Latar Belakang Lahirnya Konsep Turunan
Konsep turunan telah usang muncul semenjak ilmuwan besar Yunani, Archimedes (287-212 SM) melaksanakan perhitungan terhadap permasalahan garis singgung. Masalah garis singgung ini merupakan problem pertama dan tertua yang melatarbelakangi lahirnya konsep turunan. Masalah yang lebih gres ialah problem kecepatan sesaat yang muncul dari percobaan Kepler (1571-1630), Galileo (1564-1642), Newton (1642-1727) dan lainnya untuk melukiskan kecepatan sebuah benda yang bergerak. Garis Singgung Penafsiran gambar di atas : misalkan kurva yang terbentuk merupakan grafik dari fungsi f yang terdefinisi dalam tempat asalnya. Lalu garis singgung l memotong kurva f di titik P dan Q maka gradien/kemiringan/tanjakan garis garis singgung l ialah : Gradien/kemiringan/tanjakan garis singgung l merupakan pertambahan nilai fungsi f antara x dan . Nah, kini kita misalkan titik Q bergerak mendekati titik P sedekat mungkin maka . Akibatnya garis garis singgung l akan berimpit dengan garis singgung g sehingga gradien/kemiringan/tanjakan garis l sama dengan gradien/kemiringan/tanjakan garis g (selanjutnya kita akan menyebutnya sebagai gradien/kemiringan/tanjakan garis g). Dengan memakai konsep limit, gradien/kemiringan/tanjakan/ koefisien arah garis g di titik P sanggup dinyatakan sebagai : Kecepatan Sesaat Jika ditanya pernah kita mengendarai motor atau mobil, maka impulsif balasan kita ialah pernah. Namun, pernah kita berpikir perihal keterkaitan antara kecepatan motor atau kendaraan beroda empat dengan konsep turunan? Jawabannya mungkin hanya sedikit yang pernah memikirkan perihal hal itu. Atau bahkan tak pernah sama sekali. Lalu bagaimana kah kecepatan sesaat itu ? Bila kita mengendari kendaraan beroda empat dari kota A ke kota B yang berjarak 100 km dalam waktu 2 jam, maka kecepatan kita ialah 50 km/jam. Dalam hal ini, kecepatan dilihat sebagai jarak kota A ke kota B dibagi dengan waktu tempuh. Namun, fakta bergotong-royong menawarkan tidaklah demikian. Sebab, selama perjalanan laju (speedometer) kendaraan beroda empat sering tidak menawarkan angka 50 km. Ketika pertama kali berangkat speedometer masih menawarkan angka 0 km, kemudian naik menjadi 40 km, kadang kala naik sampai 80 km dan pada ketika mendekati tujuan kita perlahan-lahan menurunkan gas sampai kesannya kembali ke angka 0 km. Hal ini menujukkan bahwa 50 km/jam bukanlah merupakan kecepatan bergotong-royong kendaraan beroda empat yang kita kendarai, kecepatan yang menyerupai ini disebut kecepatan rata-rata. Untuk menghampiri kecepatan yang bergotong-royong dari sebuah benda yang bergerak ialah dengan menggunakan konsep kecepatan sesaat. Andaikan benda A bergerak sepanjang garis koordinat sehingga posisinya pada ketika t dirumuskan oleh s = f(t). Pada ketika t, benda berada di f(t) dan pada ketika t = t+ benda itu berada di f(t+ ). Kecepatan rata-rata benda itu ialah : Sebelum meninggalkan blog ini sebaiknya anda menyempatkan diri untuk membaca puisi karya ane di bawah ini (semoga bermanfaat) : "Hari ini ku bangkit pagi, melihat mentari bersinar lagi Ku minum kopi buatan sendiri, di bawah pohon kenari Ku ambil pulpen dan buku di laci, ku tulis perihal negeri ini Ku goreskan tinta merah berapi-api, menyatukan mimpi yang terbeli... Mimpi itu ku simpan di hati, ku tulis di dalam diary Ku jalankan di bawah panji-panji, biar lestari dan tak mati alasannya dengki Ku kobarkan bersama merah dan putihnya sangsaka, biar tak ada murung yang melanda Tak ku biarkan mimpi di beli, walau dengan dollar seisi negeri... Setiap ide, kata, tindakan harus mempunyai akal pekerti Melangkahlah kalau itu pantas tanpa menodai harga diri Harga diri ialah harga mati tanpa pengganti demikianlah hidup para kesatri sejati,luhur budi... Yakinlah pada hati dan potensi yang kamu miliki Gapailah senang dunia dan di alam abadi nanti Berjumpa dengan sang pemilik abdi sejati Itulah kebahagiaan tak berujung namun pasti..." |
|
|
0 Response to "Latar Belakang Lahirnya Konsep Turunan"
Posting Komentar