Soren Kierkegaard: Filsuf Melankolia
Soren Kierkegaard lahir pada tahun 1813 di Kopenhagen Denmark, merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya berjulukan Mikhael Kierkegaard, telah berusia 51 tahun ketika Soren lahir. Ayah Soren ialah seorang melankolia yang menanggung perasaan berdosa sepanjang hidupnya. Hal itu dimulai semenjak Ayah Soren merasa berzinah lantaran putra sulungnya lahir lima bulan sesudah menikah. Ketika istri dan kelima anaknya meninggal secara beruntun, Ayah Soren makin percaya bahwa kutukan Allah menimpa keluarganya. Ia merasa keyakinannya terperinci terbukti. Watak melankolia itu pun lalu diwariskan kepada si bungsu, Soren Kierkegaard, alasannya ialah hubungan ayah dan anak ini sangat dekat.
Baca juga Herbert Spencer: Ahli Waris Teori Darwin
Ketika berusia 27 tahun, Soren Kierkegaard masuk ke Fakultas Teologi, Universitas Kopenhagen, Denmark. Motifnya berguru teologi ialah untuk menyenangkan ayahnya. Tetapi selama kuliah, ia malah mempelajari filsafat, sejarah, dan sastra. Selama masa ini ia mengambil perilaku sebagai “penonton kehidupan” yang sinis. Keyakinan yang dianut ialah warisan dari ayahnya, yaitu bahwa kehidupannya hanya untuk menjalani eksekusi Allah. Sementara itu, ia mulai secara perlahan menjauhi kepercayaannya. Pemikirannya yang kritis mempengaruhi cara pandangnya terhadap agama Kristen. Ia pernah kehilangan kepercayaan, terutama terhadap batasan-batasan moral. Puncaknya, ia berniat bunuh diri.
Saat usianya 35 tahun, ayahnya meninggal dan Soren Kierkegaar gres saja menuntaskan studi teologinya. Pada moment itu, ia menentukan melaksanakan pertobatan religius. Satu insiden penting lain dalam hidupnya, ialah pertunanggannya dengan Regina Olsen, gadis yang dicintainya. Saat itu, Regina yang berusia 14 tahun telah dilamar oleh Kierkegaard yang berusia 27 tahun. Semua orang menilai keduanya sebagai pasangan yang ideal, begitupun perasaan keduanya. Akan tetapi, gres sebelas bulan semenjak pertunangannya, Kierkegaard mengubah pendiriannya dan memutuskan tali pengikat pertunangan itu. Ia yakin bahwa dirinya dilahirkan dengan misi khusus dan tidak cocok dengan kehidupan rumah tangga. Regina tentu saja kecewa.
Baca juga Sigmund Freud: Bapak Psikoanalisis
Namun, semenjak bertemu Regina itulah, fatwa Kierkegaard berbalik secara total. Gagasannya yang paling populer ialah wacana eksistensialisme. Manusia menurutnya merupakan makhluk kongrit yang bereksistensi. Bereksistensi bukan berarti hidup berdasarkan pola-pola mekanis, melainkan terus-menerus mengadakan pilihan-pilihan secara personal. “Aku” bagi Kierkegaard ialah “diri autentik”. “Aku” ialah pemain drama kehidupan yang berani mengambil keputusan dasariah untuk kepentingan hidupku sendiri, bukan “penonton” kehidupan belaka. Bereksistensi, singkatnya mengarahkan kehidupannya sendiri. Mungkin inilah dibalik keputusan Kierkegaard meninggalkan Regina. Keputusan ala filsuf melankolia.
Baca juga: Tokoh Sosiologi Klasik
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
0 Response to "Soren Kierkegaard: Filsuf Melankolia"
Posting Komentar