Pembelajaran Fiqih Mi

1. Tujuan Pembelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah.
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali penerima didik supaya dapat:
a. Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan aturan islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan langsung dan social.
b. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hokum islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dan ketaatn dalam menjalankan fatwa agama islam baik dalamhubungan insan dengan Allah, dengan diri insan itu sendiri, sesame manusia, mahluklainnya ataupun lingkungannya.

2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah.
Ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
a. Fiqih Ibadah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman perihal cara pelaksanaan rukun islam yang benar dan baik, seperti: tata cara thaharah, sholat puasa, zakat, dan ibadah haji.
b. Fiqih Muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman mengenai ketentuan perihal makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, qurban serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.

3. Puasa Ramadhan
Puasa yaitu salah satu rukun islam berupa ibadah dengan menahan diri dari semua hal yang membatalkanna mulai terbit fajar (Subuh) hingga terbenam matahari (Maghrib), dengan memenuhi syarat dan rukunnya. Puasa Ramadhan yaitu ibadah puasa yang dilaksanakan selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan. Hukumnya fardhu ain bagi setiap orang yang mukkalaf. Puasa ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan pada tahun kedua hijriyah. Kewajiban tersebut didasarkan atas firman Allah dalam surat Al – Baqarah (2) ayat 183 – 184 :
Artinya : Hai orang – orang yang beriman, diwajibkan atas kau berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang – orang sebelum kau supaya kau bertaqwa, yaitu dalam beberapa hari yang telah ditentukan .... (Q.S. Al – Baqarah 183 - 184).

Untuk memilih awal dan simpulan Ramadhan, sanggup dilakukan dengan tiga cara, yakni :
a. Dengan melihat bulan (ru’yatul hilal)
Ru’yatul hilal maksudnya mengamati bulan sudah tampak menyerupai sabit atau belum sebagai tanda masuknya awal bulan Ramadhan atau awal bulan syawal.
Firman Allah :
Artinya : Barang siapa diantaramu menyaksikan bulan (awal Ramadhan), maka berpuasalah ...
(Q.S. Al – Baqarah : 185)

Selanjutnya dari Ibnu Umar ra Nabi saw bersabda :
Artinya : Orang – orang mengintai hilal bersama, maka saya sampaikan kepada Rasulullah saw bahwa saya telah melihatnya. Kemudian Nabi berpuasa dan menyuruh orang – orang untuk berpuasa.
(H.R. Abu Daud, Hakim, dan Ibnu Hibban)


b. Dengan cara istikmal
Maksudnya yaitu menyempurnakan bilangan bulan sya’ban atau bulan Ramadhan menjadi 30 hari. Hal ini dilakukan bila ru’yatul hilal tidak tampak atau kurang terang lantaran tertutup awan atau alasannya lain. Allah SWT berfirman :
Artinya : .... Dan hendaklah kau mencukupkan bilangannya dan mengagungkannya asma Allah (Q.S. Al – Baqarah : 185)
Dari Abu Huraira ra Nabi bersabda :
Artinya : berpuasalah kau jikalau melihatnya (1 Ramadhan) dan berbukalah kau jikalau melihatnya (1 syawal). Dan jikalau terhalang oleh awan, maka cukupkanlah bilangan bulan Sya’ban itu 30 hari (istikmal). (HR. Bukhari dan Muslim).

c. Dengan cara hisab (perhitungan)
Maksudnya yaitu memperhitungkan peredaran bulan dibandingkan dengan peredaran matahari. Karena peredaran bulan dan matahari bersifat tetap, maka sanggup diperhitungkan. Firman Allah SWT :
Artinya : Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya (pantulan dari matahari) dan ditetapkan olehnya daerah –tempat perjalanan keduanya, supaya kau sanggup mengetahuibilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak membuat yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia
menjelaskan tanda–tanda kekuasaanNya bagi orang – orang yang mengetahuinya (Q.S. Yunus : 5).

Nabi saw bersabda dari Ibnu Umar ra :
Artinya : Apabila kau telah melihat bulan (Ramadhan), makaberpuasalah dan apabila kamumelihat bulan (syawal) maka berbukalah berhari raya, jikalau awal bulan tertutup awan, maka perkirakanlah olehmu bulan itu (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasai dan Ibnu Majah).

Pemerintah Indonesia menurut janji para ulama memilih awal dan simpulan Ramadhan dengan memakai ketiga cara tersebut. Sebagai ulama kadang ada selisih perhitungan sehingga menimbulkan perbedaan dalam hal menyerupai ini hendaklah dianggap sebagai
rahmat dan jangan diperbesar atau menjadi materi perdebatan yang sanggup memecah belah umat Islam.
Syarat – syarat Puasa :
1) Syarat wajib puasa
a) Orang Islam. Orang yang tidak Islam tidak sah dan tidak wajib melakukan puasa.
b) Balig (dewasa). Anak yang belum mumayyis tidak diwajibkan puasa tetapi harus dilatih puasa walaupun tidak penuh dalam sehari.
c) Berakal sehat. Orang aneh tidak wajib puasa
Hadis Nabi saw :
Artinya : “ Dibebaskanlah aturan dari tiga orang yaitu orang tidur hingga bangun, anak – anak hingga baligh, danorang aneh hingga pintar (sehat)”. (HR. Abu Dawud)
d) Mampu berpuasa orang yang tidak bisa puasa menyerupai orang hamil, menyusui, orang sakit, musafir boleh tidak puasa tetapi harus mengganti pada hari lain di luar bulan Ramadhan. Kecuali orang bau tanah pikun atau orang sakit yang tidak bisa diharap sembuhnya boleh diganti dengan fidyah.
Firman Allah SWT :
Artinya : ... Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin ... (Q.S. Al – Baqarah/2 : 184)


2) Syarat sah puasa
a) Mumayyis, artinya anak yang belum balig tetapi sudah bisa membedakan baik dan buruk, halal dan haram, dan bisa menangani urusan yang sangat pribadi.
b) Suci dari haid dan nifas. Syarat ini hanya berlaku bagi wanita. Wanita yang mendapat haid atau nifas wajib membatalkannya dan menggantinya pada hari lain diluar bulan Ramadan.
c) Dilakukan pada hari yang tidak diharamkan puasa. Hari yang diharamkan puasa yaitu dua hari raya ()tanggal 1 syawal dan tanggal 10 Zulhijjah) dan hari Tasyrik (tanggal 11, 12, 13 Zulhijjah).

Rukun puasa yaitu sesuatu yang harus dikerjakan dalam menjalankan puasa. Jika tidak dikerjakan maka puasanya tidak sah. Orang yang batal puasanya wajib menggantinya pada hari lain diluar Ramadan. Rukun puasa mencakup :
• Niat
Orang yang lupa berniat pada malam hari, maka puasanya menjadi tidak sah. Tetapi tetap harus menghormati bulan puasa dan orang lain yang berpuasa dengan cara tidak makan dan minum pada siang hari hingga waktu berbuka.

• Menahan diri dari makan dan minum serta segala hal yang membatalkan puasa semenjak terbit fajar (Subuh) hingga terbenam matahari (Maghrib)

Hal – hal yang memperbolehkan tidak puasa :
Pada dasarnya puasa Ramadhan itu wajib dikerjakan oleh seluruh umat Islam yang mukallaf namun fatwa Islam menawarkan dispensasi kepada orang – orang yang lantaran alasannya tertentu boleh tidak berpuasa pada dikala itu, namun harus mengganti puasanya pada hari lain atau cukup dengan
membayar fidyah.
 Orang yang sedang sakit, yang tidak memungkinkan berpuasa atau jikalau berpuasa menjadikan sakitnya tambah parah atau menjadi usang sembuhnya. Orang demikian boleh meninggalkan puasa tapi jikalau sudah sembuh maka wajib mengqadla yaitu mengganti puasanya dihari lain.
 Orang yang dalam perjalanan jauh, sedikit jarak yang ditempuh sejauh 81 km.
 Orang bau tanah yang sudah sangat lemah dan tidak bisa berpuasa, bagi orang yang sudah lanjut usia dan badannya sudah terlalu lemah akan tetapi membayarnya dengan fidyah dan tidak perlu mengqadla.
 Wanita yang sedang hamil atau menyusui, jikalau denga berpuasa anak yang dikandung atau disusui dan dirinya sendiri mengalami kesulitan. Bagi mereka wajib mengqadha’ pada hari lain. Tapi apabila keduanya hanya khawatir akan terjadi kesulitan pada bayinya maka disamping mengqadha’ juga
harus membayar fidyah yaitu memberi makan orang kafir atau miskin tiap – tiap hari ¾ liter (1 mud atau 7 ons).


Sumber http://makalahahli.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Pembelajaran Fiqih Mi"

Posting Komentar