Aura Akademik

Matahari sepertinya menciptakan Yogyakarta meleleh Aura AkademikMatahari sepertinya menciptakan Yogyakarta meleleh. Meleleh dalam arti yang sebenarnya, alasannya suhu udara mencapai 37 derajat celcius dengan kelembaban udara 80 persen. Kata Toni Winata, Kepala s3ki Data dan Informasi BMKG Yogyakarta, matahari selama dua ahad kedepan beredar sempurna diatas D.I.Yogyakarta. Tapi , alih-alih meleleh, di sini, di ruang thesis dan desertasi UGM justru sebaliknya. Suhu masbodoh mengalir dari lubang AC yang terpasang di langit-langit ruangan. Seakan menikmati kesegaran surgawi disaat udara panas menyerupai neraka membara di luar sana.


Ruang thesis dan desertasi UGM, belakangan ini saya sering mampir kesini. Bukan menggarap thesis dan desertasi tentu saja, tapi tuntutan mencari daerah yang nyaman untuk menggarap seabrek tugas. Ruangan ini begitu tenang, begitu nyaman,  hampir tak ada bunyi mengganggu kecuali bunyi lengkingan meja bangku yang digeser. Setidaknya suasana di sini jauh lebih aman dibanding kosan saya sendiri, apalagi kasus untuk menggarap tugas. Lumrah saja alasannya terpajang papan kecil bertuliskan ‘Dilarang Diskusi’. Wow, cukup asing bagi saya, ruang akademik semacam ini dilarang dipakai untuk diskusi?


Sejak awal kesini hingga sekarang, saya masih heran dengan larangan itu. Pengunjung ruangan ini kebanyakan mahasiswa S2 dan S3. Diantara mereka tidak ada yang ngobrol atau berdiskusi, mereka semua begitu sibuk dengan dirinya sendiri. Apalagi di ruang sebelah timur yang disediakan meja berbilik. Mereka sepertinya sengaja difasilitasi untuk “hidup sendirian”. Mumpung ada kesempatan, saya menentukan mengambil sedikit waktu untuk mengamati mereka.


Nihil kolektifitas, mereka hanya individu yang tidak saling kenal, begitulah kesan yang muncul pertama kali di benak saya. Suasana di sini bagai diatur oleh aturan kerumunan dimana orang-orang memang tidak saling kenal dan satu-satunya kontak hanya dilakukan lewat mata. Di sini, cukup usang mereka menatap laptopnya masing-masing, meski sambil sesekali menatap sekitar sebagai selingan. Mereka memilah-milah jurnal online, mengetik meskipun lebih menyerupai memindahkan catatan dari thesis atau desertasi ke laptop ketimbang mengetik. Mereka membisu tak mengucapkan sepatah katapun selama berjam-jam, meski saya yakin pikirannya terus berdialog dengan dirinya sendiri.


Sesekali ada beberapa sikap yang menarik. Terlalu berkonsentrasi pada jurnal, thesis, dan desertasi, mungkin menciptakan mereka bosan dan kelelahan sehingga beberapa diantara mereka menentukan menyelidiki gadget tanpa didahului telepon atau sms yang masuk. Jika ada notifikasi masuk, mereka akan lebih usang mengotak-atik gadget, biasanya ini menjadi kesempatan juga bagi mereka yang usang duduk tegak untuk sandaran.


Ruangan ini juga berisi bermacam-macam kelompok umur, minus belum dewasa tentunya. Persis dihadapan saya ialah seorang ibu yang menatap laptopnya penuh konsetrasi hingga dahinya mengkerut. Botol minuman diletakkan disebelah laptopnya, seolah siap mengatasi kehausan jika tiba sewaktu-waktu. Ada pula mahasiswa yang kelihatannya masih muda berkacamata begitu fokus mengetik. Telinganya mengenakan headphone yang kabelnya nyambung dengan smartphone di saku bajunya.


Beginilah ruang thesis dan desertasi UGM. Aura ketenangan dan ketegangannya luar biasa. Mungkin saya ialah satu-satunya orang yang mencicipi aura akademik yang tidak wajar. Jika boleh dikatakan, mereka memang diam, padahal isi kepalanya sedang bergejolak. Mungkin saya kudu mencar ilmu lagi untuk memahami apa yang seseungguhnya mereka lakukan disini. Untuk sementara, bagi saya ini ialah sebuah kerumunan tanpa percakapan. Sebuah ruangan dengan aura akademik yang aneh, itu saja.



Sumber aciknadzirah.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Aura Akademik"

Posting Komentar