√ Kriteria Pemimpin Dalam Al-Qur’An
Pada zaman kini semakin banyak orang yang berlomba-lomba mengejar jabatan, dan bahkan menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup.
Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip tersebut, tidak lengkap rasanya kalau selagi masih hidup kalau tidak pernah (walaupun sekali) menjadi orang penting, dihormati dan dihargai masyarakat.
Jabatan formal maupun nonformal di negeri kita Indonesia dipandang sebagai sebuah “aset wajib”, lantaran baik pribadi ataupun tidak pribadi berpotensi pada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan lainnya.
Maka tidaklah heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan, administrator dan sebagainya merupakan keinginan dan obsesi semua orang. Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh masyarakat, bahkan hingga kepada artis.
Mereka berebut jabatan tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan pantaskah dirinya memangku jabatan (kepemimpinan) tersebut.
Dan parahnya lagi, mereka kurang atau bahkan tidak memiliki pemahaman yang benar ihwal hakikat kepemimpinan itu sendiri.
Mereka hanya beranggapan bahwa jabatan yaitu keistimewaan, fasilitas, kewenangan, pujian dan popularitas. Sedangkan jabatan itu yaitu tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang.
Hakikat kepemimpinan
Di dalam Al-Quran dan Hadits sebagai anutan hidup umat Islam sudah mengatur semenjak awal bagaimana seharusnya kita menentukan dan menjadi seorang pemimpin.
Pemimpin dalam pandangan Al-Quran bukan hanya sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara beliau dengan Allah swt.
Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 124, “Dan ingatlah saat Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), kemudian Ibrahim melaksanakannya dengan baik.
Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menyebabkan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah swt menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim”
Oleh lantaran itulah Islam menunjukkan anutan untuk memilih pemimpin yang baik. Dalam Al Qur’an, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk menentukan pemimpin yang baik dan beriman, menyerupai ayat-ayat berikut:
1. An-Nisa’ (ayat 138-139)
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan menerima siksaan yang pedih,”
“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”
2. An-Nisa’ (ayat 144)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengambil orang-orang kafir menjadi sahabat rapat dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Adakah kau hendak mengadakan alasan yang jelas konkret bagi Allah untuk (menyiksa) kamu?”
3. Al-Ma’idah (ayat 51)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengambil orang-orang Yahudi dan Katolik menjadi pemimpin-pemimmpin (mu): sebahagian mereka yaitu pemimpin bagi sebahagiaa yang lain. Barangsiapa diantara kau mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada oarng-orang yang dzalim”
4. At-Tawbah (ayat 23)
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kau jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, kalau mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kau menyebabkan mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang2 yang dzalim”
5. Ali-Imran (ayat 28)
“Janganlah orang-orang yang beriman mengambil orang-orang kafir menjadi sahabat rapat dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Dan barang siapa yang melaksanakan (larangan) yang demikian maka tiadalah ia (mendapat perlindungan) dari Allah dalam sesuatu apapun, kecuali kau hendak menjaga diri daripada sesuatu ancaman yang ditakuti dari pihak mereka (yang kafir itu). Dan Allah perintahkan supaya kau beringat-ingat terhadap kekuasaan diriNya (menyiksa kamu). Dan kepada Allah juga tempat kembali.”
Selain beriman seorang pemimpin juga harus bisa berlaku adil, menyerupai yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an berikut;
1. Al-Maidah (ayat 8)
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kau semua sentiasa menjadi orang-orang yang menegakkan keadilan kerana Allah, lagi menunjukan kebenaran dan jangan sekali-kali kebencian kau terhadap sesuatu kaum itu mendorong kau kepada tidak melaksanakan keadilan. Hendaklah kau berlaku adil (kepada siapa pun) lantaran perilaku adil itu lebih hampir kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan mendalam akan apa yang kau lakukan.”
2. An-Nisa’ (ayat 135)
“Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah kau menjadi orang-orang yang senantiasa menegakkan keadilan, lagi menjadi saksi (yang menunjukan kebenaran) kerana Allah, sekalipun terhadap diri kau sendiri, atau ibu bapa dan kaum kerabat kamu. Kalaulah orang (yang didakwa) itu kaya atau miskin (maka janganlah kau terhalang daripada menjadi saksi yang memperkatakan kebenaran disebabkan kau bertimbang rasa), kerana Allah lebih bertimbang rasa kepada keduanya. Oleh itu, janganlah kau turutkan hawa nafsu supaya kau tidak menyeleweng dari keadilan. Dan kalau kau memutar-balikkan keterangan ataupun enggan (daripada menjadi saksi), maka sesungguhnya Allah sentiasa Mengetahui dengan mendalam akan apa yang kau lakukan.”
Keadilan yang diserukan oleh Al-Qur’an intinya meliputi keadilan di semua bidang dan terlebih lagi, dalam bidang hukum.
Seorang pemimpin yang adil, indikasinya yaitu selalu menegakkan supremasi hukum. Memandang dan memperlakukan semua insan sama di depan hukum, tanpa pandang bulu. Hal inilah yang telah diperintahkan oleh Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah.
Ketika ada seorang wanita dari suku Makhzun dipotong tangannya karena mencuri, kemudian keluarga wanita itu meminta Usama bin Zaid supaya memohon kepada Rasulullah untuk membebaskannya, dan Rasulullah pun marah.
Beliau bahkan mengingatkan bahwa, kehancuran masyarakat sebelum kita disebabkan oleh ketidakadilan dalam supremasi aturan menyerupai itu.
Dari Aisyah ra. sebetulnya Rasulullah saw. bersabda:
Adakah patut engkau memintakan kebebasan dari satu eksekusi dari beberapa eksekusi (yang diwajibkan) oleh Allah? Kemudian ia bangun kemudian berkhutbah, dan berkata:
“Hai para manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kau itu rusak/binasa dikarenakan apabila orang-orang yang mulia diantara mereka mencuri, mereka bebaskan. Tetapi, apabila orang yang lemah mencuri, mereka berikan kepadanya hukum’. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, Dariini, dan Ibnu Majah)
Semoga bisa bermanfaat, baca juga memaknai waktu (al-qur’an)
Sumber https://carajuki.com
0 Response to "√ Kriteria Pemimpin Dalam Al-Qur’An"
Posting Komentar