Rukun Dan Susila Dalam Halaqah
Rukun Halaqah
a. (Saling Mengenal)
Adalah sebuah permulaan yang harus ada dalam sebuah halaqah. Dasar da'wah kita yakni saling mengenal, seyogyanyalah setiap akseptor halaqah saling mengenal dan berkasih sayang dalam naungan ridha Allah SWT.
Dari sini, diterangkan bahwa dalam hal saling mengenal tidak ada pengecualian dan juga tidak membeda-bedakan menyerupai strata sosial. Namun yang bisa membedakan hanyalah ketakwaan seseorang.
Jadi, ta’aruf melingkupi saling mengenal mulai hal-hal yang berkaitan dengan fisik menyerupai nama, pekerjaan, postur tubuh, kegemaran, keadaan keluarga. Kemudian aspek kejiwaan menyerupai emosi, kecenderungan, kepekaan hingga aspek fikriyah menyerupai orientasi pemikiran. Selain itu juga hingga mengetahui kondisi sosial ekonomi, keseriusan dalam beribadah, dan puncaknya hingga mengetahui kondisi “isi kantong” dan kegiatan harian secara detail sepekan penuh.
Dalam hal ini, penulis memahami bahwa ta’aruf bukanlah sekedar kenal dari sisi identitas para akseptor halaqah. Namun lebih dari itu, makna ta’aruf merupakan satu kegiatan untuk mengenali
seseorang dari aspek temperamen, contohnya perihal sifat murung, marah, gembira, hirau tak hirau dan lain sebagainya.
b. (Saling Memahami)
Setelah ta’aruf ini akan mewujudkan suatu keadaan saling memahami. Saling memahami (tafahum) yakni kunci ukuwah islamiyah. Tanpa tafahum maka ukhuwah tidak akan berjalan. Allah
berfirman dalam al-Qur’an,
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kau sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kau menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kau tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kau nafkahkan pada jalan Allah pasti akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kau tidak akan dianiaya.” (QS. Al-Anfaal: 60)
Yang dimaksud dengan tafa>hum adalah:
1) Menghilangkan faktor-faktor penyebab kekeringan dan keretakan hubungan.
2) Cinta kasih dan lembut hati.
3) Melenyapkan perpecahan dan perselisihan alasannya pada hakikatnya perbedaan itu bukan pada problem yang sifatnya prinsipil.
Jika hal tersebut sudah terwujud, maka tafahum akan bisa memperlihatkan arahan-arahan faktual berupa:
a) Bekerja demi tercapainya kedekatan cara pandang.
b) Bekerja untuk membentuk keseragaman teladan pikir yang bersumberkan pada Islam dan keberpikan pada kebenaran.
c) Mempertemukan ragam cara pandang atas 2 hal yang sangat penting yakni: skala prioritas amal dan tahapan-tahapan dalam beraktivitas.
d) Menuju puncak tafa>hum yakni mempunyai kesatuan hati dan bisa berbicara dengan bahasa yang satu.
Jadi, tafahum merupakan sifat yang harus menempel pada diri para akseptor halaqah, alasannya didalamnya mengandung unsur saling melengkapi saat ada kekurangan. Misalnya ada akseptor yang ketinggalan bahan yang disampaikan tutor selama proses kegiatan halaqah berlangsung, maka temannya yang mengikuti proses dari awal dan faham akan bahan tersebut memberi tahu. Hal ini berdasarkan penulis akan menghasilkan terpupuknya rasa solidaritas sesama teman.
c. (Saling Menanggung Beban)
Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong
menolong dalam kebaikan. Melakukan sesuatu yang telah diperintahkan dan meninggalkan sesuatu yang dihentikan atau maksiat dan juga memusuhi musuhnya Allah.
Takaful mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Saling mencintai, adanya kasih sayang dan keterkaitan hati.
2) Bahu-membahu dalam banyak sekali pekerjaan yang menuntut banyak energi.
3) Tolong-menolong sesama muslim.
4) Saling menjamin (takaful) dalam ruang lingkup halaqah baik dengan murabbi maupun dengan sesama akseptor halaqah.
Adab-Adab dalam Halaqah
Agama Islam yakni satu-satunya agama yang mengatur segala bentuk kegiatan pemeluknya, contohnya budpekerti makan dan minum, budpekerti tidur, budpekerti menghadiri seruan dan lain sebagainya. Begitu juga dengan halaqah, maka terdapat adab-adab yang perlu diperhatikan. Abdullah Qadiri dalam bukunya yang berjudul Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah:
a. Serius dalam segala urusan, menjauhi senda gurau dan orang-orang yang banyak bergurau. Yang dimaksudkan serius dan tidak bersenda gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menajdi kaku, tegang, dan gersang, melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih
sayang, gurauan yang tidak melampaui batas atau berlebih-lebihan. Kaprikornus canda ria dan gurauan hanya menjadi unsur penyeling yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.
b. Berkemauan keras untuk memahami aqidah Salafus shalih} dari kitab- kitabnya menyerupai kitab Al-‘Ubudiyyah. Sehingga semua akseptor halaqah akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan aqidah.
c. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dengan jalan banyak membaca, mentadabburi ayat-ayat-Nya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits dan lain-lain.
d. Menjauhkan diri dari sifat ta’assub (fanatisme buta) yang menciptakan orang-orang yang taqlid terhadap seseorang atau golongan telah terjerumus ke dalamnya alasannya tidak ada insan yang ma’s}um (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulullah yang dijaga Allah. Sehingga apabila ada perbedaan pendapat hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Majlis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah terhadap seseorang atau jama’ah tertentu. Adab-adab Islam haruslah diterapkan antara lain dengan tidak memburuk-burukan seseorang.
e. Melakukan koreksi terhadap murabbi atau mutarabbi secara sempurna dan bijak alasannya tujuannya untuk mengingatkan dan bukan mengadili.
f. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan tetapkan skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.
g. Dalam hal ini, penulis memahami bahwa adab-adab halaqah yang ditulis Abdullah Qadir tersebut di atas merupakan sebagian kecil dari budpekerti kegiatan halaqah, tentunya masih banyak lagi adab-adab yang terkait. Namun yang lebih ditekankan yakni efektif dan efisien dari sebuah halaqah tersebut. Oleh alasannya itu, perlu dipahami secara secama oleh para peserta.
Sumber http://makalahahli.blogspot.com
a. (Saling Mengenal)
Adalah sebuah permulaan yang harus ada dalam sebuah halaqah. Dasar da'wah kita yakni saling mengenal, seyogyanyalah setiap akseptor halaqah saling mengenal dan berkasih sayang dalam naungan ridha Allah SWT.
Dari sini, diterangkan bahwa dalam hal saling mengenal tidak ada pengecualian dan juga tidak membeda-bedakan menyerupai strata sosial. Namun yang bisa membedakan hanyalah ketakwaan seseorang.
Jadi, ta’aruf melingkupi saling mengenal mulai hal-hal yang berkaitan dengan fisik menyerupai nama, pekerjaan, postur tubuh, kegemaran, keadaan keluarga. Kemudian aspek kejiwaan menyerupai emosi, kecenderungan, kepekaan hingga aspek fikriyah menyerupai orientasi pemikiran. Selain itu juga hingga mengetahui kondisi sosial ekonomi, keseriusan dalam beribadah, dan puncaknya hingga mengetahui kondisi “isi kantong” dan kegiatan harian secara detail sepekan penuh.
Dalam hal ini, penulis memahami bahwa ta’aruf bukanlah sekedar kenal dari sisi identitas para akseptor halaqah. Namun lebih dari itu, makna ta’aruf merupakan satu kegiatan untuk mengenali
seseorang dari aspek temperamen, contohnya perihal sifat murung, marah, gembira, hirau tak hirau dan lain sebagainya.
b. (Saling Memahami)
Setelah ta’aruf ini akan mewujudkan suatu keadaan saling memahami. Saling memahami (tafahum) yakni kunci ukuwah islamiyah. Tanpa tafahum maka ukhuwah tidak akan berjalan. Allah
berfirman dalam al-Qur’an,
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kau sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kau menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kau tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kau nafkahkan pada jalan Allah pasti akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kau tidak akan dianiaya.” (QS. Al-Anfaal: 60)
Yang dimaksud dengan tafa>hum adalah:
1) Menghilangkan faktor-faktor penyebab kekeringan dan keretakan hubungan.
2) Cinta kasih dan lembut hati.
3) Melenyapkan perpecahan dan perselisihan alasannya pada hakikatnya perbedaan itu bukan pada problem yang sifatnya prinsipil.
Jika hal tersebut sudah terwujud, maka tafahum akan bisa memperlihatkan arahan-arahan faktual berupa:
a) Bekerja demi tercapainya kedekatan cara pandang.
b) Bekerja untuk membentuk keseragaman teladan pikir yang bersumberkan pada Islam dan keberpikan pada kebenaran.
c) Mempertemukan ragam cara pandang atas 2 hal yang sangat penting yakni: skala prioritas amal dan tahapan-tahapan dalam beraktivitas.
d) Menuju puncak tafa>hum yakni mempunyai kesatuan hati dan bisa berbicara dengan bahasa yang satu.
Jadi, tafahum merupakan sifat yang harus menempel pada diri para akseptor halaqah, alasannya didalamnya mengandung unsur saling melengkapi saat ada kekurangan. Misalnya ada akseptor yang ketinggalan bahan yang disampaikan tutor selama proses kegiatan halaqah berlangsung, maka temannya yang mengikuti proses dari awal dan faham akan bahan tersebut memberi tahu. Hal ini berdasarkan penulis akan menghasilkan terpupuknya rasa solidaritas sesama teman.
c. (Saling Menanggung Beban)
Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong
menolong dalam kebaikan. Melakukan sesuatu yang telah diperintahkan dan meninggalkan sesuatu yang dihentikan atau maksiat dan juga memusuhi musuhnya Allah.
Takaful mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Saling mencintai, adanya kasih sayang dan keterkaitan hati.
2) Bahu-membahu dalam banyak sekali pekerjaan yang menuntut banyak energi.
3) Tolong-menolong sesama muslim.
4) Saling menjamin (takaful) dalam ruang lingkup halaqah baik dengan murabbi maupun dengan sesama akseptor halaqah.
Adab-Adab dalam Halaqah
Agama Islam yakni satu-satunya agama yang mengatur segala bentuk kegiatan pemeluknya, contohnya budpekerti makan dan minum, budpekerti tidur, budpekerti menghadiri seruan dan lain sebagainya. Begitu juga dengan halaqah, maka terdapat adab-adab yang perlu diperhatikan. Abdullah Qadiri dalam bukunya yang berjudul Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah:
a. Serius dalam segala urusan, menjauhi senda gurau dan orang-orang yang banyak bergurau. Yang dimaksudkan serius dan tidak bersenda gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menajdi kaku, tegang, dan gersang, melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih
sayang, gurauan yang tidak melampaui batas atau berlebih-lebihan. Kaprikornus canda ria dan gurauan hanya menjadi unsur penyeling yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.
b. Berkemauan keras untuk memahami aqidah Salafus shalih} dari kitab- kitabnya menyerupai kitab Al-‘Ubudiyyah. Sehingga semua akseptor halaqah akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan aqidah.
c. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dengan jalan banyak membaca, mentadabburi ayat-ayat-Nya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits dan lain-lain.
d. Menjauhkan diri dari sifat ta’assub (fanatisme buta) yang menciptakan orang-orang yang taqlid terhadap seseorang atau golongan telah terjerumus ke dalamnya alasannya tidak ada insan yang ma’s}um (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulullah yang dijaga Allah. Sehingga apabila ada perbedaan pendapat hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Majlis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah terhadap seseorang atau jama’ah tertentu. Adab-adab Islam haruslah diterapkan antara lain dengan tidak memburuk-burukan seseorang.
e. Melakukan koreksi terhadap murabbi atau mutarabbi secara sempurna dan bijak alasannya tujuannya untuk mengingatkan dan bukan mengadili.
f. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan tetapkan skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.
g. Dalam hal ini, penulis memahami bahwa adab-adab halaqah yang ditulis Abdullah Qadir tersebut di atas merupakan sebagian kecil dari budpekerti kegiatan halaqah, tentunya masih banyak lagi adab-adab yang terkait. Namun yang lebih ditekankan yakni efektif dan efisien dari sebuah halaqah tersebut. Oleh alasannya itu, perlu dipahami secara secama oleh para peserta.
0 Response to "Rukun Dan Susila Dalam Halaqah"
Posting Komentar