima bab dalam distribusi masakan berupa tanah jajahan dan hanya menerima uang preman terhadap musuh bebuyutannya, yakni Jepang (konvensasi serangan Jepang terhadap Pearl Harbour di Hawaii.

Ketika tanah jajahan (dalam hal ini Indonesia) dikembalikan kepada Pemerintah Kerajaan Belanda (pasca Perang Dunia II), langkah pertama yang dilakukan Belanda/NICA ialah memecah persatuan yang telah mengkristal di Indonesia pada masa pendudukan Jepang, suatu supra persatuan yang kemudian diproklamirkan sebagai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pemecahan persatuan dimulai dengan menguasai kembali kota-kota utama (sebagai wujud gres kolonialisasi). Kota-kota utama antara lain Batavia, Semarang, Sorabaja, Medan, Bandoeng, Palembang, Padang, Pekanbaru, Banjarmasin, Balikpapan dan Makassar. Tentu saja muncul perlawanan dari Pemerintah RI sebagai wujud lambang persatuan di Indonesia. Langkah kedua dilakukan Belanda/NICA ialah melaksanakan tindakan yang lebih bernafsu dengan melancarkan dua kali aksi militer. Pada fase inilah memecah peratuan Indonesia Belanda/NICA dengan membentuk negara-negara boneka.

Pemerintah Kerajaan Belanda tidak membutuhkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemerintah Kerajaan Belanda hanya membutuhkan wilayah-wilayah yang sanggup membuat keuntungan besar. Praktek tanah jajahan dimulai lagi. Praktek tanah jajahan itu dijalankan dengan membentuk negara-negara boneka yang memisahkan bab Belanda dengan bab RI. Negara-negara boneka yang dibuat dan menjadi bab Belanda ialah Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Selatan, Negara Pasundan, Negaras Jawa Timur plus negara penghubung sehabis semuanya lebih dahulu terbentuk Nagara Indonesia Timur yang berpusat di Makassar.

Di semua negara bomeka itu terbentuk alasannya hanya satu parameternya, yakni wilayah yang telah menguntungkan semenjak masa kolonial (sebelum pendudukan Jepang). Di wilayah-wilayah tersebut industri pertanian dan industri manufaktur sudah terbentuk. Suatu wilayah-wilayah yang harus dikuasai yang sanggup menjanjikan keuntungan yang besar berapapun besarnya biaya yang harus dikeluarkan jikalau pun terjadi perang antara Belanda dan Indonesia.  

Namun yang tetap menjadi pertanyaan dalam terbentuknya negara-negara boneka ialah mengapa ada orang Indonesia yang berpartisipasi aktif dalam membentuk negara-negara boneka tersebut, ketika para p0juang-p0juang Indonesia (yang dipimpin TNI) masih berperang melawan serdadu-serdadu Belanda di banyak sekali tempat. Jawabnya ialah diantara penduduk dan pemimpin Indonesia banyak yang tidak menginginkan persatuan. Hanya ingin mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan persatuan Indonesia. Mereka ini sanggup dianggap sebagai penghianat NKRI. Siapa mereka itu sangat gampang diidentifikasi pada masa kini. Untuk menghindari munculnya penghianatan bangsa kembali Tentara Nasional Indonesia selalu berada di depan. Karena itulah muncul slogan NKRI: Hidup atau Mati! Mengapa? Karena dalam rantai masakan para pemangsa selalu bersiap memakan pada dikala Indonesia melemah. Peratuan dan kesatuan ialah musuh terbesar negara-negara pemangsa.

Tunggu deskripsi lengkanya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap menurut sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang dipakai lebih pada ‘sumber primer’ ibarat surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya dipakai sebagai pendukung (pembanding), alasannya saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi alasannya sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber gres yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Sumber http://poestahadepok.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Sejarah Menjadi Indonesia (16): Belanda Menyatukan Tanah Jajahan Tapi Menentang Persatuan Di Hindia; Pecah Belah Nkri"

Posting Komentar