Badan Mikro


A.    Struktur dan Penyebarannya
Badan mikro gampang dibedakan dari organel lain lantaran adanya enzim katalase. Enzim ini sanggup dilihat dengan mikroskop electron bila dibutuhkan dengan pengecatan 3,3-diaminobenzidine (DAB). Hasilnya tidak tembus electron, dan tampak sebagai tempat gelap bila sel mengandung enzim katalase. Dengan mikroskop electron tubuh mikro yang berasal dari sel-sel binatang maupun flora tampak sebagai bangunan yang dibatasi oleh membran tunggal, dan di dalamnya mengandung matriks yang amorf atau glandular. Pada jaringan tertentu matriks tubuh mikro berisi struktur nukleoid Kristal. (crystalline nucleoid structure). Bentuk Kristal ini umumnya yaitu urat oksidase, salah satu enzim dari matriks tubuh mikro.
Pada sel-sel hewan, distribusi tubuh mikro tersebar di dalam sel, tetapi umumnya di sekitar reticulum endoplasma. Pada sel-sel tumbuhan, tubuh mikro sering berdekatan dengan kloroplas, lantaran kedua organel ini terlibat dalam metabolism jalur glikolat. Sebagaimana diketahui bahwa jalur glikolat melibatkan tiga organel, yakni kloroplas, tubuh mikro khususnya perksisom, dan mitokondria.

B.     Komposisi Kimia dan Permeabilitas Badan Mikro
Membran yang membatasi tubuh mikro lebih tipis dari membrane plasma, tebalnya hanya 6-8 nm. Ini kurang lebih sama tebalnya dengan membran retikulum endoplasma dan membrane luar mitokondria. Badan mikro intak mempunyai tingkat osmotikum yang relatif stabil, tetapi akan pecah bila berada dalam larutan pirofosfat. Badan mikro akan pecah bila dimasukkan ke dalam 0,01 M pirofosfat dengan sebab-sebab yang belum diketahui. Ternyata sehabis pecah begitu sulit memisahkan membran dengan enzim-enzim dalam matriksnya, salah satu alasannya yaitu diantaranya yaitu lantaran enzim-enzim itu menempel pada membrannya.
Sudah diketahui ada dua jenis enzim, yang juga merupakan protein integral pada membran retikulum endoplasma, terdapat pada membran tubuh mikro yaitu sitokrom b5 dan NADH-sitokrom b5 reduktase. Beberapa enzim lain yang terdapat pada membran ditemukan pada glioksisom. Enzim-enzim itu sanggup merupakan protein perifer membran maupun sebagai protein integral membran, lantaran itu gampang diekstrak. Beberapa pola di antaranya yaitu sitrat dan malat sintetase, malat dehidrogenase, 3-hidroksil-KoA-dehidrogenase, dan krotonase.
Dilihat dari komposisi lemaknya, membran tubuh mikro sama dengan membran mikrosom. Membran peroksisom dan mikrosom dari hati tikus tidak memperlihatkan adanya perbedaan, tetapi berbeda secara kasatmata dengan membran mitokondria dalam hal rendahnya kandungan kardiopolin. Kardiopolin sangat banyak jumlahnya di membran dalam mitokondria. Membran glioksisom dari endosperm tumbuhan jarak, berbeda komposisi lemaknya dengan membran retikulum endoplasma hati tikus. Membran glioksisom mengandung lebih rendah fosfatidil inositol dan mungkin fosfatidil serin, dan lebih tinggi kandungannya lemak yang tak teridentifikasi. Perbedaan kandungan lemak antara hati tikus dan membran tubuh mikro endosperm mungkin disebabkan oleh lantaran perbedaan kiprah dari kedua jaringan tersebut.
Dalam banyak hal, permeabilitas tubuh mikro terhadap banyak sekali molekul menyerupai mirip pada mikrosom. Hal ini disebabkan lantaran keduanya mempunyai komposisi yang hampir sama. Membran tubuh mikro sangat permeable terhadap sejumlah substansi yang alaminya sebagai substrat dari beberapa enzim di dalamnya, menyerupai asam-asam amino, asam α-hidroksi, dan asam urat. Sukrosa juga sanggup berdifusi melalui membran tubuh mikro.
Ternyata nukleotida piridin menyerupai NADH dan NADPH tidak sanggup masuk melewati membran tubuh mikro. Hal ini sanggup menjadi materi pertanyaan, mengingat koenzim-koenzim ini penting sebagai aseptor (penerima) electron untuk enzim oksidatif tertentu. Kalau koenzim tersebut tidak sanggup melewati membran, kemudian bagaimana terjadinya oksidasi yang harusnya terjadi secara kontinue?
Sekarang sudah diketahui bahwa pada membran tubuh mikro terdapat subtansi yang sanggup mendapatkan H+ dari NADH untuk diangkut keluar dari tubuh mikro. Di luar tubuh mikro H+ diberikan kepada NAD sitosol. Setelah itu pengangkut masuk kembali ke dalam tubuh mikro untuk mengulang tugasnya. Mekanisme ini sama dengan prosedur yang terjadi di membran mitokondria. Pengangkut (shuttle) ini ada dua jenis, yaitu malat-oksaloasetat (aspartat) shuttle dan gliserol-3-phosphat shuttle. Malat-oksaloasetat (aspartat)shuttle yaitu tipe pengangkut pada peroksisom dari sel-sel tanaman, sedangkan gliserol-3-phosphat shuttle yaitu tipe pengangkut pada sel-sel hati atau ginjal.

C.     Fungsi Badan Mikro
1.      Oksidasi subtrat pada Mammalia
Reaksi oksidasi pada peroksisom jaringan mammalian dipicu oleh enzim flavin oksidase yang memakai oksigen sebagai peserta electron yang mengubahnya menjadi H2O2.H2O yang terjadi sifatnya toksik bagi sel, lantaran itu harus segera diubah menjadi H2O dan 1/2O2 oleh enzim katalase di dalam peroksisom.
Contoh spesifik dari reaksi ini contohnya terjadi pada asam D-amino bila memasuki perosisom. Asam amino ini akan mengalami deaminasi lantaran oksidasi dengan enzim FAD-oksidase sehingga terbentuklah asam α-keto.
Asam D-amino  +  H2O  +  E-FAD  ===>  asam α-keto  +  NH3  +  E-FADH2
E-FADH2  +  O2  ===>  E-FAD  +  H2O2
H2O2  ==katalase==>  H2O  + ½ O2
Enzim flavin adenine dinukleotid (E-FAD), tidak hanya terdapat pada tubuh mikro, enzim ini juga berperan dalam transport elektron pada mitokondria. Namun acara katalisisnya di tubuh mikro berbeda secara fundamental dengan aktivitasnya yang terjadi di mitokondria. Pada tubuh mikro elektronnya diberikan eksklusif ke O2 dari pada ke aseptor lain menyerupai koenzim Q atau nonheme besi. Dalam transfer eksklusif itu dihasilkan H2O2 dan dibutuhkan enzim katalase untuk menghilangkan imbas toksiknya.
Adanya enzim D-amino oksidase pada jaringan mammalian gres merupakan dugaan bersamaan dengan ditemukannya enzim tersebut. Jika ada sedikit metabolic asan D-amino mungkin terbawa dari makanan. Namun dinding sel basil mengandung asam D-amino ini. Diduga kiprah asam D-amino oksidase pada jaringan hati dan ginjal yaitu untuk degradasi asam D-amino yang berasal dari pemecahan dan penyerapan peptidoglikan basil usus.
2.      β-oksidasi asam lemak Mammalia
peran gres pada peroksisom jaringan mammalian di antaranya yaitu oksidasi asam lemak. Sebelumnya hanya berkembang satu pendapat bahwa asam lemak netral yaitu transil gliserol yang merupakan cadangan lemak dalam sitosol, akan dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini kemudian akan diangkut oleh karier (pembawa) ke dalam mitokondria untuk dioksidasi dan menghasilkan asetil Koenzim A (asetil KoA).
Sekarang telah diketahui bahwa peroksisom jaringan hati tikus bisa mengoksidasi palmitoil KoA menjadi asetil KoA. Oksidasi ini dikenal dengan β-oksidasi. Asetil KoA ini kemudian akan diangkut ke mitokondria untuk memasuki daur krebs atau daur asam sitrat. Jika tetap berada dalam sitosol maka akan diubahmenjadi asam lemak dan kemudian menjadi lemak netral.
Jalur β-oksidasi ini mempunyai kesamaan dengan jalur oksidasi yang terjadi di dalam mitokondria dengan suatu kekecualian. Oksidasi yang terjadi pada mitokondria, enzim flavin dehidrogenase memperlihatkan elektronnya ke rantai respirasi dan tidak bereaksi dengan O2. Sedangkan oksidasi yang terjadi pada tubuh mikro enzim flavin dehidrogenase bereaksi eksklusif dengan O2 dan menghasilkan H2O2. Mitokondria tidak mempunyai katalase lantaran itu tidak menghasilkan H2O2. Untuk tubuh mikro hal itu tidak merupakan suatu masalah, lantaran tubuh mikro mempunyai katalase.
3.      β-oksidasi asam lemak pada endosperm biji tanaman
enzim-enzim yang dibutuhkan untuk β-oksidasi asam lemak dalam tubuh mikro untuk pertama kalinya ditemukan pada glioksisom endosperm flora oleh Cooper dan Beever. Jalur β-oksidasi ini sama, baik yang terjadi pada peroksisom mammalian maupun yang terjadi di glioksisom tumbuhan.
Endosperm yaitu cadangan kuliner dalam biji. Cadangan kuliner itu diantaranya lemak. Banyak biji yang cadangan makanannya berupa lemak, menyerupai kacang-kacangan, biji jarak, biji kepuh dan sebagainya. Cadangan kuliner ini penting artinya dalam perkecambahan. Sumber energi utama dalam perkecambahan yaitu karbohidrat. Kaprikornus kalau cadangan kuliner dalam biji tadi berupa lemak, maka lemak harus dikonversi menjadi karbohidrat. Reaksi ini terjadi di dalam glioksisom dan dipacu oleh enzim-enzim yang terdapat didalamnya. Hasil oksidasi asam lemak ini yaitu asetil KoA, yang kemudian akan dipakai di dalam glioksisom untuk membentuk senyawa (asam) dengan 4 atom C, yaitu asam suksinat melalui jalur glikosilat. Selanjutnya suksinat dibawa ke mitokondria sebagai materi untuk proses glukoneogenesis. Di mitokondria asam suksinat akan dikonversi menjadi asam malat, yang selanjutnya akan dibawa ke sitosol. Di sitosol asam malat diubah menjadi fosfoenol piruvat, dan dipakai untuk sintesis glukosa. Kaprikornus inilah konversi cadangan lemak menjadi karbohidrat yang terjadi di dalam glioksisom endosperm selama berlangsungnya perkecambahan.
Pada biji yang sedang berkecambah daur glikosilat seluruhnya terjadi di glioksisom, sedangkan pada ragi dan ganggang Tetrahymena daur ini merupakan kolaborasi antara glioksisom dan mitokondria. Ada yang menyampaikan bahwa daur ini sebagai modifikasi dari daur asam sitrat, dengan langkah-langkah reaksi yang menghasilkan CO2, dengan satu-satunya sumber karbon yaitu asetil KoA.
Hewan tingkat tinggi tidak sanggup mensintesis glukosa dari asam lemak lantaran tidak mempunyai enzim isositrat liase dan enzim malat sintetase. Karena itu asetil KoA akan memasuki siklus asam sitrat dan jadinya membebaskan CO2.
4.      Jalur glikolat
Jalur glikolat merupakan serangkaian reaksi kimia yang terjadi di peroksisom dan bergandeng dengan siklus karbon di kloroplas. Jalur ini melibatkan kloroplas, peroksisom, mitokondria, dan sitosol. Jalur ini mencakup pengubahan senyawa yang tak mengandung fosfat (nonphosphorilated) yakni gliserat menjadi glisin, serin, dan persenyawaan “C1”, dan ini penting sebagai precursor dalam biosintesis asam inti.
Jalur glikolat dimulai di kloroplas, di mana fosfoglikolat, glikolat, dan fosfogliserat dibuat dalam fotosintesis. Kloroplas mempunyai enzim fosfatase, yang sanggup melepas fosfat dari dua subtrat yang mengandung fosfat (yaitu fosfogliserat dan fosfoglikolat) menjadi glikolat.
Glikolat meninggalkan kloroplas menuju peroksisom dengan perantaraan suatu pengemban atau pengangkut yang disebut glikolat-glikolat shuttle. Dalam peroksisom glikosilat dioksidasi menghasilkan glioksilat dan membebaskan H2O2. Dengan adanya katalase di peroksisom ini, H2O2 diubah menjadi H2O dan ½ O2. Glioksilat akan disintesis menjadi asam amino serin atau kembali ke kloroplas. Kembalinya glioksilat ke kloroplas ini di duga sebagai prosedur untuk menghabiskan NADPH dalam kloroplas yang dihasilkan dalam fotosintesis. NADPH direoksidasi dalam kloroplas dengan prosedur tanpa menghasilkan H2O2 lantaran di kloroplas tidak ada katalase.
Asam amino glisin dibuat dari glikosilat, melalui reaksi interkonversi dalam mitokondria menjadi asam amino serin, suatu cuilan dari siklus yang belum diketahui dengan jelas. Serin ditranspor kembali ke peroksisom, kemudian mengalami deaminasi menjadi oksalat dan kemudian direduksi menjadi gliserat. Gliserat kemudian ditranspor kembali ke kloroplas yang kemudian mengalami fosforilasi menjadi fosfogliserat. Dengan demikian selesailah siklus ini, dengan catatan bahwa sebagian reaksi ini searah dan sebagian lainnya bolak balik. Kaprikornus serin sanggup dihasilkan secara eksklusif dari fosfogliserat dibandingkan dari fosfoglikolat.
Jalur ini membebaskan 1 molekul CO2, menghasilkan satu molekul serin atau gliserat dari dua molekul fosfoglikolat, atau menghasilkan 1 molekul serin atau 1 molekul glisin ditambah persenyawaan “C1” dari satu molekul fosfogliserat. Pola metabolic ini penting bagi sel flora lantaran setengah dari karbon yang difiksasi berlangsung dengan cara ini.
Reaksi glikolat juga dikenal sebagai fenomena fotorespirasi. Fotorespirasi yaitu suatu reaksi yang membebaskan CO2 dari organ yang berwarna hijau lantaran imbas cahaya. Fotorespirasi didorong oleh kondisi atmosfer di mana tekanan O2 tinggi, sedangkan tekanan CO2 rendah. Diduga O2 berkompetisi dengan CO2 terhadap enzim RuBP-karboksilase, yang umumnya enzim tersebut yaitu enzim untuk memfikasai CO2. Bila O2 telah dipakai oleh enzim tersebut, senyawa antara tak stabil terbentuk dan akan segera terurai menjadi 3-P-gliserat dan P-glikolat. Terbentuknya fosfoglikolat dalam reaksi ini akan menambah konsentrasi asam glikolat dengan cara membebaskan P-group, dank arena itu kelebihan glikolat akan dioksidasi dan lepaslah CO2.
Itulah sebabnya fotorespirasi dikatakan sebagai proses yang merugikan bagi tanaman. Hal ini menyangkut enzim-enzim pengikat CO2 dan hasil-hasil pengikatannya. Rate fotorespirasi sanggup mendekati 50% dari rate higienis fotosintesis, dan hal inilah yang menyebabkan fotosintesis menjadi tidak efisien. Fotorespirasi merupakan problem bagi tumbuhan C3, yang gampang dipengaruhi adanya tekanan CO2 yang rendah, sebaliknya tumbuhan C4 lebih efisien. Inilah tujuan pertanian yang dikembangkan semoga sanggup berbagi tanaman-tanaman yang mempunyai efisiensi fotosintesis yang tinggi.

Daftar Pustaka
Sheeler, P. and D.E. Bianchi. 1987. Cell and Molecular Biology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sumadi, dan Aditya Marianti. 2007. Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Thorpe, N.O. 1984. Cell Biology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Winatasasmita, D. 1986. Biologi Sel. Jakarta: Universitas Terbuka



Sumber http://taufik-ardiyanto.blogspot.com

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "Badan Mikro"

Posting Komentar