Sejarah Kota Depok (51): Sejarah Lenteng Agung Dan Asal Usul; Melacak Posisi ‘Gps’ Klenteng Agoeng Di Land Tanah Agong
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
Lenteng Agung ialah suatu nama terkenal di selatan Jakarta berbatasan dengan Depok. Nama Lenteng Agung sendiri sudah terkenal semenjak dulu. Namun namanya gres terkenal sesudah tahun 1873. Ini sehubungan dengan selesainya pembangunan jalur rel kereta api Batavia-Buitenzorg, yang mana salah satu halte/stasion disebut Lenteng Agung.
Lenteng Agung ialah suatu nama terkenal di selatan Jakarta berbatasan dengan Depok. Nama Lenteng Agung sendiri sudah terkenal semenjak dulu. Namun namanya gres terkenal sesudah tahun 1873. Ini sehubungan dengan selesainya pembangunan jalur rel kereta api Batavia-Buitenzorg, yang mana salah satu halte/stasion disebut Lenteng Agung.
Peta Lenteng Agung, 1901 |
Nama Lenteng Agung bukanlah berasal dari suatu klenteng (lenteng) yang besar (agung). Namun nama Lenteng Agung berasal dari suatu proses (transfomasi) ‘klenteng di Tanah Agong’. Klenteng yang dimaksud terdapat di Tanah Agong. Dengan kata lain wilayah Lenteng Agung dulu namanya Tanah Agong. Yang sering menjadi pertanyaan pada masa ini dimana posisi GPS klenteng yang dulu pernah ada di Tanah Agong (kini Lenteng Agung). Tentu saja, kita tidak sanggup melacaknya pada masa kini. Situsnya pada masa ini sudah tidak berbekas. Untuk keperluan pengetahuan masa kini, mari kita lacak dimana posisi ‘gps’ klenteng tersebut di masa lampau.
Perlu diketahui bahwa sebelum muncul nama Lenteng Agoeng, jauh sebelumnya sudah eksis nama wilayah dengan nama Klenteng Agong. Wilayah tersebut berada di Bidara Tjina. Wilayah Klenteng Agong ini berada diantara sisi barat sungai Tjiliwong di timur dan kampong Pantjoran di sisi barat. Wilayah Klenteng Agong dalam perkembangannya berubah nama menjadi Tjawang.
Popularitas Lenteng Agung gres muncul tahun 1873, ketika dimulainya pengoperasian kereta api Batavia-Buitenzorg dimana para penumpang sanggup turun dan naik di halte/stasion Lenteng Agung. Hari pertama operasi dimulai tanggal 31 Januari 1873 (lihat Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873).
Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama ruas Batavia-Meester Cornelis sudah beroperasi semenjak tahun 1869. Tahap kedua ruas Meester Cornelis-Buitenzorg yang operasi dimulai tahun 1873. Jarak Meester Cornelis ke halte/stasion Pasar Minggoe sejauh 8.9 Km; kemudian ke Lenteng Agong 5.4 Km; ke Pondok Tjina 4.4. Km, ke Depok 4.3 Km; ke Tjitajam 5.1 Km; ke Bodjong Gede 5.3 Km; ke Tjiliboet 4.3 Km; dan terakhir ke Buitenzorg 7.7 Km (lihat ‘De Eerste Javasche Spoorwegen’, Tijdschrift voor Neerland's Indië jrg 2, 1873).
Jalur kereta api ruas Meester Cornelis-Buitenzorg ini sejatinya mengikuti jalur jalan kuno Pakuan-Sunda Kelapa. Jalur jalan kuno ini sanggup dibandingkan dengan jalur kereta api yang gres di sekitar Serengseng Sawah dan Lenteng Agung yang sekarang.
Bayangkan jalan kuno ini pada masa lampau dari Depok. Gerobak dan kereta kuda melaju kencang dari Depok melewati Pondok Tjina dan kampong Bodjong (kira-kira Gang Kober sekarang). Setelah itu mengikuti jalan sisi kiri di bawah fly-over UI yang kini dan kemudian memotong rel hingga menujui halte UI, turunan.tanjakan kemudian belok kiri hingga ketemu persimpangan Jalan Serengseng Sawah. Lalu lurus memotong rel kembali. Jika lurus menuju Jalan Gardu dan belok kiri ke arah markas militer dan lanjut ke stasion Lenteng Agoeng. Selepas stasion Lenteng Agong kembali memotong rel menuju IISIP dan kemudian lewat sisi kiri (Simpang Jalan Joe) dan terus ke stasion Tandjong Barat dan kemudian memotong rel lagi di bawah fly-over menuju Poltangan. Lalu kemudian memotong rel kembali sebelum stasion Pasar Minggo (dst).
Jalur menuju Jalan Gardu di Serengseng terus ke arah sungai Tjiliwong ialah lokasi Landhuis dari Land Serengseng (tempat dimana baheula Cornelis Chastelein memulai pertanian). Jalur jalan kuno yang menuju stasion Lenteng Agoeng, pada sisi kanan sebelum memotong rel menuju IISIP ialah pusat (landhuis) dari Land Lenteng Agoeng. Antara halte/stasion Lenteng Agong dan persimpangan (jalan kuno vs rel kereta api sekitar IISIP) inilah batas-batas di selatan dan di utara Land Lenteng Agong. Sementara di sisi timur pribadi berbatasan sungai Tjiliwong. Sedangkan di sisi barat sekitar Pasar Lenteng Agung yang sekarang.
Land Lenteng Agung sangat kecil dan sanggup dikatakan land terkecil yang pernah ada di masa Hindia Belanda. Lantas kapan land Lenteng Agong terbentuk? Itu yang menjadi pertanyaan utamanya.
Dalam Statistik 1867 nama Lenteng Agong belum teridentifikasi. Dalam Statistik 1867 Batavia terdiri dari empat Afdeeling: Batavia (Stad); Meester Cornelis, Buitenzorg dan Tangerang. Afdeeling Meester Cornelis terdiri dari empat district: Meester Cornelis, Kebajoran, Bekasi dan Tjabangboengin. District Meester Cornelis terdiri dari 65 Landerien, salah satu diantaranya Land Tandjong West. Land Tandjong West ini terdiri dari 13 kampong yang dihuni oleh satu orang Eropa, 3.345 jiwa pribumi dan sebanyak 70 jiwa Tionghoa dan Arab tiga jiwa.
Land Tandjong West sendiri sudah terbentuk semenjak masa VOC. Landhuis berada di ujung Jalan Poltangan erat dengan sungai Tjiliwong. Tidak ada jalan masuk antara Tandjong Oost (Pasar Rebo yang sekarang) dengan Tandjong West. Landhuis Tandjong West diakses dari jalan kuno sisi barat sungai Tiliwong, jalan dari Pakuan ke Sunda Kelapa. Land Tandjong West pada masa VOC ialah land yang mengusahakan peternakan. Hingga tahun 1863 Tandjong West masih menjadi penghasil susu (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-07-1863).
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, Land Tandjong West ditingkatkan menjadi lahan pertanian yang dikaitkan dengan pembangunan irigasi. Pada tahun 1830 dibangun setu Babakan di kampong Kalibata dan airnya dialirkan dengan menciptakan kanal dari setu menuju Land Tadjong West. Kanal ini melewati sisi barat (di bawah) stasion Lenteng Agong yang sekarang.
Pembangunan setu dan kanal irigasi telah mengubah wajah Land Tandjong West secara drastis, dari lahan-lahan yang kering (sulit air) menjadi lahan-lahan yang subur (berpengairan sepanjang tahun). Dampaknya, satu hal yang penting terbentuknya pasar di suatu kawasan yang kemudian disebut Pasar Minggo. Pada Almanak tahun 1838 pasar ini masih disebut Pasar Tandjong West
Sejak adanya kanal, lahan antara Land Serengseng dan Land Tandjong West semakin produktif. Lahan tersebut terdiri dari dua bidang lahan yang topografinya berbeda. Sisi barat jalan kuno ialah lahan miring yang subur. Dengan adanya kanal, lahan miring tersebut lahan mempunyai pengairan yang teratur (irigasi dari kanal). Kanal ini diteruskan ke utara di Tandjong West. Sisi timur jalan kuno, lahan datar yang sebelumnya lahan kering yang sulit air lantaran air berada di bawah (sungai Tjiliwong), dengan adanya kanal lahan ditingkatkan menjadi lahan subur yang berpengairan irigasi tetap. Irigasi ini dibangun dengan menciptakan kanal ke arah selatan dari kanal yang berada di sekitar IISIP yang sekarang. Kanal ini dialirkan terus ke halte/stasion yang kini dan terus dialirkan ke lahan di Serengseng. Kanal ini pada prinsipnya ialah kanal mundur dimana titik baliknya berada di depan IISIP yang sekarang. Hal serupa ini juga pernah dilakukan sebelumnya di Depok. Inilah salah satu bentuk revolusi kanal.
Land Sereng Seng lebih bau tanah dari Land Tandjong West. Land Sereng Seng (Sering Sing) sudah diusahakan semenjak 1690an oleh Cornelis Chastelein. Land Tandjong West gres terbentuk pada 1750an, suatu land gres yang diusahakan sebagai lahan peternakan oleh Jan Andries Duurkoop. Dengan dibangunnya bendungan setu Babakan pada tahun 1830 dan pembuatan kanal melalui Lenteng Agoeng, maka lahan (Land) Sereng Seng kawasan dimana doeloe Cornelis Chastelein membangun pertanian gres mempunyai pengairan yang tetap (irigasi), Di masa Cornelis Chastelein, land Sereng Seng sisi timur jalan kuno ke arah sungai Tjiliwong ialah lahan tadah hujan (lahan lembap di demam isu hujan, lahan kering di demam isu kemarau).
Land Tanah Agong No. 329 dan No. 241 Verp. No.5774 |
Lahan yang diusahakan ini berada di Residentie Batavia, Afdeeling Meester-Cornelis, blok M, deel 3, No. 239 dan No 241, area wijk Tanah Agong, verponding No. 5774. Lahan ini terbagi dua bagian. Bagian A: di sebelah utara land Tandjong West, di sebelah selatan satu persil lahan verponding, di sebelah timur Grooten Heerenweg (jalan kuno), dan sebelah barat lahan Kalibata. Bagian B: sebelah utara persil lahan, selatan persil lahan, sebelah timur sungai Tjiliwong, dan sebelah barat jalan besar Grooten Heerenweg. Informasi ini menawarkan lahan berada di Tanah Agong yang kelak disebut Land Lenteng Agoeng,
Javasche courant, 16-04-1836 |
Dalam isu kepemilikan lahan di Tanah Agong ini juga terindikasi adanya klenting dimana alamat lahan perempuan pribumi Naisa di Gang Klenteng. Klenting ini diduga besar lengan berkuasa berada di sisi jalan raya (yang menjadi pananda navigasi untuk Gang Klenteng). Klenteng yang berada di lahan (land) Tanah Agong ini terang pemiliknya ialah orang Tionghoa atau klenteng yang dibangun oleh komunitas Tionghoa. Kapan klenteng dibangun di Tanah Agong tidak diketahui secara pasti. Bagaimana klenteng dibangun di Tanah Agong juga tidak diketahui secara jelas. Sebab, faktanya, land Tanah Agong bukanlah dimiliki oleh seorang Tionghoa. Land kepemilikan Tionghoa ialah Land Pondok Tjina, Land Tjimanggis dan Land Tjiniere.
Kita kembali ke masa sebelumnya. Keberadaan jalan kuno (jauh sebelum adanya rel kereta api). Kampong Sereng Seng (Land Sering Sing) dan kampong Pondok Tjina ialah dua titik lokasi strategis antara Depok dan Tandjong West yang menjadi jalur penyeberangan sungai Tjiliwong. Penyeberangan sungai di Pondok Tjina dengan memakai getek menghubungkan Land Pondok Tjina dan Land Tjimanggis (yang berada di Gtooteweg Trans-Java Daendels Batavia-Buitenzorg). Penyeberangan sungai di Sereng Seng ialah penyeberangan dengan jembatan gantung yang terbuat dari kabel telegraf. Jembatan ini menghubungkan sisi dari Tjiniere dan Parong menuju pasar besar di Tandjong Oost (kini Pasar Rebo). Karena Land Tanah Agong ialah titik simpul dari segala arah, maka komunitas Tionghoa menentukan Tanah Agong sebagai lokasi klenteng. Klenteng di Tanah Agong boleh jadi sudah ada semenjak masa VOC.
Pada tahun 1860, Pemerintah Meester Cornelis akan meningkatkan budidaya padi (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-02-1860). Hal ini lantaran pemerintah Buitenzorg telah berhasil di Kedong Badak, Tjileboet, Bodjong Gede, Tjitajam, Depok dan Pondok Tjina. Pemerintah Meester Cornelis juga akan berencana meningkatkan budidaya padi di Tandjong West, Kalibata, Kemang, Klenteng Agong dan Kampong Melayoe
Nama Land Klenteng Agong bukanlah pemekaran dari Land Tandjong West. Pemekaran Land Tandjong West ialah Land Tanah Agong. Meski demikian, Land Tanah Agong tidak begitu dikenal, lantaran secara umum nama Land Tandjong West lebih mengemuka. Nama Land Klenteng Agong sejatinya ialah nama land dari pemekaran Land Bidara Tjina. Sebagaimana diketahui dua klenteng yang sudah ada semenjak usang (sejak masa VOC) ialah klenteng di Tangerang dan klenteng di Bidara Tjina. Klenteng di Bidara Tjina tersebut kini berada di land pemekaran di Land Klenteng Agoeng. Land Klenteng Agong berada antara sungai Tjiliwong dan Pantjoran. Land Klenteng Agong diduga situs kuno. Di Land Klenteng Agong tidak ditemukan orang Tionghoa lagi meski pemilik land tersebut ialah seorang Tionghoa. Land Klenteng Agong hanya terdiri dari satu desa/kampong yang dihuni orang pribumi sebanyak 633 jiwa (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1869 deel 4, vol. 2, 01-01-1869). Land Klenteng Agong juga ditulis Kalibata Klenteng Agong. Lokasi Klenteng Agong ini sempurna berada di Pantjoran (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-01-1889).
Sementara itu, klenteng yang dibangun di Land Tandjong West, tepatnya di Land Tanah Agong umurnya relatif lebih bau tanah bila dibandingkan dengan pembangunan klenteng di Buitenzorg. Klenteng di Land Tandjong West (Land Tanah Agong) diduga merupakan satu-satunya klenteng yang berada di wilayah tengah. Klenteng lainnya yang dibangun lebih awal ialah klenteng di Tangerang dan klenteng di Bidra Tjina. Agong) diduga merupakan satu-satunya klenteng besar yang berada di wilayah tengah.
Klenteng yang terdapat di Land Tandjong West menjadi simpul kawasan peribadatan bagi Tionghoa yang terfapat di arah selatan (Pondok Tjina, Depok, Tjitajam), barat (Parong, Sawangan dan Tjinere), di arah timur (Tjimanggis, Tandjong Oost), dan utara (Djagakarsa, Tandjong West dan Pasarminggo).
Pada tahun 1869 jalur kereta api Batavia-Meester Cornelis mulai beroperasi. Setelah itu perencanaan pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg ruas Meester Coenelis-Buitenzorg mulai dilakukan. Saat inilah diduga lahan-lahan gres verponding di Land Tandjong West diformalkan dengan membentuk nama land baru, yakni: Land Tandjong West sendiri; Land Djati Padang (Kali Bata Poelo), Land Ragoenan dan Land Lenteng Agoeng. Meski demikian, aaat itu, Land Lenteng Agong tetap disebut Tanah Agong.
Pada tahun 1869 telah terjadi alih milik lahan di Tanah Agong. Dua persil lahan Ling Ing Lie atau Lie Eng Lie telah dibeli oleh pedagang Said Mohamad bin Aboe Bakar Aijdiet masing-masing verponding No.5531 seharga f575 dan verponding No 5774 seharga f175 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-11-1869).
Popularitas klenteng di Land Tanah Agong diduga menjadi alasannya munculnya nama gres Land Lenteng Agong (terjadi proses reduksi dari penanda navigasi ‘klenteng di Tanah Agong’.
Keutamaan lainnya lahan gres di Lenteng Agung (Tanah Agong) ialah terbentuknya pasar. Pasar ini menjadi pasar sekunder dimana jauh sebelumnya sudah terbentuk pasar yang telah menjadi pasar besar, yakni di Tandjong Oost (woensdag, hari Raboe), Parong (vrijdag, hari Jumat), Tjimanggis dan Pasar Minggo (Tandjong West). Pasar Lenteng Agoeng sendiri sanggup diakses dari banyak sekali arah: selain berada di jalur jalan kuno, juga sanggup diakses dari Tjinirie/Sawangan melalui sisi setu Babakan/kanal yang merupakan Jalan Kahfi yang sekarang; dan dari Tandjong Oost (Pasar Rebo) melalui jembatan gantung di atas sungai Tjiliwong di Serengseng. Pasar di Land Lenteng Agoeng relatif bersamaan dengan terbentuknya Pasar Tjitajam dan Pasar Kemiri. Untuk sekadar perbandingan: Pada tahun 1862 pasar-pasar besar dikenakan, ibarat Pasar Senin (Weltevreden) dengan verponding sebesar f24.000 per tahun; Pasar Tanah Abang f 15.000; Pasar Meester Cornelis f8.000; Pasar Tandjong West (Pasar Minggo) f1.400; Pasar Tandjong Oost (Pasar Rebo) f700; Pasar Simplicitas (Pasar Jumat) f1.000 (lihat Nieuw Amsterdamsch handels- en effectenblad, 08-01-1862). Pasar Lenteng Agong ialah pasar kecil yang dibebaskan dari verponding.
Apa yang mendasari pembentukan halte/stasion dalam pembangunan rel kereta api ruas Meester Cornelis-Buitenzorg ialah lantaran adanya pusat konsentrasi orang Eropa dan pasar. Depok dan Pondok Tjina lantaran terdapat orang Eropa, sedangkan Tjitajam dan Lenteng Agoeng lantaran adanya pasar. Pasar Lenteng Agoeng ini diduga telah muncul semenjak usang oleh adanya kegiatan orang Tionghoa di Tana Agong.
Land Tanah Agong pada dasar sanggup dikatakan pemekaran Tandjong West, tetapi juga sanggup dikatakan sebagai land tersendiri antara land Tandjong west dan land Sereng Seng. Oleh lantaran itu adakalanya Land Tanah Agong dan Land Serengseng disatukan ke dalam satu wilayah adnministratif yang disebut Land Tandjong West (lihat Bijdragen tot de taal- land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1869 deel 4, vol. 2, 01-01-1869). Namun lahan-lahan yang termasuk Land Tanah Agong juga berdampingan dengan Land Mampang. Lahan-lahan yang berdampingan tersebut disatukan dalam satu administratif yang disebut Land Mampang dan Tana Agong yang terdiri dari enam kampong yang dihuni seluruhnya orang pribumi sebanyak 477 jiwa. Dulu secara administratif Land Tanah Agong disebut Tandjong West en Tana Agong (lihat Javasche courant, 07-09-1836), selanjutnya disebut Mampang en Tana Agong. Lalu dalam perkembangannya hanya disebut Land Lenteng Agoeng.
Dalam perencanaan jalur kereta api secara teknis mempertimbangkan jarak tempuh yang dibagi ke dalam beberapa halte/stasion. Pertimbangan menentukan posisi halte.stasion tentu saja didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Faktor ekonomi yang besar lengan berkuasa ialah adanya pasar yang menjadi simpul perekonomian di sekitar. Hal inilah yang menyebabkan di Pasar Lenteng Agoeng di Tanah Agong dibangun halte/stasion. Dalam pembangunan halte/stasion di Land Tanah Agong, nama halte/stasion bukan Tanah Agong, tetapi halte/stasion Lenteng Agong. Mengapa demikian? Sulit dipahami. Namun diduga hanya lantaran faktor popularitas, ibarat halte/stasion Pasar Minggo, Pondok Tjina, Depok dan Tjitajam ialah nama-nama yang kadung sudah dikenal luas. Pondok Tjina, Depok dan Tjitajam ialah nama-nama land, sedangkan Lenteng Agong dan Pasar Minggo ialah nama-nama pasar. Namun tidak usang sesudah jalur kereta api beroperasi dan nama halte di Tanah Agong disebut halte/stasion Lenteng Agoeng muncul perkara diantara para pewaris Land Tanah Agong.
Pada tahun 1881 terjadi sengketa atas kepemilikan sahan Land Tanah Agong yang mengusahakan pertanian. Yang bersengketa ini ialah para belum dewasa pendiri: Said Hoessin bin Mohamad bin Aboe Bakar Aydiet din Pecojan, Batavia dan saudara-saudaranya; Conrad Herman Metger di Duitschland (Jerman); Ralph Edwin Smith di Batavia; dan Carel Martinus Wilhelmus Kruymel di Semarang. Setelah melalui proses pengadilan, atas nama Konings (Radja), Raad van Justitie te Batavia (Eerste Kamer) memutuskan bahwa perjuangan di Land Tanah Agong dinyatakan pailit (lihat Nederlandsche staatscourant, 08-12-1881).
Bataviaasch handelsblad, 19-07-1884 |
Yang membeli lahan Tanah Agong (land Lenteng Agoeng) ialah seorang Tionghoa kaya, Tidak diketahui siapa namanya. Sebelumnya pemilik lahan-lahan di Land Pondok Tjina, Land Tjimanggis dan Land Tjiniere ialah pengusaha-pengusaha Tionghoa.
Pada tahun 1891 terjadi insiden besar di Lenteng Agoeng. Pemilik Land Lenteng Agoeng, seorang Tionghoa meninggal lantaran pembunuhan (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 08-09-1891). Landheer terbunuh oleh mandornya sendiri lantaran alasannya diberhentikan (De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 28-09-1891).
Landhuis dan barak pekerja di Land Lenteng Agoeng (1902) |
Peta Lenteng Agoeng gres terbit sesudah adanya pembangunan rel kereta api. Peta tertua Land Lenteng Agoeng ialah peta yang terbit tahun 1902. Peta Land Lenteng Agong mengindikasikan luasnya hanya sebatas stasion Lenteng Agoeng di selatan dan IISIP di utara, Di sebelah timur berbatasan sungai Tjiliwong. Di sebelah barat hanya beberapa ratus meter di sisi barat stasion Lenteng Agong. Batas-batas dalam Peta 1902 persis sama dengan keterangan yang terdapat dalam dokumen Afdeeling Meester-Cornelis, blok M, deel 3, No. 239 dan No 241, area wijk Tanah Agong, verponding No. 5774 sebagaimana yang juga telah disengketakan di pengadilan oleh para pewaris.
Pasar dan Klenteng di Land Lenteng Agoeng (1902) |
Dengan demikian, nama Lenteng Agong bukanlah nama kuno ibarat Pondok Tjina dan Bidara Tjina. Nama Lenteng Agong di Land Tandjong West ialah nama baru, Sebelumnya nama Land Klenteng Agong sudah eksis di Bidara Tjina. Namun pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg menyebabkan nama lahan di Land Tandjong West menjadi terkenal sebagai Land Lenteng Agoeng untuk menggantikan Land Tanah Agong. Sejak itu, nama Land Klenteng Agong di Bidara Tjina mulai meredup hingga menghilang dan kemudian muncul nama gres yang disebut Land Tjawang.
Peta 1896 |
Pergeseran nama Klenteng Agong menjadi Lenteng Agong di Land Tandjong West diduga lantaran proses pelafalan. Semakin memudarnya nama Land Klenteng Agoeng di Bidara Tjina dan semakin populernyanya Land Lenteng Agoeng diduga telah diratifikasi sendiri oleh Pemerintah Meester Cornelis untuk membedakan satu dengan yang lainnya.
Nama Pondok Tjina sejatimya sudah ada semenjak masa Cornelis Chastelein yang memulai perjuangan pertanian tahun 1690an di Sering Sing. Sedangkan nama Bidara Tjina gres muncul sesudah terjadinya pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia tahun 1740. Land Bidara Tjina berada di selatan Kampong Melayu di sisi timur sungai Tjiliwong. Dalam perkembangannya Land Bidara Tjina dimekarkan dengan membentuk Land Klenteng Agong di sisi barat sungai Tjiliwong. Land Klenteng Agong berbatas sungai Tjiliwong hingga ke Tugu Pancoran yang sekarang.
0 Response to "Sejarah Kota Depok (51): Sejarah Lenteng Agung Dan Asal Usul; Melacak Posisi ‘Gps’ Klenteng Agoeng Di Land Tanah Agong"
Posting Komentar