√ Teknologi Abad Berburu Dan Mengumpulkan Makanan

Versi materi oleh Marwan S


Berburu dan meramu atau mengumpulkan bahan-bahan masakan masih terus berlanjut. Akan tetapi, mereka sudah mulai bertempat tinggal secara tidak menetap di goa-goa. Mereka akan berpindah ke tempat lain bila persediaan masakan dan hewan buruan di sekitar goa itu sudah tidak mencukupi lagi atau bila terjadi tragedi alam, contohnya dinding goa runtuh akhir gempa bumi. Sementara itu, juga terdapat sekelompok insan yang hidup di goa-goa di tepi pantai dan kehidupannya bergantung pada bahan-bahan masakan yang tersedia di laut.



Untuk memperoleh bahan-bahan masakan mereka memakai alat-alat yang terbuat dari batu, tulang, tanduk, dan lain-lain. Alat-alat dari tulang dan tanduk, contohnya digunakan untuk mengorek umbi-umbian dan melepas kulitnya. Alat dari kerikil ibarat kapak genggam digunakan untuk mencukil tanah, memecah kulit kerang, memotong daging atau untuk menguliti binatang. Manusia pada masa ini sudah melaksanakan upaya menjinakan anjing untuk berburu. Hal itu terlihat dari temuan gigi anjing di goa Cakondo Sulawesi Selatan.

Alat-alat yang digunakan pada waktu itu yakni kapak perimbas, alat serpih dan alat-alat tulang. Dengan alat-alat tulang ini mereka mempertahankan hidupnya. Dari temuan yang didapat, ternyata mereka mengumpulkan mayit di dalam gua. Mereka mengenal pula batu-batuan yang sanggup dicairkan untuk dipergunakan sebagai cat. Pada beberapa gua yang diteliti ditemukan gambargambar pada dinding gua dan cat merah. Gambar-gambar itu yakni gambar jari-jari tangan atau binatang-binatang buruan. Gambar itu bukan semata-mata citra kesenian, melainkan hewan yang digambarkan itu berafiliasi dengan ilmu sihir untuk melumpuhkannya.

Perubahan cara hidup dari mengembara menjadi cara hidup menetap sementara di goa-goa membawa imbas ke aspek-aspek kehidupan lainnya. Dari hasilhasil temuan di beberapa tempat di Jawa dan di Sumatera, ditemukan alat-alat yang bervariasi dan juga ditemukan kerangka insan yang telah memperlihatkan cara-cara penguburan. Dari temuan-temuan alat-alat itu diketahui bahwa mereka telah bisa menyebarkan teknologi yang lebih maju. Adanya kerangka insan yang telah dikuburkan memperlihatkan bahwa mereka telah memiliki suatu kepercayaan terhadap adanya arwah. Begitu juga hasilhasil temuan lukisan yang dipahatkan di dinding goa-goa di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Irian Jaya. Hal itu telah mengenal simbol dan makna tertentu. Misalnya, warna merah yang banyak dijumpai dalam lukisan itu menggambarkan warna darah yang sanggup menawarkan kekuatan.

Penelitian pada alat-alat masa berburu dan mengumpulkan masakan mula-mula dilakukan oleh Von Koenigswald di Punung (kabupaten Pacitan, Jawa Timur). Alat-alat itu berupa kapak perimbas, yaitu kapak kerikil yang tidak bertangkai dan menggunakannya dengan menggenggam dalam tangan. Karena alat-alat semacam ini banyak ditemukan di Pacitan, maka disebut budaya Pacitan. Oleh Von Koenigswald alat-alat kerikil semacam itu digolongkan seagai alata-alat palaeolithik. Daerah Punung yakni tempat yang terkaya akan kapak-kapak perimbas dan sampai kini merupakan tempat inovasi yang terpenting di Indonesia.

Di samping alat-alat dari kerikil juga ditemukan alat-alat dari tulang yang dipergunakan sebagai alat penusuk, pisau atau belati. Kecuali itu tulang-tulang yang diruncingkan juga sanggup digunakan sebagai mata tombak untuk berburu hewan buruan dengan cara melemparnya kepada hewan buruan tersebut. Alat tulang semacam itu banyak ditemukan di Ngandong (Kabupaten Madiun). Kecuali alat-alat dari tulang juga ditemukan alat-alat dari tulang menjangan yang memperlihatkan bab yang diruncingkan. Alat dari duri ikan pari yang juga ditemukan, mungkin sebagai mata tombak.

Mata panah merupakan alat yang digunakan pada masa berburu untuk menangkap ikan. Ada dua tempat inovasi yang penting yaitu Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tempat-tempat inovasi mata panah di Jawa Timur terutama di gua-gua yaitu Sampung (Gua Lawa), tempat Tuban (Gua Gede dan Kandang) dan gua-gua kecil di bukit-bukit bersahabat Tuban, di Besuki, Bojonegoro (gua Kramat dan Lawang), Punung dan lain-lain. Selain untuk berburu, mata panah juga digunakan untuk menangkap ikan. Bahan untuk menciptakan mata panah ada yang dari kerikil gamping di bab ujungnya diasah. Mata panah untuk menangkap ikan umumnya terbuat dari tulang dan bergerigi ibarat gergaji. Mata panah yang ditemukan kebanyakan secara kebetulan terdapat di dalam gua-gua tempat tinggal untuk sementara atau menetap.

Selain mata panah, juga ditemukan alat-alat obsidan yaitu alat-alat yang khusus terbuat dari kerikil kecubung. Alat-alat ini berkembang sangat terbatas di beberapa tempat saja ibarat di Jambi, bersahabat danau Kerinci, di sekitar bekas danau Bandung, di sekitar danau Bangkuang bersahabat Garut, di Leuwiliang (Bogor) dan sedikit sekali di Flores Barat. Von Heine Geldern menduga bahwa alatalat obsidium berasal dari masa berburu dan mengumpulkan makanan. Pendapat para andal yang lain ibarat van Stein Callenfels, von Koenigswal dan van der Hoop mengaggap alat-alat dari Bandung itu sebagai alat “mikrolit” (batu kecil) dan menduga asalnya dari masa bercocok tanam, alasannya alat-alat tersebut ditemukan bantu-membantu dengan serpihan gerabah, fragmen-fragmen beliung persegi.

Sumber http://www.ssbelajar.net/

Berlangganan Informasi Terbaru:

0 Response to "√ Teknologi Abad Berburu Dan Mengumpulkan Makanan"

Posting Komentar