Penjelasan Teori Keagenan Dan Konflik Keagenan
Menurut teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen (1986), bahwa dalam suatu perusahaan niscaya terjadi hubungan kontraktual antara pemegang saham (shareholders) dengan manajer perusahaan.
Pemegang saham sebagai pihak yang disebut dengan prinsipal dan manajer berperan sebagai biro yang diberi wewenang untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari perusahaan atas nama pemilik. Prinsipal (para pemegang saham) akan memperlihatkan haknya berupa pengelolaan perusahaan kepada manajer. Sedangkan biro (manajer) sebagai peserta amanah bertugas untuk mengelola perusahaan.
Kedua belah pihak diikat oleh kontrak yang menyatakan hak dan kewajibannya masing-masing. Prinsipal menyediakan akomodasi dan dana untuk menjalankan perusahaan, sedangkan biro memunyai kewajiban untuk mengelola operasinya untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
Atas kepemilikannya pada perusahaan, prinsipal akan memperoleh hasil berupa pembagian keuntungan dalam bentuk dividen, sedangkan biro akan memperoleh kompensasi dalam bentuk gaji, bonus, insentif, perumahan, atau kompensasi lainnya.
Prinsipal sebetulnya mengaharapkan biro sanggup bertindak sesuai dengan keinginan dan kepentingannya, akan tetapi dalam praktiknya prinsipal maupun agen mempunyai kepentingan masing-masing dan berusaha untuk mencapai kepentingan masing-masing sehingga sering terjadi konflik dalam perusahaan.
Atas kepemilikannya pada perusahaan, prinsipal akan memperoleh hasil berupa pembagian keuntungan dalam bentuk dividen, sedangkan biro akan memperoleh kompensasi dalam bentuk gaji, bonus, insentif, perumahan, atau kompensasi lainnya.
Prinsipal sebetulnya mengaharapkan biro sanggup bertindak sesuai dengan keinginan dan kepentingannya, akan tetapi dalam praktiknya prinsipal maupun agen mempunyai kepentingan masing-masing dan berusaha untuk mencapai kepentingan masing-masing sehingga sering terjadi konflik dalam perusahaan.
Pemilik perusahaan memunyai kepentingan atas lebih majunya perusahaan dengan kebijakan yang berusaha untuk meningkatkan nilai perusahaan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.
Di satu sisi, manajemen perusahaan bertindak opurtunistik dengan tujuan untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya bagi dirinya berupa bonus maupun insentif atas hasilnya menjalankan perusahaan tanpa mempertimbangkan risiko kerugian yang ada.
Di satu sisi, manajemen perusahaan bertindak opurtunistik dengan tujuan untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya bagi dirinya berupa bonus maupun insentif atas hasilnya menjalankan perusahaan tanpa mempertimbangkan risiko kerugian yang ada.
Perbedaan kepentingan inilah yang mengakibatkan sering terjadinya konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Konflik ini sering disebut sebagai konflik keagenan. (Jensen & Meckling, 1976). Konflik tersebut terjadi karena insan intinya ialah makhluk ekonomi yang mempunyai sifat dasar untuk mementingkan kepentingan sendiri.
Konflik kepentingan sanggup memicu persoalan asimetri informasi. Hal ini terjadi karena manajer mempunyai gosip wacana nilai proyeksi pada masa mendatang yang tidak sanggup diawasi sepenuhnya oleh pemegang saham. Hal ini berarti manajer mempunyai gosip yang
lebih banyak dibandingkan pemegang saham, sehingga manajer sanggup bertindak dengan mengutamakan kepentingan pribadi.
Hal ini mengakibatkan para pemegang saham tidak menyukai kepentingan langsung manajer alasannya persoalan tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan, sehingga akan menurunkan keuntungan yang diterima.
Hal ini mengakibatkan para pemegang saham tidak menyukai kepentingan langsung manajer alasannya persoalan tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan, sehingga akan menurunkan keuntungan yang diterima.
Pengertian lain mengenai teori keagenan dikemukakan oleh Scott (2003) yang menyatakan bahwa teori keagenan ialah pendesainan kontrak yang sempurna untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan biro dalam hal terjadi konflik kepentingan.
Aplikasi teori keagenan sanggup terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat hukum yang mengatur mengenai mekanisma bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return, maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen.
Kontrak kerja akan menjadi optimal jika kontrak sanggup fairness, yaitu menyeimbangkan antara prinsipal dan biro yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh biro dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen.
Aplikasi teori keagenan sanggup terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat hukum yang mengatur mengenai mekanisma bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return, maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen.
Kontrak kerja akan menjadi optimal jika kontrak sanggup fairness, yaitu menyeimbangkan antara prinsipal dan biro yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh biro dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen.
Dari beberapa pengertian di atas, sanggup disimpulkan bahwa teori keagenan adalah kekerabatan antara dua pihak yaitu biro dan prinsipal, di mana biro adalah manajer dan prinsipal ialah pemegang saham yang mempunyai hak dan kewajiban masing-masing, sehingga mempunyai kepentingan yang berbeda.
Hubungan keagenan tersebut terkadang menjadikan persoalan atau konflik antara manajer dan pemegang saham yang bisa berimplikasi pada timbulnya biaya keagenan karena adanya asimetris informasi. maka dari itu harus terdapat kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen. Baca juga: Asimetri Informasi: Adverse Selection dan Moral Hazard.
Terkait hal tersebut, perusahaan harus bisa mengurangi adanya asimetri gosip dengan cara mengatasi konflik akhir munculnya biaya keagenan. Baca juga: Cara-cara Mengatasi Masalah Keagenan.
Sumber http://bahasekonomi.blogspot.com
Hubungan keagenan tersebut terkadang menjadikan persoalan atau konflik antara manajer dan pemegang saham yang bisa berimplikasi pada timbulnya biaya keagenan karena adanya asimetris informasi. maka dari itu harus terdapat kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen. Baca juga: Asimetri Informasi: Adverse Selection dan Moral Hazard.
Terkait hal tersebut, perusahaan harus bisa mengurangi adanya asimetri gosip dengan cara mengatasi konflik akhir munculnya biaya keagenan. Baca juga: Cara-cara Mengatasi Masalah Keagenan.
0 Response to "Penjelasan Teori Keagenan Dan Konflik Keagenan"
Posting Komentar