Merekontruksi Pedoman Ibnu Rusyd Ihwal Ketuhanan

MEREKONTRUKSI PEMIKIRAN IBNU RUSYD TENTANG KETUHANAN


A. Latar Belakang Masalah
Berangkat dari penegasan dalam al-Qur’an bahwa terjadi obrolan antara Tuhan dengan insan dikala masih berada dalam rahim ibu, dengan satu pernyataan tahukah Tuhan kau sekalian? Maka insan menjawab ya, saya bersaksi bahwa Allah Tuhan kami. Dengan ilustrasi persaksian dan ratifikasi insan tersebut, tepatlah kiranya insan tersebut disebut dengan homo relegius, bahwa insan yakni makhluk yang bertuhan. Tak terkecuali mereka yang mengaku atheis.

Berawal dari adanya perjanjian primordial, perjanjian suci dan asasi antara Tuhan dan insan lahir ke bumi dalam satu suatu kesaksian dan ratifikasi oleh insan bahwa Allah Tuhan yang maha esa yakni Tuhan (Robb) manusia. Kesaksian dan ratifikasi itu mengandung makna kesediaan untuk tunduk, patuh, taat dan pasrah atau ber Islam kepadanya.

Berdasarkan perjanjian itu, maka tidak ada sifat kemanusiaan yang lebih asasi dari pada naluri untuk mengabdi atau hasrat alami untuk menyembah. Naluri dan hasrat itu berakar jauh sekali dalam kedirian insan yang paling inti, yaitu kediriannya sebagai makhluk rohani akseptor perjanjian primordional tersebut. Karena insan perjanjian primordial tadi yang fokus rekamannya berada di dalam rohani dan secara fundamental mensugesti hidup pribadi insan niscaya mempunyai target pengabdian dan penyerahan total hidupnya.

Tuhan bahu-membahu tidak harus dilihat dengan mata dan konsep akal. Banyak orang yang intelegensinya tinggi kini bersikap agnostic terhadap ketuhanan, baik terang-terangan maupun rahasia. Sementara tuntutan andal rasionalis tidak percaya kepada Tuhan tanpa kenyataan defenitif. Sebagaimana disebutkan ia senantiasa mencakokan konsekwensi dalam gerak bidang pengetahuan hal-hal yang defenitif.

Ada dua cara perihal pembuktian perihal penciptaan yang pertama bersifat theologies dan yang kedua bersifat kosmologis. Kedua dimulai dari insan dan makhluk-makhluk lain bukan dari alam raya sebagai keseluruhan. Pembuktian adanya Tuhan bertumpu pada dua prinsip pertama, bahwa semua kemajuan sesuai dengan kemajudan manusia. Kedua bahwa kesesuaian di karenakan oleh mediator yang berkehendak berbuat demikian, lantaran kesesuaian tidak terjadi dengan sendirinya.

Tuhan dilihat dari sisi tasbiyah untuk identik, atau lebih tepat dikatakan serupa dan satu dengan alam kalaupun keduanya terang tidak secara dalam alam. Dilihat dari sisi Tanzih Tuhan berbeda sekali dengan alam lantaran beliau yakni zat mutlak yang tidak terbatas diluar alam niski yang terbatas, lantaran itulah Ibnu Arabi menyampaikan bahwa Tuhan yakni immanentrensden sekaligus.

Dalam problem ketuhanan, Ibnu Rusyd beropini bahwa wujud Allah ialah Esanya. Wujud dan ke Esa-an tidak berbeda dari zatnya. Mensifati Tuhan dengan “Esa” merupakan anutan Islam, tetapi menamakan Tuhan sebagai pencetus Pertama, tidak pernah dijumpai dalam pemahaman Islam sebelumnya.
Pernyataan yang menyampaikan bahwa Tuhan hanya mengetahui perihal diri-Nya, pernyataan yang menyampaikan bahwa Tuhan hanya mengetahui perihal selain diri-Nya, tetapi pengetahuannya itu bersifat kulli. Pengetahuan yang tepat perihal Tuhan yakni pengetahuan yang dicapai oleh adonan kecerdikan dan estimasi, yaitu pengetahuan yang memadukan janzih dan tasybih. Tuhan yakni kesatuan dibalik multiplisitas dan realitas dibalik kemunculan. Ilmu pengetahuan yakni salah satu dimensi yang sangat penting dan fundemantal. Itu membutuhkan ketajaman dan bagaimana meletakkan sesuatu pada tempatnya secara tepat.
Dengan ketajaman mata nalarnya, Tuhan secara gradual diabstrakkan dari realitas pada dataran rasa, yang akibatnya menjadi suatu hipotesis yang sanggup dipisahkan. Dunia ilmiah menjadi wahana yang cocok bagi analisis dan pembedahan rasional, dan hasilnya yakni mempertinggi fragmentasi pengetahuan insan diri yang pernah terjadi sebelumnya, yakni pemisahan secara total antara ilmu pengetahuan dengan etika.
Jarang para intelektual muslim bisa memahami alam tanpa melihat akar-akarnya kepada Tuhan. Jika dunia alamiah tersebut berakar kepada Tuhan ia tidak bisa dikaji tanpa memeriksa pentingnya moral dan moral yang juga berakar kepadanya.

Ibnu Rusyd

Dengan dominasi politik dan kultural barat, para intelektual muslim bisa mencairkan kebekuan cara pandang tradisional mereka dan melirik pengetahuan yang tak berakar kepada Tuhan sebagai objek pencairan yang juga bermanfaat.

Dalam mendapatkan kebenaran dari banyak sekali ragam perspektif perihal realitas yang disajikan manusia, Syekh menyampaikan perilaku relativitas radikal atas segala sesuatu dan segala persepsi, bahkan terhadap persepsi yang diwartakan oleh kebijaksanaan nabi. Dalam problem ini, pendekatannya mempunyai resonansi yang mendalam terhadap banyak sekali perkembangan pada postmodernisme.

Dia tidak terperosok pada keraguan lantaran banyak sekali kebutuhan diktatorial yang menghiasi insan dengan keraguan alam al-Haqq. Bahwa lingkungan tertinggi itu harus menampilkan diri sendiri melalui relativitas dan yang lebih penting nasib manusia, beliau menekankan pada dimensi personal dari lingkungan itu, satu dimensi yang berorientalis bagi kebahagiaan manusia.

Kebutuhan insan tersebut menciptakan agama mempunyai daerah khusus, namun dalam kekhususan kebutuhan tersebut masih sangat penting demi kebahagiaan hidup insan dan alam semesta secara umum.
Dalam pemahamannya, bentuk-bentuk yang masuk dalam kosmos termasuk kita dan pikiran-pikiran kita terkait dengan Tuhan ibarat halnya imaji-imaji mimpi yang terkait dengan si pemimpin. Imajinasi individual diri kita sendiri begitu banyak arah alirannya bagaikan serat jaringan yang menghubungkan satu dengan yang lain.

B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang problem diatas dan untuk memudahkan proses penelitian ini, berikut ini yakni pokok permasalahan yang lebih terangkum dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut, antara lain:
1. Bagaimana Pandangan Ibnu Rusyd perihal Ketuhanan.
2. Apa saja pemikiran Ibn Rusyd yang benar dan apa yang salah sesuai dengan Al Qur'an dan hadits

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum merupakan suatu kelengkapan persyaratan mahasiswa untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang aturan Islam, selain tujuan diatas maka sesuai pula dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan menyadari akan peranan mahasiswa dalam rangka ikut membangun dan menyebarkan Hukum Nasional Indonesia, maka pembuatan skripsi ini yakni untuk memenuhi kewajiban mahasiswa dalam mengamalkan Dharma-Dharma dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Dalam pembahasan ini penulis bermaksud untuk mengetahui pembuktian adanya Tuhan dalam pandangan Ibnu Rusyd dan Ibnu Arabi
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan Ibnu Rusyd dan Ibnu Arabi perihal Ketuhanan.

D. Penegasan Judul
Untuk sanggup diketahui ruang lingkup pembahasan dalam penulisan skripsi ini perlu diberikan batasan pengertian terhadap kata-kata yang digunakan dalam judul skripsi biar terhindar dari penafsiran yang keliru.
Merekontruksi yakni berusaha membangun kembali pemikiran Ibn Rusyd dan membenarkan apa-apa yang keliru
Ketuhanan yakni sifat keadaan Tuhan, segala sesuatu yang mengenai Tuhan, kepercayaan kepada Tuhan.

E. Sumber Yang Digunakan
Adapun sumber yang digunakan dalam membahas dan menganalisa judul ini yakni mengumpulkan data-data literatur yang secara umum dikuasai ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas.

F. Metode Penelitian.
Jenis Penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian ini dilakukan dengan bertumpu pada data kepustakaan tanpa diikuti dengan uji empirik seluruh substansinya diolah secara filosofis atau teoritis Dalam penelitian perlu adanya metode atau jalan, lantaran kebenaran itu hanya sanggup diperoleh dengan cara setapak demi setapak. Dengan demikian bila tercapai pembuktian perihal kebenaran-kebenaran mulai dari asas-asasnya yang telah diketahui bertahap untuk memperoleh pengetahuan perihal hal yang belum diketahui. Jadi, metode yakni jalan yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah.

G. Kajian Pustaka.
Ketuhanan yakni sumber cahaya dan ilmu hakekat segala yang ada. Dan apabila telah menembusi hati hambanya dengan nur ada cahayanya maka berlimpah ruahlah rahmat. Pada tingkatan ini hamba Allah itu bercahaya terang benderang, dadanya terbuka luas dan lapang, terangkatlah tabir diam-diam alam malakut dengan karunia rahmat itu.
Ditinjau dari sudut metafisika, Tuhan sanggup dipandang sebagai alam semesta seluruhnya atau prinsip terdalam yang mendasari segala kenyataan. Di masing-masing hal tersebut Tuhan merupakan semacam gerak kembali dari sudut pandangan metafisik kepada titik tolak yang pertama kalinya. Ketuhanan ialah sesuatu yang tertinggi yang mengalami alam semesta, yang menguasai proses alam semesta, untuk mencapai suatu tujuan yang mengandung nilai paling tinggi.
Dalam buku ini menjelaskan pula bahwa ketuhanan bahu-membahu tidak harus dilihat dengan mata dan konsep akal. Banyak orang yang intelegensinya tinggi kini bersikap agnostic terhadap ketuhanan, baik terang-terangan maupun rahasia.
Sementara tuntutan andal rasionalis tidak percaya kepada Tuhan tanpa kenyataan defenitif. Sebagaimana disebutkan ia senantiasa mencakokan konsekwensi dalam bidang pengetahuan hal-hal yang defenitif.
Tuhan tidak lebih dari pada hanya menggerakkan secara tidak pribadi terhadap kabut yang bercampur aduk.


Sumber http://makalahahli.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Merekontruksi Pedoman Ibnu Rusyd Ihwal Ketuhanan"

Posting Komentar